STM 4

1038 Words
Saat Kau Mencampakkanku demi Mantan Istrimu, Saat Itu Juga Kuterima Lamaran Saudara Kembarmu BAB 4 "Apa, Ros? Istri idamanmu seperti Hanin? Nggak salah? Jangan gi la kamu!" Mas Eris terdengar gugup dan tak percaya dengan jawaban saudara kembarnya. Dia masih geleng-geleng sembari tersenyum sinis. "Memangnya kenapa? Selera orang nggak bisa dipaksa sama, Ris," sambung Mas Eros lagi. Dia tampak santai menanggapi keheranan kembarannya. "Masih belum kenyang tidur kali kamu, Ros. Makanya nggak bisa bedakan Hanin sama Fika. Perhatikan dulu mereka, baru kamu akan menemukan perbedaan diantara keduanya yang sangat drastis. Aku saja sekarang nyesel kenapa dulu gegabah menceraikan Fika." Ucapan Mas Eris benar-benar membuatku terluka. Teganya dia berkata seperti itu. Kalau memang dia nggak mencintaiku, kenapa dulu dia berusaha mendekatiku dan meminta pada ibu agar mau membujukku untuk menyetujui perjodohan itu? Berulang kali dia datang membawa beragam oleh-oleh agar keluargaku luluh. Dia tunjukkan perhatian dan cinta untukku agar aku luluh, sampai akhirnya ibu benar-benar menjodohkanku dengannya. Ibu bilang Mas Eris adalah laki-laki yang tepat untukku. Laki-laki idaman mertua yang mau menerima dan menyayangi keluarga istrinya. Meski statusnya sudah duda beranak satu, tak jadi soal karena yang penting tanggungjawab, cinta dan setia. Aku masih ingat betul apa saja nasehat ibu saat itu. Aku yang awalnya menolak akhirnya mengiyakan keputusannya. Bo dohnya aku dulu asal mengiyakan, tanpa istikharah terlebih dahulu. Aku tak pernah menyangka jika akhirnya akan seperti ini. Cinta dan perhatian yang saat itu dia tunjukkan ternyata hanya semu semata. Perhatian yang dia perlihatkan pada keluargaku pun hanya omong kosong belaka. Nyatanya saat bapak sakit keras hingga tiada tak secuil pun tabungannya keluar. Aku benar-benar tak mengira jika dia belum move on dengan mantan istrinya bahkan menyesal sudah menjatuhkan talak padanya. Aku nggak mungkin terus bertahan dengan pernikahan seumur jagung ini kan? Yang ada hanya akan menyesakkan d**a dan menyakiti diri sendiri. "Kenapa kamu menikahi Hanin kalau memang masih mencintai Fika? Harusnya kalian balikan saja dan nggak perlu menjadikan Hanin sebagai tumbal perjalanan cinta kalian yang rumit itu!" ucap Mas Eros sedikit meninggi. "Kamu tahu dong alasan aku menceraikan Fika saat itu. Fika itu selingkuh. Aku masih sakit hati sama dia. Lagipula aku sengaja lebih cepet nikah biar dia cemburu. Biar saja menyesal sudah mengkhinati cinta tulusku. Mumpung ada kesempatan membuatnya cemburu sebab aku tahu dia sudah pisah dengan selingkuhannya itu," ucap Mas Eris sedikit lirih. Meski suaranya melemah, tapi aku masih begitu jelas mendengar jawabannya. "Gila kamu, Ris. Tega banget sama Hanin!" Laki-laki itu setengah berteriak. Dia saja kaget, apalagi aku. Badanku tiba-tiba lemas dan luruh begitu saja ke lantai mendengar pengakuan suamiku detik ini. Kubekap mulutku sendiri agar isak ini tak terdengar dari luar kamar. Aku benar-benar tak menyangka jika hadirku hanya dijadikan pelampiasan dan tumbal agar Mbak Fika cemburu. Teganya! Masih teringat jelas dalam ingatanku saat Mas Eris menjanjikan hal-hal manis pada kedua orang tuaku. Setidaknya, janji-janji manis itulah yang membuat ibuku luluh dan percaya jika calon menantunya itu akan benar-benar membuatku bahagia. Dia bilang akan menjagaku dengan baik, tak hanya menjaga fisik tapi juga hati. Dia pun berjanji akan membuatku bahagia. Bahkan dia ingin segera memiliki keturunan dariku mengingat usiaku sudah cukup matang untuk menggendong bayi, katanya. Ibu yang memang begitu mendambakan cucu, langsung mengiyakan begitu saja. Apalagi umurku memang sudah menginjak seperempat abad. Umur yang cukup matang untuk menikah, tapi belum ada lagi laki-laki yang mendekat. Ibu terlalu mengkhawatirkan soal jodoh dan masa depanku setelah penolakanku pada tiga lelaki yang melamarku saat itu. Aku memang menolak mereka sebab tak sesuai dengan hati. Penolakan demi penolakan itulah yang membuat ibu semakin takut jika anaknya tak laku dan menjadi gosip para tetangga sebagai perawan tua. Ibu malu. "Saya pisah dengan istri pertama karena diselingkuhi kok, Bu. Bukan karena kdrt atau saya yang selingkuh. Jadi, bukan saya yang bermasalah, melainkan mantan istri saya." Lagi-lagi alasan Mas Eris kala itu terngiang di benak. Alasan demi alasannya yang semakin meyakinkan ibu jika laki-laki itu memang cocok untuk anak semata wayangnya. Ibu bilang, lelaki yang diselingkuhi biasanya akan lebih cinta dan setia pada pasangan barunya. Bapak pun terlihat sangat setuju. Apalagi saat bapak tahu hobi Mas Eris juga sama dengannya, main catur. Mereka sering main catur bersama sebelum aku menikah dan tampak semakin akrab dari hari ke hari. Itulah yang akhirnya meyakinkanku jika tak ada salahnya menyetujui pilihan orang tua. "Dia laki-laki baik kok, Nin. Tiap hari mampir ke warung ibu buat makan siang. Nggak playboy kaya teman-temannya yang lain. Cukup kalem dan sopan. Mau, ya? Ibu nggak tega lihat kamu sendirian terus. Lebih nggak tega lagi saat adik-adik kelasmu selalu mengejekmu perawan tua karena mereka sudah pada beranak pinak sementara kamu nikah aja belum. Jangankan nikah, calon aja seperti belum ketemu hilalnya." Hampir tiap hari dicekoki untaian kalimat ibu itu akhirnya benar-benar membuatku luluh. Kini baru kutahu jika dia tak playboy seperti dugaan ibu bukan karena kalem, sopan dan sebagainya, melainkan karena belum move on dan masih cinta dengan istri pertamanya. Bahkan yang membuatku nelangsa alasannya menikahiku bukan karena cinta, melainkan hanya untuk membuat cemburu Mbak Fika saja. Benar-benar nggak ada akhlak. Bisa-bisanya mengucapkan kalimat menyakitkan seperti itu dengan santai, seolah tak ada rasa bersalah sama sekali. Apa dia pikir aku perempuan yang tak memiliki hati? "Jadi, kamu ini nikah sama Hanin bukan karena cinta, tapi hanya ingin membuat Fika menyesal dan cemburu, Ris?" Pertanyaan ibu membuatku kembali terjaga. Kuusap kedua pipi yang basah. Aku harus kuat dan nggak boleh terlihat lemah. Akan kubuktikan pada Mas Eris jika aku bisa bahagia tanpanya. "Kamu ini, Ris. Nikah kok buat mainan. Meski Ibu nggak begitu suka sama Hanin, tapi ibu juga nggak membenarkan alasanmu kali ini. Sesama perempuan ibu ikut sakit hati mendengar alasanmu, Ris. Tega! Ibu benar-benar nggak menyangka kalau kamu bisa setega itu," ucap ibu lagi sembari mengucap istighfar beberapa kali. "Benar kata ibu, Ris. Kamu memang benar-benar tega dan keterlaluan. Hanin menikah dengan lelaki yang salah. Sayangnya saat itu aku belum punya nyali untuk berumah tangga. Kalau tahu Hanin hanya kamu jadikan tumbal seperti itu, aku pasti akan melamarnya lebih dulu." "Ap-- apa, Ros?" Lagi, Mas Eris mendelik saat mendengar balasan kembarannya. "Nggak perlu kuulang kan? Sekarang, kalau memang kamu nggak cinta sama dia, kenapa nggak cerai saja? Biarkan Hanin bahagia. Masih banyak laki-laki yang tulus mencintainya di luar sana, termasuk aku!" ucap Mas Eros penuh penekanan. ???
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD