2. ART Baru

1056 Words
Alhamdulillah ternyata part 1 lumayan banyak yang baca. Terimakasih banyak buat readers yang setia Aku kasih hadiah satu part deh buat kalian. Selamat membaca! *** Waktu menunjukkan pukul setengah tujuh ketika Ambar dan Deri tiba di rumah kediaman keluarga Hadiwijaya. Sejak tadi Bu Ratih menunggu kedatangan Deri dan Ambar dengan perasaan cemas. Bagaimana tidak cemas, Deri tak bisa dihubungi. "Akhirnya kalian datang." Bu Ratih menyambut mereka. "Deri, kenapa lama sekali. Mami telponin kamu dari tadi tapi ga aktif, no Ambar juga sama. Mami cemas terjadi sesuatu pada kalian," ucap Bu Ratih lagi. "Tadi memang ada sedikit masalah Mi," jawab Deri beralasan. "Ini Ambar ya, selamat datang ya di keluarga kami," ucap Bu Ratih menyambut ART barunya dengan senyuman ramah. "Iya Bu," jawab Ambar sopan. "HP Deri mati Mi, Ambar juga kecopetan dan HPnya hilang jadi kita ga bisa melakukan komunikasi. Deri sampai keliling sekitar stasiun. Mana Deri tak tahu ciri-cirinya. Kebetulan ketemu ga sengaja itu pun setelah lama ngobrol." Deri memberikan penjelasan tentang peristiwa di stasiun beberapa saat yang lalu. "Syukurlah kalau semua baik-baik saja." Bu Ratih bernafas lega karena Ambar berhasil dibawa pulang oleh putranya. "Ya udah Deri mau ke kamar dulu ya Mi," Pamit Deri. Ia langsung menuju tangga lantai atas. "Thanks ya Der. Ayo Ambar ikut saya!" Bu Ratih langsung mengajak Ambar ke belakang untuk mempertemukannya dengan Mbok Inah sekaligus menunjukkan kamarnya. "Mbok Inah!" Sapa Ambar ketika dilihatnya wanita tua itu sedang sibuk menyiapkan makan malam. "Ambar...apa kabar Nak? Alhamdulillah kamu sampai dengan selamat, Si Mbok khawatir sekali." Ucapnya seraya merangkul keponakannya. Sebetulnya bukan keponakan langsung melainkan keponakan jauhnya. "Alhamdulillah sehat," jawab Ambar. "Mbok tolong antar Ambar ke kamar ya! Perintah Bu Ratih. "Baik Bu," jawan ART senior itu. Bu Ratih segera kembali menuju ruang kerja suaminya untuk memanggilnya makan malam. Semen tara itu Ambar dan Mbok Inah menuju kamar Mbok Inah. Rencananya Ambar akan sekamar dengan ART tua itu sebelum akhirnya kamar ini menjadi kamar pribadi Ambar karena Mbok Inah tak lama lagi pensiun. "Barang-barangnya letakkan di sini saja dulu, biar nanti selepas makan malam kamu bongkar dan rapikan," ucap Mbok Inah memberi perintah. "Mbok betah tinggal di sini?" tanya Ambar kepo. "Kalau tidak betah mana mungkin bisa bertahan hingga 30 tahun," jawabnya seraya tersenyum. "Mereka baik ya Mbok," ucap Ambar. "Iya mereka sangat baik. Ngobrolnya nanti kita lanjut, mending sekarang kamu makan dulu. Mbok yakin kamu sudah lapar, perutmu sudah terdengar bersuara minta diisi." Mbok Inah tersenyum. Perut keroncongan Ambar tak bisa diubah ke mode  silent. Keduanya lalu berdiri hendak menuju dapur. Tentu saja Ambar lapar karena sejak siang perutnya belum lagi terisi. Musibah kecopetan mereka membuatnya tak bisa membeli makanan. *** Pukul 4 pagi Ambar sudah bangun. Ia membantu mbok Inah beres-beres rumah dan juga mencuci baju. Ia juga membantu memasak di dapur. Walau baru sehari bekerja gadis Yogya itu sudah menunjukkan kinerja yang bagus. Mbok Inah pun puas. Wanita berusia 60an itu mulai bulan depan akan pensiun. Ia sengaja mendatangkan Ambar sebagai penggantinya. Usai mengerjakan semua pekerjaan Ambar terlihat santai. Di rumah itu masih ada dua ART lain yakni Bi Titi dan Sri yang seumuran Ambar. "Mas Deri..." Ambar mendekati Deri yang sedang santai memberi makan ikan-ikan di kolam. "Iya ada apa?" tanya Deri seraya menoleh ke arah Ambar. "Kemarin saya lupa belum mengucapkan terimakasih kepada Mas Deri," ucap Ambar malu-malu. "Terimakasih untuk apa?" tanya Deri sambil memperhatikan wajah Ambar yang salah tingkah. "Mas Deri sudah menjemput saya, coba kalau saat itu mas Deri tidak datang mungkin sampai larut malam saya berada di stasiun dalam keadaan mengenaskan tanpa uang dan makanan, tentunya saya kelaparan bukan tidak mungkin ada orang jahat yang menculik saya. Membayangkan hal itu  sungguh mengerikan sekali. Apalagi jika ada yang memperkosa bahkan yang menjual saya. Bisa saja saya jadi gelandangan atau PSK seperti di berita TV yang sering saya lihat," ucap Ambar dengan polosnya namun tampak serius memperlihatkan wajah ketakutannya. Ambar ada-ada aja, mana ada g***o yang melirik dia menjadikannya komoditi. Deri menahan tawanya. Kalau sedang dalam mode rileks ART itu lumayan kocak. Berbeda jika dalam keadaan tertekan. "Udah kamu tidak usah berterima kasih. Lihat sekarang kamu baik-baik saja kan," ucap Deri. "Saya janji akan membaktikan diri saya untuk mas Deri yang sudah menjadi dewa penolong saya," ucapnya lagi "Hah...?!!" Deri melongo mendengar kalimat ambar. "Iya Mas saya siap lahir batin, Jika Mas Deri butuh bantuan saya, saya siap siaga 24 jam," tutur gadis berkulit gelap itu sungguh-sungguh. "Okey kalau begitu, bener ya. Ntar aku tagih." Deri tersenyum geli mendengar penuturan Ambar. "Iya Mas." Ambar mengangguk. "Ya sudah sekarang kamu tinggalin saya dan tolong kerja yang benar di rumah ini. Kalau tidak nanti A Mami saya bakalan mecat kamu," ucap Deri mengancam. "Siap laksanakan, Mas." Ambar tersenyum bahagia. Gadis itu merasa berhutang budi kepada anak majikannya itu. Ia rela melakukan apapun untuknya. Deri terlihat sangar namun ternyata pemuda itu sangat ramah dan baik hati. Sungguh bertolak belakang. *** Satu Bulan Kemudian. Bu Ratih tampak puas dengan pekerjaan ART barunya. Pekerjaannya cukup rapi. Ia juga teliti. Soal masakan Ambar juga cukup pandai. Hampir semua masakan nusantara ia bisa. Apalagi masakan khas jawa dan yogya. Tentu saja Bu Ratih senang karena karena ia yang berdarah jawa bisa menikmati hidangan kampung halamannya dengan mudah. Ambar juga cekatan dan tidak suka menunda pekerjaan, selidik punya selidik ternyata Ambar berpendidikan tinggi untuk ukuran ART, ya dia lulusan SMK. Makanya ia cukup pintar. Bu Ratih tidak was-was walaupun Mbok Inah yang sudah bekerja padanya selama 30tahun memutuskan pensiun sejak kemarin, kini sudah ada penggantinya. "Ambar..." Panggil Bu Ratih. " ya Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya Ambar sopan. "Ini gaji kamu selama sebulan." Bu Ratih menyerahkan amplop putih. "Terimakasih banyak Bu." Ambar menerimanya dengan mata berbinar. Akhirnya ia menerima bayaran atas tetesan keringatnya. "Saya harap kamu bisa menggunakannya dengan baik, jangan lupa ditabung sebagian." Nasihat Bu Ratih. "Baik Bu, sekali lagi terima kasih." Ambar sangat bahagia menerima gaji pertamanya. Ia pun lalu pamit hendak ke kamarnya menyimpan uangnya. Di kamar ia hitung jumlahnya ada 1 juta 500ribu. Ambar berjanji besok akan ke Bank untuk menyimpannya dan sebagian ia kirim untuk ibunya. Alhamdulillah ya Allah, terimakasih atas nikmat yang Engkau berikan. Bagi Ambar uang sejumlah itu sangatlah besar karena itu gaji bersih. Tidak seperti gajinya dulu waktu kerja di pabrik, yang harus dipotong uang makan dan transport. Di rumah ini ia makan sepuasnya dan tinggal gratis. Ditambah majikannya juga baik. *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD