Part. 2

1304 Words
Part. 2 Crew RanTV team program Hits, sedang mengadakan meeting internal. Meeting rutin yang dilakukan setiap hari sebelum program live tersebut berlangsung. Tidak seperti perusahaan lain, RanTV menempatkan karyawan sesuai program yang dijalankannya. Agar team work yang tercipta lebih solid. Itulah yang membuat hubungan antara karyawan program Hits dan host tetap acara itu menjadi cukup dekat. Ramon sejak awal masuk kerja di RanTV sudah memegang program Hits sampai kini yang sudah berusia lima tahun. Entah apa yang membuatnya terlambat datang meeting, wajahnya pucat seperti kurang tidur. Diletakkannya tas ransel di pojok ruangan. Sementara dia duduk di meja berbentuk lingkaran yang sangat besar. Dia terlihat cuek, padahal dihadapannya ada Venus yang sedari tadi sudah mengedipkan mata menghadapnya. Sang produser memberi arahan tentang tema hari ini, juga memberi pengumuman bahwa mulai saat ini Venus menjadi co- host di acara Hits, yang langsung disambut tepuk tangan oleh semua yang ada disitu. Termasuk Ramon. Dia bertepuk tangan pelan tak tertarik dengan pembahasan ini. Venus memajukan bibirnya. Sinyal yang dia beri dari tadi belum sampai ke pria itu. Padahal Venus sengaja bangun dari jam tiga untuk dandan agar terlihat cantik, didepan Ramon tentunya. Setelah meeting selesai, semua crew bersiap di tempatnya. Sementara para pengisi acara dan host berkumpul di ruang tunggu. Susan datang membawakan ice coffe kesukaan Venus. "Masih jam enam, lo udah minum es kopi? Gak takut sakit perut?" tanya James, salah satu host tetap di acara Hits. James, pria flamboyan yang sedang digandrungi banyak wanita. Selain parasnya yang tampan, dia juga mempunyai kekayaan yang tiada tara. Itulah yang menjadi daya pikatnya. Beberapa artis cewek pun mengincar dia. Sehingga citra playboy melekat erat di namanya. "Enggak lah,udah biasa." Venus menarik Susan keluar ruangan. Dia berbisik pada Susan, untuk mencari tahu semua hal tentang Ramon. Segalanya! *** Namanya Ramon, ulang tahun pada tanggal 15 dua bulan lagi, usia 29 tahun. Makanan favorit apapun. Minuman favorit teh tarik. Hobi ngumpulin tutup botol plastik bekas. Lulusan s1 tehnik. Rumah sekitar sepuluh kilometer dari RanTV. Mempunyai motor satria F yang sudah menemaninya hampir sembilan tahun ini. Bisa main alat musik terutama gitar. Agak cuek dan dingin. Sedang dekat dengan Karen, karyawan bagian marketing komunikasi (markom). Dahulu Ramon tipikal yang ceria dan ramah pada siapapun, tapi beberapa bulan belakangan ini dirinya jadi ketus dan cenderung menarik diri dari pergaulan. Setelah kerja selalu langsung pergi entah kemana? Venus mendengar penjelasan Susan dengan seksama. Disaat seperti ini Susan memang sangat bisa diandalkan. Tak sia-sia dia membayar mahal untuk jasa Susan. Venus berdiri di lobby kantor menunggu Ramon. Dia sudah membulatkan tekad untuk mendapatkan nomor handphone secara langsung, agar lebih dekat darinya. Sosok pria itu keluar dari lift dengan jaket dan celana jeans berwarna hitam, juga tas ransel yang menempel di punggungnya. Sepatu boot caterpillar yang terlihat agak kusam membalut kaki panjangnya. Venus tersenyum menyapa Ramon, yang hanya dibalas dengan lirikan singkat. Tak ada jawaban apalagi senyuman. Pria cool itu melengos melewatinya. Venus menghentakan kaki dengan keras. Matanya menatap ke kerumunan karyawan di lobby, reseptionis, security wanita dan petugas kebersihan terlihat memandangi Ramon dengan mata berbinar. Sekeluarnya Ramon dari pintu kaca, mereka langsung berbisik. Seolah tak menyadari kehadiran Venus. Wajar Ramon menjadi idola disana, parasnya yang tampan dan tubuhnya yang menjulang tinggi membuatnya dengan cepat menjadi sosok yang populer. Hampir seluruh karyawan RanTV mengenalnya. Pernah beberapa kali produser menawarinya untuk menjadi host, atau membuat band, menjadikannya Artis namun Ramon menolak. Dia hanya ingin menjadi orang yang biasa-biasa saja. "Kenapa kamu nyuekin aku?" Venus mensejajari langkahnya, Ramon berhenti dan menarik earphone dari telinganya dengan paksa. "Mba ada perlu apa ya?" tanyanya, venus mendongakkan kepala karena tubuh lelaki dihadapannya jauh lebih tinggi dari dia walaupun dia sudah mengenakan heels. "Minta nomor telpon boleh?" senyum paling manis berusaha diberikan Venus. "Buat apa?" "Ya, buat gw. Gw mau bertemen sama lo." Venus memutar bola matanya, biasanya selalu saja cowok-cowok yang mengejarnya meminta nomor handphone dan sebagainya, tapi kali ini. Justru yang terjadi malah Sebaliknya. "Gw gak mau bertemen sama lo, dunia kita beda!" Ramon meneruskan kembali langkahnya kali ini lebih cepat, dia memasang kembali earphone ke telinga. Meninggalkan Venus, yang mulai berlari mengejar. Venus berusaha menarik tali Ransel Ramon. Tapi dengan sekali hentakan tarikan itu lepas. Hingga heels runcingnya terperosok, dan dia terjatuh. Venus memandangi lututnya yang terluka. Rasanya sakit sekali. Ramon menghentikan langkahnya dan menoleh. Venus menyeringai berharap Ramon setidaknya mengasihaninya dan membantu berdiri. Tapi, Ramon hanya mengangkat sebelah alisnya dan berdecih. Dia tak perduli dan terus berjalan. Meninggalkan Venus dan kesakitannya. Venus mendengus, buru-buru dia berdiri dan membersihkan lutut dengan tangannya. Dia mencopot sepatu high heelsnya yang sudah patah. Dan bertelanjang kaki ke arah parkiran motor. Sementara Ramon sudah melajukan motornya, akhirnya Venus berhasil menghadangnya. Dia merentangkan tangan di depan Ramon. "Ck! Ada apa lagi sih! Tabrak nih!" Ramon mulai meninggikan suaranya. Tak mengerti jalan pikiran artis yang satu ini. Beberapa security yang bertugas di parkiran menatap pemandangan itu dengan penasaran. "Jelasin dulu dunia kita berbeda dimananya? Kita sama-sama manusia, sama-sama makan nasi!" Venus masih tak juga mau menurunkan tangannya. "Orang kayak kalian gak akan bisa berbaur dengan orang seperti kita! Gw tau lo Cuma mau permainin orang kayak gw doang, lo pasti udah biasa lakuin itu. Setelah puas main-mainnya kita lo buang seenaknya! Yakan! Minggir!" Ramon berdiri dan menarik tangan Venus kesamping agar tak lagi menghalanginya. Diapun segera menjalankan motornya dengan cepat tanpa menoleh sedikitpun. Wajah Venus memerah karena marah, udara terasa sangat panas. Dia mengipas-ngipas dengan tangannya berusaha mengusir hawa tidak enak yang melingkupinya. *** Venus sumringah melihat Ramon keluar dari pintu studio, dia memang sudah menunggunya selama setengah jam. Usai program, Ramon masih harus membereskan alat-alatnya, sementara para artis biasanya melakukan evaluasi sebentar dan boleh pulang duluan. "Siang Ramon, makan bareng yu!" tawar Venus, tak diperdulikan tatapan beberapa orang yang melintasinya, toh dari gosip yang dia dengar tak hanya dirinya yang tertarik dengan Ramon seperti itu, bahkan dulu pernah juga ada beberapa Artis yang terang-terangan mendekatinya. Tapi tak bertahan lama, artis itu lebih memilih menyerah. Beda dengan Venus, dia sudah membulatkan tekad untuk mendapatkan Ramon, bagaimanapun caranya. Sesuatu dalam tubuh Ramon seperti telah menariknya. "Cih," Ramon hanya berdecih, diminumnya sampai habis Teh tarik dalam botol itu. Tutupnya dimasukan dalam saku celana, dan dia segera membuang botol kosong ke dalam tong sampah. Venus memandang dengan tatapan aneh, dia tahu kalau tutup botol itu bukan tutup botol yang berhadiah tiga milyar. Lalu untuk apa dia mengumpulkannya? Benar kata Susan, lelaki itu hobi mengumpulkan tutup botol. Ramon berlalu meninggalkan Venus yang masih mematung di depan lift. Dia memang tidak berniat naik lift karena masih ada beberapa urusan dengan produser. Keesokan harinya Venus memesan banyak sekali minuman botolan, dia membagi-bagikan ke seluruh crew Hits termasuk ke penonton, dan tentunya Susan yang mengumpulkan tutupnya. Venus menatap senang ke sekantung plastik penuh tutup botol berwarna warni di hadapannya. Dia ingin selangkah lebih dekat dengan Ramon. Mungkin dengan cara ini bisa mendekatkan mereka. Seperti biasa Venus menunggu Ramon di lobby, wanita itu melonjak girang melihat Ramon yang berjalan ke arahnya dan seperti biasa melewatinya, cuek dengan senyuman Venus. Damn! "Ramon, tunggu bentar!" Venus menarik ransel lelaki itu lagi, Ramon menghentikan langkahnya dan berbalik. "Nih buat kamu," Venus menyodorkan plastik berisi tutup botol itu, Ramon membuka plastik dan terkejut, lalu tersenyum tipis. "Tuker sama nomor handphone boleh?" Ramon segera mengembalikan plastik itu, dia berjalan lagi meninggalkan Venus, kini Venus benar-benar berlari. Dia menarik tangan Ramon dan meletakkan plastik itu di genggamannya. "Bawa aja, aku bisa cari nomor handphone kamu, bay!" Venus melenggangkan kaki meninggalkan Ramon yang hanya memandang kepergian Venus dengan alis terangkat. Dia menenteng plastik itu sampai parkiran dan memasukannya ke dalam tas. Dari kejauhan Susan memandang mereka sambil tersenyum geli. Baru kali ini dia melihat bosnya melakukan hal-hal diluar kebiasaannya. Lalu pandangannya beralih ke Ramon yang mulai menyalakan motornya hingga punggungnya tidak terlihat lagi. Susan menarik nafas panjang dan membuangnya dengan keras. Seolah membuang segala kemelut yang ada di fikirannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD