Satu

1202 Words
Seorang pria terlihat sedang memasang jam tangan Rolex jenis Cosmograph Daytona miliknya. Ia mematut dirinya di depan cermin, seraya kembali membenarkan letak dasi berwarna navy yang terpasang di leher. Senyum kepuasan hadir di sudut bibirnya. Dengan tubuh super atletis, dan wajah yang layaknya dewa yunani, serta hartanya yang melimpah ruah. Nic merasa dirinya boleh puas dengan hasil yang ia dapatkan kini, berkat buah hasil kerja kerasnya. Bukan tanpa sebab, karena tak mudah bagi Nic mendapatkan semuanya, ia bahkan harus membunuh dirinya sendiri. yah... Nic 'membunuh' dirinya yang dulu sebagai Nicho yang cupu, bodoh juga penakut, menyedihkan memang! Berganti menjadi Nic CEO perusahaan ternama Volvo Company. “Sapri.. Sapri," teriak Nic saat menuruni anak tangga. Kali ini ia ada pertemuan penting, jadi ia tak ingin dirinya sampai terlambat. nampak bik Asih hanya menggeleng lemah mendapati tingkah laku Nic yang semakin hari semakin angkuh. Jika saja ia tak menyayangi Nic melebihi cucunya sendiri yang ada di kampung mungkin wanita tua itu tak mau diajak Nic pindah apartemen barunya. “Bik.. mana Sapri ?!” tanya Nic tak suka seolah ia telah menunggu Sapri puluhan jam lamanya. “Ada Den di belakang, lagi di kamar kecil mungkin,” sahut bik Asih ramah. "Gimana sih! Kan sudah saya bilang jam 8 saya jalan, ini malah masih di belakang," gerutu laki-laki itu, Matanya menatap ke arah belakang dengan tajam. dan jangan harap ia mau menghampiri Sapri di sana. "Panggilin bik cepet!" Mendengarnya buru-buru bik Asih pergi. Belum sampai Sapri sudah hadir dengan sedikit berlari kecil. "Emm.. ampun Den, tadi saya kebel--" "Udah-udah mau ceramah nanti aja, sekarang cepet keluarin mobil saya. alasan terus!" Sapri segera mengikuti perintah juragannya itu meski tak bisa dibohongi jika hati kecilnya merasa sakit, tapi Supri tak mungkin mengelak ia hanya orang kecil yang harus selalu patuh dengan para penguasa. Dan nyatanya pertemuan penting yang sangat membuat Nic seperti kebakaran jenggot di pagi hari itu ternyata hanya agendanya melihat pemotretan Sera. Sera Larasati seorang artis papan atas yang juga teman semasa SMA Nic. "Hai.. dateng juga lo," ucap Sera saat melihat Nic. Mereka tanpa segan bercikipa cipiki ria seperti tak memperdulikan orang di dekat mereka. "Temen gue nih!" balas Sera saat dirinya ditatap oleh managernya, Boyke. "Aduh.. temennya ganteng banget sih Cin.., mau dong gue satu juga," sahut Boyke, ia mengendipkan sebelah matanya kearah Nic. "Hahahaa.. ya udah lo ambil, Nic ini belum punya pacar tau." Sera malah mempromosikan Nic di tempat pemotretannya. Semua mata kaum hawa terlihat langsung berharap. Berharap Sera mau memperkenalkan Nic padanya. Tapi tidak dengan Nic, ia nampak kesal luar biasa, tak tahukah Sera hanya dirinyalah yang diharapkan Nic bisa mendapati hatinya, namun Nic tak bisa protes, ia hanya tersenyum samar. Sampai seorang pria yang seharusnya menjemput Sera ikut datang kepemotretan. “Sayang...! kamu bisa dateng juga akhirnya,” seru Sera ke Ben, kekasihnya. Yaaah... Nic hanya selingan bagi Sera. Ia layaknya makanan pengganti yang bahkan malas Sera cicipi. Sedang Ben adalah hidangan pembuka yang begitu menggiurkan. “Di sini juga lo!” sarkas Ben tak suka melihat Nic. Laki-laki itu malah seakan sengaja, ia mengecupi bibir ranum Sera di depan Nic. ‘Sial.. Sungguh sialan Ben, lihat saja Sera akan jadi milikku suatu hari nanti’ pekik Nic dalam hati. Ia pergi dari sana, dan memang tak akan ada orang yang peduli dengan kepergiannya, ia hanya tamu yang tak diundang. Tapi sikapnya seolah ia adalah mystery guest yang paling ditunggu hadirin. *** Nic kambali ke kantornya, kantor yang ia bangun tujuh tahun yang lalu, berkat uang peninggalan sang kakek, serta warisan keahlian yang ia dapatkan dari kakeknya juga. Ayahnya Nic...? Ayahnya Nic adalah laki-laki penyayang, terlalu sayang dengan ibu Nic sehingga ia membuka yayasan sekolah. Karena cita-cita ibunya Nic yang sangat ingin dekat dengan semua anak-anak, tapi sayang, Ibunya Nic meninggal sebelum mampu melihat yayasan itu berdiri. Dan saat itu Ibu Nic terlambat mendapat penanganan karena Mr. Edward, ayah Nic sedang sibuk di yayasan sekolah. Sejak saat itu Nic sedikit menjauh dari Edward, ia merasa Edward telah menyia-nyiakan ibunya. Ditambah berkat yayasan sekolah yang dibangun Mr. Edward, Nic harus menjadi bulan-bulanan sekolahnya. Yayasan yang dibangun atas sukarelawan para pengusaha besar di kota Jakarta itu, menjadi momok yang menakutkan bagi Nic sendiri. Flashback On. “Hei.. hei...!! lihat tuh anak tukang minta-minta lewat, pantes bau amis,” ledek Thom saat melihat Nicho lewat. “Kerjain yuk!” tambah Vino ia sengaja melebarkan kakinya membuat Nicho terselimpet kaki Vino saat lewat. “Wooii... jalan pake mata, mata udah empat gini masih aja jatoh! cepet minta maaf sama sepatu gue,” titah Vino dingin. Nicho masih tertunduk dalam, ia merasa tadi lihat betul kaki Vinolah yang telah menghalangi jalannya, tapi mengapa ia yang harus minta maaf ? “Maafin aku,ya sepatu Vino." Haaah.. yang keluar dari mulutnya justru kata-kata menjijikkan. Bagaimana mungkin manusia minta maaf dengan benda mati. Sungguh Nicho begitu benci dengan dirinya, benci karena terlalu takut, benci karena tak bisa melawan, dan benci mengapa ia anak seorang ketua yayasan. Memangnya apa yang salah dengan ketua yayasan ? memang tidak ada yang salah! Semua itu adalah pekerjaan yang mulia, Mr. Edward malah melakukan sistem switch yang artinya dimana pelajar yang kaya akan menyisihkan setengah uang SPP-nya untuk pelajar yang kekurangan. Dan sebagai gantinya pelajar yang mendapatkan dana bantuan diwajibkan untuk berprestasi dibidang akademik demi menaikkan nama yayasan, serta nama seluruh pelajar di sana. cukup adil bukan?!. Lagipula Mr. Edward tidak meminta, ia hanya mengajukan proposal ke semua perusahaan. Jika perusahaan setuju, maka semua itu akan menjadi bentuk kerjasama yang saling menguntungkan, tapi karena kesombongan, Mr. Fredy ayah dari Ben Zaid yang menghancurkan semua nama baik Mr. Edward, ia bersikap seolah yayasan tak akan berjalan lancar tanpa dana pasokan dari perusahaannya, dan sejak itu pula Ben menjadi besar kepala. "Hahahhaha.. Bodoh! Nicho... Nicho.. percuma lo kutu butu kalau masih aja bodoh!” hina Vino, apapun yang dilakukan Nicho ke tiga orang ini tak akan pernah benar di mata mereka. “Hehhehe... Vino bisa aja!” Nicho justru semakin terlihat bodoh dengan ikut mentertawai dirinya sendiri, harga dirinya telah hancur, tapi Nicho tahu ia tak boleh melawan sama sekali, yayasan yang telah menjadi nyawa bagi Mr. Edward sebisa mungkin ingin Nicho jaga sepenuh jiwa. Meski harus mengorbankan hatinya sendiri. "Aduh gue muak lihat ketawa lo, pergi sana,” balas Thom. Ia mendorong Nicho kasar. Nicho pergi dengan tersenyum setidaknya hari ini penghinaan yang ia dapat tidak terlalu parah. Setiap pagi sebelum sekolah, ia hanya berdoa semoga hari ini ia tak mendapat bullyan yang sangat kejam, dan nampaknya hari ini doa nya dikabulkan oleh yang maha kuasa. *** Sementara di kantin SMP. "Naya, udah kamu tunggu di meja aja. Biar Bibi yang anterin pesenannya." Meski sudah diperingati. Tetapi Naya tetap mau membantu Bibi penjual mie ayam yang selama ini sudah begitu baik padanya. Tanpa beliau, mungkin Naya selalu kesulitan belajar sebab tidak mendapat asupan makan yang baik. Dengan percaya diri, gadis itu membawa beberapa mangkuk mie ayam sebelum sebuah kaki menghalangi langkahnya. Membuat Naya terpelanting. Mangkuk-mangkuk mie itu jatuh berserakkan. Sedang helaian mie mengenai kepala Naya. Naya menggeram kesal. Ia melirik musuhnya sinis. Sebenarnya apa mau gadis itu. Mengapa sangat senang mengerjai Naya. "April. Kamu sengaja kan?! Ayok ngaku!" Naya sudah mencengkram kerah seragam April. Jangan harap dirinya bisa di tindas semudah itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD