Bab 8

1023 Words
Roy buru-buru pulang kerumah, pikirannya kacau. Membuat ia malas bekerja, yah.. Roy sejak dulu memang orang yang semena-mena. Ia hanya akan bekerja sesuai moodnya saja. "Kau sudah pulang?" Ranya Rini saat melihat suaminya Roy. "Bagaimana kabar Nesa?" Tanya Roy tanpa lebih dulu menjawab pertanyaan Rini. "Anak itu baik, aku memperlakukannya dengan baik" Bohong Rini, ia tahu Roy tak suka jika Nesa diperlakukan secara brutal. "apa kau ingin melihatnya?" Tanya Rini menantang Roy. "tidak. Setiap kali aku melihat Nesa maka perasaan bersalahku pada Dika akan muncul. Karena itu aku tak ingin melihat Nesa lagi. Aku ingin meyakinkan diriku apa yang aku lakukan ini benar" Ucap Roy mencoba mencurahkan isi hatinya, ia berharap menemui sedikit kewarasan Rini. "Hahaha... nyatanya bukan kau yang jahat sayang, tapi Dika. Dika yang jahat disini" Ucap Rini dengan seringainya yang membuat buluk kuduk Roy berdiri. Disaat Roy dan Rini berbicara, Rian dan Reno baru saja pulang dari sekolah Rian, nampak Rian yang begitu akrab dengan Reno bahkan Rian memanggil Reno dengan sebutan Ayah. "Ayah.. nanti aku mau lagiyah makan es krim yang kayak tadi" Manja Rian yang sejak tadi tak melepaskan genggamannya dari tangan Reno. Hal itu sukses membuat hati Roy memanas. "Rian.. apa yang kau lakukan" Tegas Roy tak terima jika Rian memanggil laki-laki lain dengan sebutan ayah. "Tenang bro, gue cuma bantu Rini kok jemput Rian" Balas Reno saat jarak mereka sudah dekat. "Lo taukan Rini harus jaga Nesa, anak yang lo bawa itu" Tambahnya yang dibalas anggukan dari Rini. "tapi kenapa Rian manggil lo Ayah" Sinis Roy tak terima. Nampak Rian yang menggumpat dibalik badan Reno. Ia takut jika papanya marah besar. "Hahahaha... yah namanya juga anak-anak iyahkan, Rian" Balas Reno kembali sambil menarik tangan Rian keluar, Reno dan Rini memang bilang mereka itu sepupu jauh karena itu Roy tak menaruh curiga namun lambat laun perasaan Roy tak mudah ditipu. Ia merasa Rian lebih mirip Reno. Tapi sekali lagi karena keegoisannya yang begitu mencintai Rian membuat ia tak terima jika ia bukan ayah kandung Rian. Rian yang keluar dari tempat persembunyiannya mengangguk patuh. sesekali matanya menerjap melihat kearah Roy. "Tinggalin gue sama keluarga gue" Pinta Roy sambil menarik lembut tangan Rian. 'Keluarga lo? Maksud lo anak sama pacar gue' Bathin Reno berucap. Tanpa diminta dua kali Reno pergi dengan kerlingan mata dari Rini yang sama sekali tak dilihat Roy karena ia sedang berjongkok merayu Rian. "Rian.. ikut Papa yuk" Ucap Roy sambil menggendong Rian. dan Rini sama sekali tak mengikut langkah Roy, ia berniat kekamar Nesa meminta gadis itu untuk mandi. ia tak mau bau tubuh Nesa membuatnya mual. "Keluarlah.. dan mandi, tapi ingat jangan sekali-kali kau minta bantuan" Ancam Rini diambang pintu, Nesa yang menang sejak kemarin sudah pipis disana merasa perlu kekamar mandi. Dengan kepayahan Nesa berusaha berdiri. Kakinya yang mestinya mendapat terapi justru dibiarkan begitu saja, sesekali Nesa berjalan dengan menyeret kakinya, matanya yang buta kini menambah daftar kesialan Nesa. Beberapa kali gadis itu terjentuk tembok namun Rini sama sekali tak ingin membantu Nesa. Sesampainya didalam kamar mandi Nesa langsung membahasi tubuhnya, ia teringat dulu Naysilla selalu mengajarkannya mandi sendiri yah.. walaupun terkadang Bik Arum curi kesempatan demi memandikan Nesa. "Nek.. nanti bunda tahu terus marah sama Nesa" Ucap Nesa saat itu. "Gak akan Nona kecil, Bundamu tak akan marah padamu. Ia begitu mencintaimu, Nenek percaya itu" Balas Bik Arum yang memang sudah mengenal lama Naysilla. Mengingat kenangan tersebut tanpa terasa Nesa kembali menitikan air mata. rasanya begitu cepat hidupnya berubah. Ia begitu merindukan Naysilla, Bundanya, ia juga merindukan Bik Arum nenek angkatnya. "Dorr.. dorrr.. hei kau tak matikan didalam sana?" Ucap Rini yang sejak tadi berjaga didepan kamar mandi. Nesa yang kaget terjatuh dagunya mencium lantai hingga berdarah. "Huhuhuhuhu.. Bunda Nesa berdarah" Adunya sendiri. "Duh.. begitu saja pakai nangis" Kesal Rini sambil bertolak pinggang ia sama sekali tak berniat membangunkan Nesa. "Masya allah, non Nesa.." Ucap Bik Sumi, Pembantu rumah keluarga Rini tanpa diminta Bik Sumi sudah membantu Nesa bangun melap luka Nesa dengan handuk. "Apa yang kau lakukan?!" Marah Rini melihat kelancangan Bik Sumi. "Non Nesa berdarah, Nyonya" Ucap Bik Sumi takut-takut. Ia memang sudah mengenal Nesa lama. "Aku tak memintamu membantunya" Teriak Rini keras. Nesa saat ini mandi dikamar mandi khusus pembantu karena itu Roy sama sekali tak mendengar teriakan Rini karena jaraknya yang lumayan jauh. Bik Sumi yang takutpun keluar dari dalam kamar mandi, matanya tak lepas dari menatap Nesa. Ia sungguh tak mengira majikannya bisa sangat tega terhadap Nesa. Sesekali mata tua itu menangis melihat Nesa yang kini buta. "Cepat ganti pakaianmu, aku tak mau kau dihinggapi lalat, yah.. walaupun lalat memang cocok untuk keturunan Dika" Ucap Rini setelah berhasil mengusir Bik Sumi. Rini terlihat jalan lebih dulu meninggalkan Nesa dibelakangnya. saat itu nampak Rian yang sedang berada didapur. Ia melihat Nesa dari kejauhan, Nesa yang pincang dan buta serta terdapat luka didagunya membuat Rian kecil jadi takut 'Nesa jadi monster' Gumamnya sendiri. Iapun berlari keruang kerja papanya demi mengadu ke Roy apa yang ia lihat. "Pap.. papa... Nesa, Pa. Nesa jadi monster" Ucap Rian setelah berhasil duduk dipangkuan sang ayah. "Apa.. hahahha.. Rian, Rian kau terlalu berimajinasi. Nesa tetaplah Nesa, ia sama sekali gak menjadi monster." Balas Roy yang lucu sendiri dengan imanjinasi anak laki-lakinya. "Bener Papa, Nesa jadi monster. Kata Mama malah" Polos Rian. Roy yang semula menganggap hanya candaan Rian jadi berfikir. Apa sebenarnya mau Rini?. Dengan cepat Roy menemui Rini yang sudah duduk di ruang televisi. "Mengapa kau bilang ke Rian jika Nesa jadi monster sekarang?" Tanya Roy dengan nada marah. "Hahahah.. aduh sayang namanya juga Rian, diakan anaknya lagi seneng main itu tuh.. emmm robot-robotan gitu. Nah aku bilang saja Nesa yang jadi monsternya" Bela Rini yang selalu pintar memutar balikkan pembicaraan. "Sungguh? Hanya itu. Kau tak menyiksa Nesa kan, Sayang? " Tanya Roy kembali memastikan. Tanganya menggengam lembut tangan Rini. "Aku tak akan setega itu" Jawab Rini dengan senyum halusnya, membuat Roy terpana dan sekali lagi mampu dibohongi oleh wajah lembut Rini. Rini kembali mendekap Roy lembut, namun dibelakang Roy Rini nampak tersenyum licik. 'aku tak akan setega itu, karena aku akan berbuat sesuatu yang lebih dari kata tega Roy, kau hanya alatku mencapai misi balas dendamku ke Dika.' Suara hati Rini berucap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD