Tercyduq

3320 Words
Wajah July merah padam melihat cowok yang hanya mengenakan celana kolor dihadapannya itu adalah Rei. Tangan kirinya terkepal karena kesal, bukan kesal karena PMS tetapi karena seorang cowok yang selama ini ia anggap lugu dan kalem itu ternyata adalah seorang penari striptis. Penari yang menyuguhkan tarian erotis yang hampir membuatnya muntah . July menarik tangan Rei menuju samping panggung. Tiba disana dia membuka jaket parka dan memberikan pada Rei untuk menutupi kolornya itu. Ia malu, malu karena Rei bukan hanya sebagai penari striptis tapi sebagai pacarnya. Rei mendekatkan mulut ketelinga Julia. "Tunggu aku di depan gedung. Aku ganti baju dulu." Pintanya, langsung bergegas menuju pintu disamping panggung. Julia berjalan menuju pintu keluar. Elis yang sejak tadi memperhatikannya tidak dapat berbuat apa-apa kecuali hanya duduk manis melihat sahabatnya bicara dengan penari itu. Ketika Juli melewatinya, Elis berteriak memanggilnya. "Jul, lu mau kemana?" Elis mengekori dari belakang, tapi sahabatnya itu hanya diam membisu. Tiba dibagian security July meminta kembali handphonenya. Setelah menerima, ia kembali berjalan menuju pintu keluar dan melewati dua bodyguard yang sama ketika ia memasukinya tadi. Elis berlari kecil mengejar langkah July yang panjang, setelah memasuki lift ia mulai bertanya padanya. "Lu kenapa sih, Jul?" Nafas Elis masih ngos-ngosan mengejar July. Aroma kuat dari bir itu juga keluar dari mulutnya. Juli menatap wajah Elis, ia malu menceritakan kalau cowok yang bersamanya tadi adalah pacarnya. Karena yang Elis tahu Rei hanya seorang cowok sederhana dan lugu seperti yang biasa ia ceritakan. Tapi kali ini mereka sama-sama menyaksikan kalau diruangan klub tadi semua cowok adalah penari striptis kecuali bartender dan bodyguard itu. Ia tidak tahu bagaimana menceritakannya, hatinya masih sangat dongkol, lebih dongkol ketimbang digoda oleh sekelompok cowok reseh saat di klub lain beberapa bulan yang lalu. "Lis, gue harus pulang ke Bekasi sekarang juga." Hanya itu yang sanggup July beritahu kepada Elis. Sementara kakinya melangkah keluar dari lift dan mulai berjalan meninggalkan gedung itu. Elis masih mengejarnya. "What's wrong, Jul? Apa lu gak suka sama acaranya atau lu gak suka sama sodanya?" Juli membalikkan tubuhnya. "Gue tiba-tiba ingat kalau gue ada urusan penting. Maaf ya Lis, gue harus buru-buru." Ujarnya, ia kembali berlari menuju pintu keluar gedung. Tak jauh di depan gedung, Rei sudah menunggunya. Ia sudah berganti pakaian, seperti Rei yang biasa Julia kenal. Hanya mengenakan kemeja dan celana jeans dan ia juga menyandang ransel di bahunya. July mendekatinya, Rei menaruh jaket parka July tadi di kedua bahunya. "Kamu masih marah?" Rei mulai bertanya, ia tidak melihat wajah ceria July yang biasa ia lihat. July menatapnya sinis. "Kita ngomong nanti di kontrakan kamu, Rei." Ujarnya sembari memakai jaket, ia masih memasang wajah masam, se-masam jeruk lemon yang biasa ia minum tiap Minggu. Rei tersenyum, ia genggam tangan July dengan tangan kirinya, sementara tangan yang lainnya memesan taksi online pada handphone barunya. Rei mengajaknya menuju trotoar untuk menunggu mobil yang akan membawa mereka pulang ke Bekasi. Hari sudah terlalu malam dan bus menuju Bekasi sudah tak ada yang beroperasi lagi. Elis mengintip dari kejauhan, ia melihat July bergandengan tangan dengan cowok penari tadi, ia terheran dengan mereka. "Hebat banget si July, sudah gaet tuh cowok. Tanpa kasih tips, tuh cowok langsung mau di ajak sama teman gue." Elis terkekeh sendiri. "Elu emang mantul, Jul!!" Ucap lagi bicara sendiri dibalik tiang. "Mbak,Mobilnya mau saya ambil sekarang?" Tegur seorang valet kepadanya. Ia menoleh kebelakang lalu mengangguk setuju dan masih memperhatikan mereka. Lima belas menit kemudian sebuah mobil Avanza berwarna hitam menghampiri mereka dibahu jalan. Rei membuka pintu mobil mempersilahkan July untuk naik terlebih dahulu, setelahnya Rei duduk disampingnya. Ia masih melihat Juli terdiam. Ia pahami bahwa Juli memang sangat marah padanya dan hanya menggenggam tangannya yang ia bisa lakukan sekarang. Untungnya gadis itu tidak menepis genggamannya, seakan pertanda ia akan memaafkan Rei kali ini. Selama satu jam perjalanan mereka saling membisu, bahkan supir taksi online pun heran dengan dua orang penumpangnya. Supir itu sempat mengira mereka adalah pasangan bisu karena semenjak naik hingga turun tak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Tapi Sang supir tidak terlalu memikirkannya karena penumpangnya telah membayar lebih dari harga yang ada di aplikasi. Tiba di tujuan, mereka turun dari mobil Avanza itu. July menarik genggaman Rei menuju sebrang jalan tepatnya pada gerobak yang menjual minuman hangat kesukaannya, sekoteng. Segelas soda yang sudah ia minum ketika di klub tadi tidak menghilangkan rasa hausnya dan ia juga merindukan sekoteng walaupun baru kemarin ia meminumnya. July memesan dua bungkus sekoteng. Setelah selesai dibungkus, dengan cepat Rei memberi uang pada penjual sekoteng itu. July masih menatapnya jutek, ia tidak berharap Rei mentraktirnya karena ia tahu Rei sudah membayar ongkos taksi online tadi, dan sekoteng ini hanya ungkapan terima kasih padanya tapi sayangnya ia harus mengenyam kekecewaan lagi karena Rei sudah membayarnya. Rei tersenyum. "Aku gak biasa di traktir cewek." Ujarnya, membela diri. Ia kembali mengandeng tangan Julia menyebrangi jalan dan kembali berjalan memasuki gang menuju kontrakannya. Hanya 100 meter mereka berjalan, Rei membuka pintu kontrakan dengan anak kunci ditangannya. Ia meminta July masuk terlebih dahulu lalu menutup pintu. July menaruh slling bag-nya lalu berjalan ke dapur mengambil dua mangkuk dan menyalin sekoteng. Ia menyuguhkan di tempat biasa, karena kontrakan itu hanya dua petak jadi untuk tidur dan makan berada di ruangan yang sama. "Minum dulu selagi masih hangat. Selesai ini kita baru bahas tentang yang tadi." Ujar Julia, meminta Rei untuk menghabiskannya. Rei tersenyum. "Oke, Sayang."  Sahutnya, mulai menyantap minuman itu perlahan. Menyantap sekoteng tidaklah selama memakan nasi goreng atau roti bakar. Hanya paling lama 10 menit minuman hangat itu pun habis oleh mereka teguk. July menaruh mangkuk kotor itu kedapur, sekembalinya ia mengelap lantai itu dengan tisue, ia tidak mau Rei tidur ditemani rombongan semut, karena takut ketampanan Rei berkurang nantinya. July duduk disampingnya tapi Rei mendekati dan duduk memeluknya dari belakang. Ia mengecup pipi July. "Kalau kamu mau marah, marahlah.." Ucap Rei. Tangannya masih erat memeluk pinggangnya. Pandangan July masih kedepan. "Aku cuma pengen penjelasan dari kamu saja Rei, kenapa kamu mau menjadi penari striptis? apakah karena uang?" Ia mulai bertanya serius, lebih serius dari pada Najwa Shihab saat mewawancarai narasumbernya. Terdengar Rei menghela nafas tepat ditelinganya, posisi masih seperti yang tadi. Masih memeluknya. "Awalnya iya karena uang, July. Tapi lama-lama saya menikmatinya. Selain saya dapat uang saya juga bisa menghibur orang yang menonton." Rei mulai menceritakan awal mulanya ia bisa menjadi penari striptis. July membalikkan badannya, menatap bola mata Rei yang berwarna coklat terang itu. "Kamu menikmatinya, Rei? Kamu gesek-gesekin badan kamu ke penonton lalu menari gak jelas. Kamu bilang menikmatinya? Come on, Rei. Kamu itu calon sarjana sastra Jepang loh." July pegang kedua tangan Rei yang berada didepannya pinggangnya. "Masih banyak cara kamu bisa dapat uang selain dari cara itu Rei. Kamu bisa jadi interpreter, guide , guru les or something like that." Ia memberi saran untuk Rei. Rei mengangguk setuju, yang July katakan memang benar. Masih banyak jalan menuju Roma. July masih menatapnya tajam. "Sudah berapa kali kamu kerja seperti itu?" Tanyanya. Ia lihat Rei terdiam sebentar, seperti sedang menghitung. "Ini yang kelima. Yang kamu bilang itu benar. Saya akan berhenti dari pekerjaan itu." Jawab Rei. Ia menyadari bahwa ia juga sesungguhnya sudah mulai bosan menari dihadapan para wanita kaya yang haus kasih sayang. July masih menatapnya. "Kamu gak perlu janji pada aku, Rei.” “Cukup janji pada diri kamu sendiri. Karena kamu yang ngejalanin. Bukan aku. " Ujar july lagi. Ia tidak memaksa Rei untuk membuat pilihan, ia hanya mengingatkan saja karena ia peduli dengan Rei. Rei mengangguk, ia lalu memeluk July dihadapannya. Ia kecup pipinya. "Kamu mau menginap disini? Hari sudah terlalu malam.” Pinta Rei. July melihat jam tangannya, sudah hampir jam 1 malam. Ia tidak mungkin pulang kerumahnya karena ayahnya akan membuat kehebohan lagi di perumahannya. Jadi mau gak mau ia harus menginap di kontrakan Rei untuk malam ini. "Ya, kalau aku pulang bapakku bisa-bisa masuk acara 86 karena sudah buat kehebohan, Rei." Balas july. Rei tertawa mendengarnya jawaban July. Ia bangkit lalu mengambil bantal boneka dari lemari plastiknya, mungkin hadiah dari salah satu cewek yang menggemarinya. Ia taruh bantal boneka emoticon smiley itu di atas kasurnya, sementara bantal yang biasa ia pakai, ia taruh disamping kasur atau diatas keramik itu. "Tidurlah disini." Rei meminta sambil menepuk pelan kasur itu. July berjalan ke kasur dan duduk disitu, ia pindahkan bantal Rei kesampingnya. "Kamu juga tidur disini, Rei. Nanti badan kamu sakit-sakit tidur di atas keramik."July juga meminta membuat Rei tersenyum lagi. Rei bangkit lalu mengganti bajunya dengan kaos dan celana pendek dan mematikan semua lampu yang hanya menyisakan lampu teras saja. Ia berbaring disamping July. Mereka saling berhadapan, walau lampu sudah dimatikan tetapi ruangan itu masih terkena sinar dari lampu teras. Rei tersenyum melihat wajah cantik July di hadapannya, ia juga mempunyai pertanyaan yang membuatnya penasaran sejak tadi. "Kenapa kamu bisa ada di klub?" Tanyanya sambil memegang tangan July. Gadis itu menghela nafas sebelum menjawabnya. "Teman aku  yang ngajakin kesana. Awalnya gak mau tapi dia bilang ada acara bagus, mau gak mau saya harus ikut." "Ternyata acaranya kayak begitu." July menjawab sambil menaikkan kedua bahunya. Rei membelai pipinya. "Kalau kamu gak kesitu, mungkin saya masih terus jadi penari---" Belum selesai Rei bicara, July menaruh telunjuk tepat ditengah-tengah bibirnya. Ia menggeleng tidak mau mendengar ucapan Rei tentang tarian itu lagi. Telunjuk July dipegang olehnya. Rei menggeser badannya mendekati July, ia pegang punggungnya dengan tangan kirinya lalu menaruh wajah July didadanya,  membiarkan mendengar detak jantungnya. July memegang d**a satunya lagi, ia mendongak melihat Rei, pria mirip aktor Hollywood yani gellman itu selalu tersenyum menatapnya. Rei mengelus pipinya, pandangan matanya tertuju pada bibir seksi July yang sejak tadi membuat menelan air liurnya. Ia mendekati bibir itu yang sudah terbuka semenjak July mendongak menatapnya. Rei mencium lembut bibirnya, bibir berasa manis itu yang selalu ia rindukan tiap hari walau malam ini ia merasakan aroma jahe dari mulutnya tetap tidak mengurangi candu pada bibir itu. July memejamkan matanya, bukan karena ia tertidur tapi ia menikmati sebuah ciuman yang sudah Rei mulai, ia tahu lama-lama Rei akan pandai menciumnya seperti dirinya. July juga membiarkan tangan kiri Rei menari bebas dipunggungnya sampai akhirnya tangan itu berlabuh didalam kemeja July, tapi ia mencegah ketika mulai berjalan menuju gunung kembarnya, ia merasa terlalu cepat untuk melakukan itu setidaknya ia akan membuat Rei penasaran. July terduduk, ia lihat wajah Rei yang mulai memerah karena spanengnya sudah mulai naik, kali ini saatnya July unjuk gigi. Ia menyampingkan tubuhnya sehingga menjadi setengah berbaring, kedua telapak tangannya berada dikedua sisi telinga Rei, sementara kedua tangan Rei memegang pinggangnya. July mendekati bibirnya, ia miringkan wajahnya kekanan agar hidungnya tidak tabrakan dengan hidung Rei yang lebih mancung. Ia kulum bibir atasnya pelan tapi Rei sudah menyambut bibir itu dengan antusias. Rei mengeratkan pelukannya sehingga membuat d**a July beradu dengan dadanya yang bidang. Rei membalas setiap ciuman July, bahkan kali ini ia merasa ia lebih b*******h menciumnya. Rei mencoba duduk, ia dorong pelan tubuh Julia ke kasur sehingga gadis itu kini berada dibawahnya. Ia merasa hawa kamar kontrakan panas walaupun sudah menyalakan kipas angin. Ia buka kaos itu lalu melemparnya ke lantai. Ia tatap wajah July, ritme nafasnya sama dengannya. Tidak beraturan setelah ciuman pertama. Ia mencium bibir July lagi, saking ia bernafsu menciumnya timbul suara dari bibir mereka. Ciuman Rei mulai mengarah menuju lehernya, sedangkan kedua tangan July memegang kepala Rei yang mulai basah karena keringat. Naluri nakal Rei sebagai cowok mulai keluar. Ia perlahan membuka kancing kemeja itu, sedangkan bibirnya masih khusyuk melekat dibibir July. Ketika semua kancing itu terbuka, Rei terperangah menatap gunung kembar July yang menantang. Walau kedua gunung itu ditutupi dengan kutang berenda, ia bisa menebak keindahan keseluruhan isinya. Rei mencium  bagian atas d**a July, ia tak mengira jika ciumannya meninggalkan bekas tanda merah dikulitnya yang putih. Tetesan keringat wajahnya berjatuhan di dadanya. July menyeka keringat yang sudah membasahi tubuh Rei. Ia tahu Rei terhipnotis melihat gunung kembarnya, tapi ia tidak sedang ingin bermain sekarang. Ia terlalu mengantuk untuk melanjutkan permainan Rei. Ia membisikkan kalimat ke telinga Rei, cowok itu tertawa kecil, tidak ada rasa kecewa ataupun marah mendengar penolakan July. Bibir July dikulumnya sekali lagi lalu Rei berbaring disampingnya. Ia tersenyum melihat July. "Tidurlah. " Ia menyuruh, July membalasnya dengan anggukkan kepala. Setelah ia memejamkan mata tak butuh waktu untuk menghitung domba, ia pun tertidur. Bahkan kemejanya lupa ia kancingkan, Rei kembali mengkancingkannya, ia takut Julia masuk angin karena ulahnya. Rei kembali tersenyum melihat July tertidur, pertama kalinya ia tidur bersama cewek selain ibu dan bibinya. Rei mencoba memejamkan matanya, kali ini ia akan bermimpi indah karena seorang Julia menemaninya malam ini. Ia genggam tangan July, hangat tangannya membuat ia mulai berjalan menuju dimensi lain, dimensi alam mimpi.. ❤❤❤ "Jul, Julia---bangun." Rei menepuk pelan tangannya. Sudah dua kali ia membangunkannya tapi Julia belum juga membuka matanya. Rei mencium pipinya, lebih tepatnya ia mengenyot pipi itu. Tidak lama July membuka matanya. Basah...itu yang July rasakan di pipi itu sekarang, ia usap pipi itu lalu mulai duduk di kasur busa Rei. Ia mengucek kedua matanya. Ia masih loading. ‘1--2--3--’ Baru terlihat jelas wajah Rei sedang tersenyum menatapnya. Julia tidak membalas senyumannya, yang ada dipikirannya sekarang adalah ia harus ke kamar mandi untuk membasuh wajah dan menggosok giginya. Ia melangkah menuju kamar mandi, Rei sudah menyiapkan sikat gigi baru untuknya. "Sikat gigi itu buat kamu July. Pakailah." Ujar Rei setengah berteriak, ia sedang mengemas beberapa kertas kedalam ranselnya. "Ini kunci kontrakan, aku taruh di dekat tas kamu. Nanti kamu kunci ya, aku pegang duplikatnya." Rei menyandangkan ranselnya lalu memakai sepatu kets. "Aku pergi dulu Jul, Aku sudah telat." Ujar Rei sambil menutup pintu. "Eh? kamu cepat banget berangkatnya Rei?" Julia menjulurkan kepalanya keluar dari pintu kamar mandi itu, sementara dimulutnya dipenuhi busa pasta gigi. July berjalan melihat jam yang menempel didinding ruang depan. "Hah setengah tujuh!!” Ia setengah berteriak, busa-busa yang menempel dimulutnya bermuncratan keluar. Ia segera menuntaskan sikat giginya. Setelah selesai, ia menguncir rambutnya sambil menyelempangkan tas dibahu. Dengan cepat July menutup pintu kontrakan Rei dan menguncinya. Sepatu kets July sudah ia kenakan, saatnya ia ambil langkah seribu menuju rumahnya Ia harus berlari pagi sejauh 500 meter menuju rumahnya. Nafas July ngos-ngosan begitu tiba di rumahnya. Untungnya Roby, adiknya masih berada dirumah yang baru saja akan mengunci rumah itu. Roby terheran melihat kakak perempuannya tiba dirumah langsung mengambil anak kunci dari tangannya dan bergegas memasuki rumah. Sesampai kamar mandi July langsung melepas semua pakaian yang melekat ditubuhnya, ia harus mandi secara kilat, mandi ala capung. Tak perlu lama, hanya lima kali guyuran gayung ia sudah menuntaskannya. Setelah memakai handuk, July mengambil kaos, cardigan dan celana jeans-nya. Ia lalu mengenakannya, tentu saja setelah k****t dan kutang. Berhubung motor July masih ia taruh di penitipan motor, terpaksa harus memesan ojek online. Ia berdiri didepan rumah menanti ojek itu tiba. Untungnya tak sampai 10 menit ojek itu datang menghampirinya. Julia langsung ambil posisi duduk dibelakang tukang ojek itu. "Tarik, Bang. Gue sudah terlambat nih!" Pinta Julia, lantang. Tukang ojek itu mengacungkan jempolnya. "Siap, Neng!! Ayo kita let's go." balas Si tukang ojek, ia mulai ambil ancang-ancang mengemudikan motor seperti akan mengikuti pertandingan MotoGP. Tapi sayangnya mereka tidak sedang berada di sirkuit sekarang tapi di jalan raya yang penuh dengan kendaraan, alhasil mereka terjebak macet setelah berjalan sekitar 2 kilometer. Juli terpaksa harus turun disitu, ia harus menaiki bus umum lainnya karena ia sudah terlambat. Biarlah ia rugi beberapa ribu asalkan ia cepat sampai di Jakarta sekarang. ❤❤❤ Julia tertegun melihat Elis menghampiri dan duduk sambil cengengesan melihatnya. Ia mengacungkan jempolnya. "Jul, Elu hebat, mantul!!" Pujinya. Juli bingung dengan pujian yang Elis ucapkan. "Berapa ronde tadi malam?" Tanya Elis setengah berbisik. July meniup asap rokok itu. "Maksud lu apaan sih, Lis? Gue gak ngerti?!" Elis mengambil sebatang rokok yang berada disamping July. "Jangan pura-pura, Jul. Tadi malam gue lihat lu pulang bareng sama tuh cowok. Pake gandengan tangan segala."  Terang Elis. Ia masih tersenyum. Julia membalas tatapannya. Ia harus memberi tahu kebenaran tentang apa yang terjadi tadi malam yang membuat meninggalkan Elis di klub. Mata Elis terbelalak mendengar cerita July. Ia tidak menyangka kejadian itu menimpa July tadi malam. "Itu beneran? Itu Rei?!" Ia bertanya yang kedua kalinya. Dua kali juga July mengangguk. "Iye, iye itu cowok gue!" Jawabnya lagi. Elis memicingkan matanya. “Terus habis itu lu pulang kemana?" Tanyanya. July tahu arah pertanyaan Elis, ia pasti berharap kata 'Hotel' keluar dari mulutnya. Pandangan Juli pindah kedepan. "Ke kontrakannya." Jawabnya singkat. Elis menyikut lengannya. “Terus disana lu w*****k wik sama dia?" Ia masih mengorek-ngorek jawaban  July, karena ia yakin setidaknya July melakukan pemanasan pada Rei tadi malam. July tersenyum sambil menunduk, ia buang abu rokok itu di dalam plastik kecil. "Gak ada, cuma kissing aja." Jawabnya lagi dengan santai. Elis makin mendekatinya. "Ciyus, Lu?" Ia gak yakin dengan jawaban July. July mengangguk, ia mengacungkan dua jari telunjuk dan jari tengah. "Suwer tekewer-kewer." Ia menyakinkan Elis. Tapi ia tahu Elis tidak akan mempercayainya. Dan benar saja, Elis langsung menarik ke atas kaos yang ia kenakan sampai ke batas leher sehingga terlihat gunung kembarnya yang dibalut kutang bermotif Doraemon. "Elis, lu apa-apaan sih!" Ia pegang kedua tangan Elis, pandangan sahabatnya itu mengembangkan senyumnya seperti badut menggoda anak kecil. Elis menunjuk. "Tuh, elu bilang cuma kissing. Ini apa? Di gigit nyamuk kepala hitam?” Elis cengengesan setelah melihat cupang buatan Rei tadi malam. July menurunkan kaosnya lalu ia menunduk melihat dadanya melalui celah kaos itu. Merah... Ia lihat tanda merah atau cupang didada bagian atasnya lalu tersenyum kecut pada Elis. "Piss!" Elis menggeleng. " Bukan Julia namanya kalau cuma kissing." Ia meledek. Tak lama July tertawa kecil mendengar ucapannya. July mengangkat handphonenya. Sebuah nomor asing menelponnya. "Hallo--” “July, ini aku, Rei " Ujar seseorang yang menelponnya. July terkejut mendengarnya. "Rei, ada apa?" Tanyanya. Elis terkejut mendengar nama Rei dari mulut July. Ia dekati telinganya kesamping July, bermaksud menguping pembicaraan mereka. Terdengar Rei tertawa kecil dari seberang sana. "Kamu kerja? Kontrakan sudah kamu kunci, Sayang?" Tanyanya. Mendengar kata ‘Sayang’ terlontar dari mulut Rei membuat ia tertawa. Seperti seruan dari seorang suami kepada istrinya. Hal itu lucu untuk July, karena seumur hidup tidak pernah mengharapkan pacarnya memanggilnya dengan kata 'Sayang'. Ia lebih menyukai memanggil namanya, Julia ! July masih tertawa. "Sudah, Rei, Sudah saya kunci." "Saya di Jakarta sekarang, ada apa?" Rei tersenyum. "Gak ada, cuma kangen aja." Ia menjawab. Spontan July tertawa lagi, karena baru tadi pagi mereka berpisah Rei sudah merindukannya. Ia merasa Rei mencoba untuk ngegombal kali ini. Elis yang mendengar pembicaraan mereka hanya cengengesan melihatnya. "Ciye ciye..ada yang kangen." Ujarnya, meledek lagi. July mengedipkan matanya pada Elis. "I miss you too, Rei." Balas July, disambung dengan gelak tawanya. Tak lama July menutup panggilan masuknya. Rei memintanya untuk singgah ke kampusnya nanti malam karena ada sesuatu penting yang akan Rei bicarakan. July sempat penasaran dengan hal yang akan Rei bicarakan, karena ia tidak merasa melakukan sesuatu yang penting. Hubungannya hanya sekedar pacaran biasa saja yang tentu saja belum ke arah tahap serius, karena hubungan mereka baru seumur jagung. Tapi ia tidak mau terlalu memikirkannya karena Elis sudah menghadangnya dengan sejuta pertanyaan tentang Rei dan ia harus melayaninya hingga jam istirahatnya habis. ❤❤❤ July menghentikan motornya tepat di depan pos satpam. Rei sudah menantinya disana. Terlihat beberapa kawan Rei iri melihatnya, karena Julia sosok cewek yang sempurna. Ia seperti Gigi hadid versi Indonesia, hanya saja ‘Gigi’ ini memiliki bola mata berwarna coklat terang bukan biru.  Tubuh July juga tinggi semampai 168 centimeter. Untuk ukuran cewek Indonesia termasuk kategori cewek yang tinggi, bahkan tubuhnya montok dan berisi. Rambutnya yang panjang berwarna kecoklatan sehingga menambah nilai plus di mata para cowok. Anton berjalan menghampiri Rei. Ia menatap sinis ke arah July. Ia rangkul bahu Rei. "Sebaiknya kamu jauhi Rei!" Ancam Anton. Rei menoleh menatap Anton, ia tepis tangan Anton dibahunya lalu melototinya. Julia turun dari motor lalu mendekati Anton, ia mengangkat dagunya. "Maksud lu apa?" Ia balik bertanya. Tak takut dengan ancaman Anton. Anton kembali merangkul bahu Rei, pandangan masih menatap July. "Karena gue cowoknya!"          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD