Talak Yang Diucap

1107 Words
Ben menatap foto-foto pernikahan yang Prita posting di sosial media. Matanya tertuju pada Nina yang tampak cantik mengenakan kebaya bersanding di samping dirinya di pelaminan saat berfoto bersama keluarga inti. Jika melihat foto seperti ini, ia dan Nina tampak begitu serasi. Wajah Nina yang cantik dan lembut seolah mengimbangi tampilan Ben yang dingin dan tegas. Tentu saja Ben tak bisa me-repost foto-foto itu walau ingin. Karena genggaman tangan Nina di tangannya akan menjadi pertanyaan banyak orang jika ia melakukannya. Pertanyaan itu saja sudah membanjiri keluarga dan teman-teman Ben saat melihat Nina, mereka bertanya siapakah Nina? Mengapa ia bersama Ben, di saat Ben sibuk memperkenalkan Delia sebagai calon istrinya pada tante, om serta sepupu. Bahkan ada sepupu Ben yang berspekulasi, Nina adalah anak dari papi Ray lain istri. Ben membuka satu kancing kemejanya lagi karena gelisah, saat mengingat bahwa kehadiran Nina lebih menjadi sorotan daripada Delia. Ada rasa bersalah di hati Ben saat ia menjelaskan Nina adalah perawat Kakek Dato yang sudah dianggap keluarga sendiri. Tak sedikit pula sepupu dan teman-teman Ben yang minta dikenalkan kepada Nina. Wajah cantik Nina yang mengenakan kebaya seolah menyebarkan magnet yang kuat. Ben tahu, Nina sebenarnya tak ingin melakukan itu, tapi sang fotografer menyuruhnya untuk lebih dekat dengan Ben saat berfoto. Ben pun merapat, tapi karena terlalu rapat Nina mencoba membatasi dengan tangannya, sayangnya foto itu diambil dan terlihat seperti Nina tengah menggenggam tangannya. Untung saja Delia tak terlalu memperhatikan. Untuk menjaga perasaan kekasihnya, Ben memutuskan tak akan posting apapun yang berhubungan dengan pernikahan Jo, karena selalu ada Nina di sampingnya. Ben menghembuskan nafas panjang sambil menatap foto kekasihnya yang ia simpan di handphone. Ia harus segera membereskan urusannya dengan Nina, agar bisa melanjutkan hidup bersama Delia. Kekasihnya ini kemarin sempat sedikit sensitif karena merasa tak diterima keluarga Ben saat mereka menolak Delia untuk mendampingi Ben mengantar pengantin. Ada sedikit khawatir di hati Ben saat melihat respon Kakek Dato pada Delia, ia seperti bersikap dingin tak berekspresi saat Delia mendekatinya untuk mencuri hati sang kakek. Berbeda dengan sikapnya pada Nina yang tampak lebih sayang dan perhatian. Tentu saja hal itu tak dapat dibandingkan, tapi itu juga menjadikan kekhawatiran di hati Ben jika kakek Dato tak menyetujui perceraian mereka. Rencananya, malam ini Ben akan menemui kedua orangtuanya untuk mengungkapkan niatnya untuk bercerai dari Nina. Sayang sekali Nina dan Kakek Dato sudah kembali ke Bandung. Jika masih berada di Jakarta, mungkin talak itu bisa ia lakukan saat ini juga. Malam pun datang, mami Rose segera mencium kening anak sulungnya saat Ben memberikan salam. “Papi, mana mi?” tanya Ben sambil duduk disamping ibunya yang asik menonton tivi. “Ada di ruangan kerja. Ada apa?” tanya sang ibu tanpa melepaskan pandangannya dari tivi. “Ada yang ingin aku bicarakan dengan mami papi,” ucap Ben lalu mengajak sang ibu untuk mengikutinya masuk kedalam ruang kerja sang ayah. “Apa?! bercerai?!” ucap papi Ray saat mendengar keinginan sang anak. “Aku rasa sudah cukup aku menjadi suami Nina selama delapan tahun ini pi, aku juga ingin menikah dengan orang yang aku cintai dan saat ini wanita yang aku cintai itu Delia, bukan Nina.” “Apa kamu sudah bicarakan ini dengan Nina?” “Tentu saja sudah, bahkan Nina yang pertama kali menawarkan agar aku menjatuhkan talak untuknya.” “Tapi kasihan Nina, Ben… sudah delapan tahun ini mami menganggapnya anak sendiri. Bagaimanapun gadis itu anak baik dan membantu merawat kakek dengan telaten seperti ibunya.” “Pernikahan ini juga tak adil untuk Nina, kasian dia jika terus aku gantung seperti ini. Jika ia berpisah, mungkin saja setelah ini ia akan menemukan jodoh yang sebenarnya.” Kedua orang tua Ben saling pandang lalu hanya bisa mengangguk setuju atas keputusan anaknya. “Kapan kamu akan melakukannya? Lebih baik kita bertemu dengan Nina dan berdiskusi juga dengannya,” tanya sang ayah pada Ben. “Akhir minggu ini saja kita ke Bandung. Lebih cepat lebih baik pi, ada rasa beban di hatiku pada Delia. Aku merasa seperti membohongi dirinya,” ucap Ben antusias melihat respon kedua orang tuanya. Hari yang ditunggu pun tiba. Ben dan kedua orang tuanya telah sampai di lembang siang itu. Kakek Dato tengah tidur siang ketika mereka bertiga mengajak Nina berbicara serius. “Seperti yang pernah kukatakan, aku akan memberikan sebuah apartemen dan mobil untukmu Nin, agar kamu tidak kesulitan mencari tempat tinggal dan berkendara,” ucap Ben setelah menjelaskan maksud kedatangan mereka. Nina hanya diam. Walau raut wajahnya tampak biasa saja, tetapi di dalam hatinya ada rasa sedih dan terluka. Bukan karena pernikahannya dengan Ben yang tak biasa, tapi ia merasa sedih karena akan kehilangan keluarga. Bagaimanapun, selama delapan tahun ini keluarga Ben telah menjadi keluarganya. “Gak usah mas Ben, aku tak ingin merepotkan mas Ben dan keluarga lagi,” ujar Nina menolak halus. Ia menolak karena tak ingin memiliki hutang budi yang semakin besar pada keluarga ini. “Tinggallah di sini selama yang kamu mau Nin, walau kamu telah bercerai dengan Ben, kami tetap akan jadi orang tuamu. Ingat itu,” ucap mami Rose sedih. Nina mengangguk seraya tersenyum lalu berkata dengan suara lirih, “Aku siap mas…,” Ben pun menghela nafas panjang dan perlahan memindahkan duduknya ke samping Nina. “Bismilahirohmanirohim, Nina, mulai saat ini saya mentalakmu dan kita sudah tidak menjadi suami istri lagi.” ucap Ben perlahan tapi pasti. Nina hanya mengangguk perlahan. Ada leleran airmata yang mengalir dipipinya. Entah mengapa hatinya tiba-tiba saja menjadi sangat sedih. Begitu pula mami Rose, ia segera memeluk Nina yang mulai saat ini tak lagi menjadi menantunya. “Apapun yang terjadi, mami tetap menjadi orang tua kamu Nin,” bisik mami sedih melihat Nina yang menangis dalam diam sambil memeluknya erat. Sedangkan Ben hanya bisa diam dan merasa kasihan pada Nina, bagaimana pun perceraian mereka merenggut status keluarga dari Nina dan membuatnya sendirian. Nina menatap Ben lalu mengambil tangan Ben dan mencium punggung tangan pria yang baru saja menjadi mantan suaminya. “Terimakasih Nin, maafkan aku…,” “Aku yang terimakasih mas Ben, mohon maaf jika kehadiran Nina selama ini menghambat masa depan mas Ben,” jawab Nina pelan. Baru saja selesai bicara, terdengar suara bel dari kamar Kakek Dato, bel yang menandakan bahwa ia sudah bangun. Nina segera bergegas ke kamar Kakek Dato dan tak lama keluar dari kamar sambil mendorong sang kakek di kursi roda. Melihat anak dan menantu juga cucunya datang kakek Dato tampak sangat senang. “Sudah makan suamimu Nin? Jadi istri harus melayani suami, apalagi dia datang dari jauh.” Ucapan kakek Dato membuat Nina dan Ben saling pandang sesaat sebelum Nina hanya bisa menundukan kepala dan mengalihkan perhatian kakek Dato yang minta di antar ke mushola di rumah agar bisa sholat Ashar. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD