Prolog

215 Words
[17 September, Jakarta] Ia akan pindah. Berdiri di depan jendela kaca besar, gadis dengan netra berwarnabiru cerah membuka bilah-bilah kerai jendela dan memandangi hiruk-pikuk lalu lintas yang padat di sekitar bundaran HI, dua tingkat di bawah sana. Hari ini kerja kerasnya mengkhianatinya. Ribuan jam yang dihabiskan untuk menyusun rencana, dan mengatur langkah akhirnya membuatnya tersingkir dari istananya sendiri. Ia menghela napas berat. "Sudah dua tahun ternyata," ujarnya lirih. Sembari mengikat rambut ikalnya, ia menatap pantulan diri di kaca. Lingkaran hitam di bawah mata, wajah pucat dan pipi tirus itu menyiratkan rasa lelah yang nyata. Ia kemudian tersenyum kecil. Semua akan berubah, ia akan pindah ke kota kecil yang tidak akan pernah ada yang mengenalnya. Di sana, ia akan melanjutkan dunia gelap yang membesarkannya, dan menemukan apa yang dia cari. Gadis itu masih memandang ke luar jendela, namun matanya tidak benar-benar melihat. Ia bergumam pelan, hanya didengar olehnya. "Maafkan Kakak." *** Di tempat lain seorang gadis--berwajah sama dengan gadis di jendela tadi--sedang menikmati novel dalam posisi telungkup. Ia sesekali menaikkan bingkai kacamatanya yang melorot. setelah membaca tulisan tangan di pojok kanan bawah halaman setelah cover. Ia mengusap tulisan tangan itu, tatapannya sendu. Waktu adalah hal yang mengerikan. Kesedihan dan kebahagiaan akan pergi dan hilang bersamanya. Al_Ca Menutup wajah di atas bantal, ia bergumam, "Maafkan aku, Kak."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD