06. HILANG KE MANA?

1434 Words
"Lo ngapain tidur anjir, bangun woy!" cecar Marcell pada Weeby yang masih tertidur pulas disampingnya, kedua tangannya ia dijadikan alas. Marcell memutar bola mata seraya membuang napasnya panjang. Bukannya bangun, Weeby malah memindahkan posisi kepalanya ke arah lain. "WOY KEBO, BANGUN LO!" Spontan Weeby langsung terperanjak kaget, kepalanya ia bangunkan dari meja, lalu tatapan matanya menyoroti Marcell dengan garang. Bagaimana Weeby tidak marah? Marcell telah berteriak dengan kencang tepat ditelinga Weeby. Dasar nyebelin emang tuh cowok, sampai detik ini juga telinga Weeby masih berdengung. "Bisa nggak sih lo nggak usah gangguin gue hari ini," omel Weeby yang masih setengah sadar. Butuh sedikit waktu lebih lama untuk kembali mengumpulkan sisa-sisa nyawanya. "Lo kerjaan-nya molor mulu mana gue betah, bangun lo," kesal Marcell, ia mengambil buku catatan miliknya, setelah itu ia menampol pipi Weeby dengan benda persegi itu. "Ih sakit Marcell, iya gue bangun nih!" gerutu Weeby kesal, lemparan matanya masih menyototi Marcell dengan tajam. Tidak lama setelah itu, Weeby mengedarkan pandangan ke arah lain dan sorot matanya menangkap teman kelasnya yang secara serempak maju ke depan meja guru. "Tuh pada mau ngapain sih?" tanya Weeby pada Marcell Mendengkus sebal, Marcell memandangi Weeby dengan malas, "makanya jangan tidur, mau ngumpulin tugas lah. Sukurin lo belum ngisi sama sekali. Mampus!" maki Marcell dan diiringi kekehan ringan. "Gue nyontek punya lo dong, gimana nih?" Weeby gelisah, ia memilin-milin bibir bawahnya dengan kuat. Ia panik sekarang. "Gimana apanya?" "Bisa kena hukum lah, buruan mana punya lo, gue mau nyalin." Weeby menyodorkan tangannya, bermaksud meminta lembar jawaban punya Marcell. "Salah lo sendiri, dibangunin susah bener. Ingat By, berani berbuat, lo artinya berani bertanggung jawab. Bye, gue mau ngumpulin tugas gue dulu," ucap Marcell, lalu ia menggeser kursinya ke belakang dan mulai mengangkat bokongnya. Weeby mengerucutkan bibirnya sembari menghentakkan kakinya kesal ke arah lantai. Emang s****n nih Marcell, tidak care sama sekali. Weeby benar-benar kesal sama teman sebangkunya yang memiliki sifat ngeselin kayak Marcell itu. Rasa-rasanya ingin menelan cowok itu hidup-hidup. Sudahlah, tidak ada harapan bagi dirinya untuk menyalin tugas yang entah apalah itu. Weeby berpikiran untuk menyalin tugas punya Netta. Namun, segera ia tepis dari pikirannya. Netta terkadang sangat asal-asalan jika ngisi jawaban soal, dan Weeby tidak mau ikut-ikutan mendapatkan nilai kosong melompong. Ah Kenya! Senyum Weeby langsung merekah mengingat itu. Kenya masih bisa diandalkan. Weeby menyapu pandangan ke arah bangku Kenya. Tetapi, ia malah melihat sahabatnya itu berjalan dari arah bangku guru dan artinya Kenya sudah mengumpulkan tugas. Weeby mengembuskan napasnya secara gusar, mungkin hanya ia saja yang belum mengumpulkan tugas. "Nih buruan salin, cepetan, lima menit semua tugas harus segera dikumpukan!" "Eh?" Weeby seketika langsung mendongak ke atas dan mendapati Marcell yang menyodorkan kertas tugasnya. Weeby masih bingung menyimpulkan ini semua. "Ya elah By, malah bengong lagi! Buruan tulis," cecar Marcell. Tanpa menunggu waktu lama lagi, buru-buru Weeby menyobek bagian tengah bukunya dan mulai menyalin tugas milik Marcell. Entah kenapa Weeby masih sedikit tidak percaya dengan perubahan sikap Marcell yang tiba-tiba baik kepadanya. Entah kesambet setan apa cowok itu. "s**t! Pulpen gue mana?" Bola mata Weeby menjelajah disetiap sudut mejanya, namun nihil. Weeby tidak menemukan benda itu, berulang kali ia merogoh kolong meja, tetapi hasilnya tetap sama. Pulpennya hilang entah ke mana. "Nih pake pulpen gue aja dulu." Marcell menyodorkan pulpennya ke hadapan Weeby. Tanpa pikir panjang, Weeby langsung menyerobotnya karena mengingat ia tidak memiliki waktu lebih. Masih beruntung Marcell mau meminjamkan tugas dan pulpennya. Mengembuskan napasnya secara panjang-panjang, Weeby menghentakkan pulpen Marcell diatas meja, akhirnya ia dapat menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Marcell langsung mengambil kertas miliknya, tidak hanya itu, ia juga sekalian mengambil kertas tugas milik Weeby. Sedetik kemudian, ia langsung berjalan cepat menuju ke bangku guru. "Kesambet apaan lo, kok tiba-tiba baik banget sama gue?" tanya Weeby seraya nyengir tanpa dosa setelah Marcell duduk disebelahnya kembali. Marcell menoleh, "gue emang baik dari orok kali, lo-nya aja yang baru sadar," ucapnya menyombongkan diri. "Gue harus percaya gitu?" Weeby melipat kedua tangannya didepan dadanya. "Iyalah, gue kan emang baik, sini pulpen gue!" Marcell menodongkan telapak tangannya, menagih pulpen miliknya yang tadi sempat dipinjam oleh Weeby. "Nih, makasih. Betewe pulpen gue mana, ya? Perasaan baru beli kemarin. Gini nih yang bikin gue kesel, pulpen aja masih embat-embat milik orang. Gue doain yang maling pulpen gue tangannya buntung kayak belatung," gerutu Weeby asal. Mulutnya mengerucut ke depan. "Biar nggak ilang, coba ikutin cara gue By." Weeby spontan langsung menoleh pada Marcell, cowok itu tengah menunjukkan pulpen ke arahnya. Mata Weeby menyipit, berusaha membaca sederet tulisan dipulpen milik Marcell. "Allah maha melihat" itulah tulisan yang terpampang dikertas kecil yang berada di pulpen milik Marcell. Weeby seketika langsung terbahak akan tingkah konyol Marcell. "Emangnya nggak bakal kena maling kalo ditulis seperti itu?" Weeby berujar dengan remeh, namun ia tidak bisa menyembunyikan lengkung bibirnya. "Iyalah, yang mau maling pasti bakalan nggak jadi ketika baca tulisan ini, punya otak itu dipake, lo sih bisanya marah-marah aja," cecar Marcell sarkatis. Tanpa sadar, Weeby tersinggung dengan tuturan Marcell barusan. Sangat menusuk! "Iya-iya nanti gue bakal ngikutin saran receh lo itu, ya udah bantuin gue nyari pulpen gue gih." "Ogah, cari aja pulpen lo sendiri, hilang sendiri ya lo harus cari sendiri." Weeby memutar bola matanya mendengar jawaban dari Marcell. "Emang lo selalu nyebelin gini ya, bantuin gue apa susahnya coba?" "Ogah, siapa lo nyuruh-nyuruh gue?" "Tapi gue nggak nyuruh lo tuh, gue minta bantuan lo." Weeby berujar dengan tegas. "Yakin minta tolong gue nih, kalo pulpen lo ketemu, lo mau kasih hadiah gue apa?" Marcell memicingkan satu alisnya ke atas sembari menunjukkan deretan gigi putihnya yang tertata dengan rapi. "Yakali gue kasih lo hadiah, ini yang ilang cuma pulpen b**o. Kalo yang ilang motor gue, baru itu gue kasih lo hadiah," omel Weeby, ia menggelengkan kepalanya beberapa kali, bingung akan tingkah cowok di sebelahnya ini. "By!" Tidak ada jawaban dari Weeby. "Weeby!" Marcell mengulang panggilannya lagi. Namun, Weeby masih sibuk mencari pulpennya yang hilang dan katanya baru beli kemarin. "WEEBY, LO DENGERIN GUE NGOMONG NGGAK SIH?!" Dengan cekatan, Weeby langsung menyumpal telinganya dengan jarinya, teriakan Marcell sungguh melebihi petir yang menyambar langit. Benar-benar dahsyat! "Apa sih? Bukannya bantuin malah teriak-teriak nggak jelas, nggak penting banget tau nggak?!" cecar Weeby sembari melempar sorot mata tajamnya. "Lo-nya aja dipanggil nggak nengok ke gue, mana gue bisa sabar gue!" Marcell menoyor kepala Weeby dengan keras, sedetik setelah itu Weeby langsung mengaduh kesakitan. "Ya udah apaan?" tanya Weeby malas, ia masih sibuk mengelus kepalanya akibat toyoran Marcell yang begitu keras. "Itu disaku lo ada apa?" Weeby langsung mengecek saku kecil diseragamnya, begitu matanya menatap ke sana, ia langsung melotot. Tidak lama setelahnya, Weeby kembali menatap Marcell dengan ekspresi bingung. "Kenapa pulpen gue ada di sini sih?" Keesokan harinya. Weeby langsung merogoh tas-nya sedemikian rupa, matanya terbelalak sempurna. Dia begitu shock karena tidak menemukan obatnya. Apa yang harus di lakukannya sekarang? Sudah pasti Andika akan marah besar. Semua barang-barangnya sudah dikeluarkan dari dalam tasnya, tetapi obat itu masih saja tidak dapat ditemukan. Weeby menggigit bibir bawahnya, seketika ia merasa sangat takut, takut jika Andika sangat murka pada dirinya. "Kalo ayah marah gimana nih?" Tangan Weeby bergetar, pikirannya terus tertuju pada obat itu, ia tidak boleh kelewat meninum obat. Ini demi sang ayah. Weeby berusaha kembali mengingat-ingat kapan terakhir dia memegang dan meminum obat itu. Selang beberapa menit berpikir, Weeby langsung tercengang. Weeby ingat sesuatu, dirinya menaruh obat itu dinakas yang berada di samping tempat tidurnya. Sial, kenapa ia menjadi ceroboh seperti ini? Apa reaksi Andika jika melihat obat itu berada di kamarnya? Membuang napasnya secara perlahan, Weeby spontan menutup matanya rapat-rapat. Pasokan udara yang masuk ke paru-paru terasa sangat minim. "By, lo lagi mikirin apa?" "Eh?" Netta membuyar lamuan Weeby, dengan gerakan kilat, Weeby langsung menatap ke arah Netta seraya melototkan matanya, ia sungguh terkejut mendapati pertanyaan dari temannya itu. "Nggak pa-pa kok." Weeby tersenyum manis. Lalu setelah itu pikirannya kembali berkecamuk tak karuan. Sekarang Weeby hanya bisa berdoa supaya ayahnya tidak masuk ke dalam kamarnya dan menemukan obat itu. Kalau sampai hal itu bisa terjadi, Weeby tidak tahu harus berbuat apa lagi. Kemarahan Andika tidak bisa di lawan. "Gimana By? Lo ikut nggak?" tanya Kenya. Weeby kembali menoleh, ia bingung. Sedari tadi Weeby memang tidak mendengarkan obrolan Netta dan Kenya. Dia sendiri malah asik bergelut dengan pikirannya sendiri. "Ikut ke mana?" Weeby membalikan pertanyaan, seketika Kenya memutar bola matanya. "Ke rumah gue, hari ini gue sendirian di rumah. Lo setuju, kan?" "Gue nggak bisa, ada urusan mendadak. Bye! Sampai ketemu besok," pamit Weeby, ia melambaikan tangannya, lalu secepat kilat Weeby sudah melesat pergi. Secara bersamaan, Netta dan Kenya memasang ekspresi kebingungan. Kerutan terpatri di dahi masing-masing. Gelagat Weeby barusan membuat mereka bertanya-tanya. Aneh, satu kata yang mewakili pikiran mereka berdua.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD