Bibirturah.com

1075 Words
"Papi..." Suara Jasmin terdengar begitu ceria dari balik pintu kamar yang mulai terbuka. "Anak papi sudah siap?" tanya Tama yang tengah berdiri memakai peci dikepalanya. Jasmin mengangguk dengan begitu bersemangat. Ia mendekati Tama dan mendongakkan pandangannya ke atas untuk dapat melihat langsung wajah Tama. Hal itu membuat Tama segera berjongkok untuk menyeimbangkan tingginya dengan Jasmin. "Ada apa? Katakan..." ucap Tama dengan nada yang begitu lembut, karena mengetahui putrinya itu seolah ingin mengatakan sesuatu padanya. "Papi terlihat sangat tampan," bisik Jasmin di telinga Tama dengan senyum yang terurai. Tama terkekeh melihat rona di wajah Jasmin yang seakan merasa malu untuk mengatakannya. "Benarkah?" Tama menaikkan kedua alisnya menatap Jasmin. Jasmin mengangguk cepat lalu memeluk Tama dengan kuat hingga Tama nyaris kehilangan keseimbangan. "Jasmin sayang sekali sama papi. Jangan pernah tinggalkan Jasmin sendirian," ucap gadis kecil itu lirih. Tama mengelus lembut rambut panjang Jasmin hingga ke tengah punggung, hatinya begitu terenyuh mendengar kalimat jujur dari mulut gadis kecil itu. "Apapun yang terjadi, papi akan selalu ada untuk hidup kamu, sayang." Sembari mengecup ujung kepala Jasmin. Tama mengangkat tubuh mungil itu kedalam dekapannya. "Ayo kita berangkat sekarang." Sambil berjalan keluar kamar. Sementara Jasmin hanya mengangguk riang berada dalam dekapan sang papi tercinta. "Mama dan papa juga ikut ya nak." Suara Mama Leni menghentikan langkah Tama. Tama menoleh ke arah pintu kamar yang baru saja terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya yang selalu terlihat cantik dengan balutan hijab di kepalanya. "Baiklah. Aku tunggu di mobil bersama Jasmin," ucap Tama di iringi dengan senyum tipis. Kini mereka tengah bersama sama menuju kesebuah pemakaman umum yang memakan waktu kurang lebih delapan belas menit dari kediaman keluarga Mawadi. Setibanya di pemakaman, mereka mengirimkan doa untuk Marisa dan kepada mereka yang telah mendahui agar mendapatkan tempat terbaik di sisi-NYA. Serta menghadiahkan sebuah surat Al-fatiha. Tak lupa juga untuk menaburkan bunga serta menyiram air bersih untuk membasahi tanah makan Marisa yang di hiasi rumput hijau yang rapi. "Assalamualaikum momy..." Jasmin mengucap salam di pusara mendiang Marisa. "Momy tahu? Jasmin sangat merindukan momy. Kenapa momy pergi meninggalkan Jasmin," ucapnya begitu lirih menahan isak tangis. Semuanya terdiam, membiarkan Jasmin menyalurkan segala kerinduannya pada Marisa, wanita yang rela mempertaruhkan nyawa untuk melahirkannya. "Anak papi sayang, jangan menangis seperti itu. Nanti momy bisa bersedih melihat putri cantiknya seperti ini." Tama mengelus lembut kepala Jasmin yang tengah tertutupi hijab. Butuh waktu sekitar lima menit untuk mengembalikan suasana hati Jasmin seperti sebelumnya. Setelah Jasmin merasa puas berkunjung ke pusara sang momy akhirnya mereka kembali pulang. *** Milenix Caffe, 12.20 wib. "Apa? Serius lo Dhir?" teriak Noni hingga membuat pengunjung lainnya menatap sinis pada mereka berdua. "Aih, bisa pelan enggak sih mulut lo Non." Dhira membekap mulut Noni secara paksa. Noni melepaskan tangan Dhira dari mulutnya lalu menghirup nafas secara cepat karena merasa kehabisan oksigen. "Lo beneran udahan sama pacar tampan lo itu? Oh, jadi ini alasan lo enggak ngantor terus?" Lagi, Noni bertanya tanpa jeda. Dhira hanya mengerjitkan alis dan bahunya bersamaan. "Gila lo ya Dhir. Vero ngelamar lo tolak, dan sekarang apa? Lo juga udahan sama si tampan itu?" Suara cempreng bak kaleng pecah itu kembali menggema di telinga Dhira. "Udah deh jangan lebay, lagian dia yang main di belakang gue." Dhira mengaduk aduk jus mangga yang terlihat masih terisi penuh di dalam gelas kaca yang sedari tadi enggan di minumnya. "Lagian empat bulan lagi gue juga bakalan di nikahin sama laki laki pilihan mama dan papa," sambungnya dengan suara yang terdengar lesu. "Astaga Dhir, beruntung banget ya elo di gilai sama laki laki tampan. Dan pasti pilihan mama lo enggak kalah tampan dari dua pria itu." Noni menatap bangga pada Dhira, jika saja itu semua terjadi dengannya tentu ia tak akan pernah melepaskan mereka. "Tapi gue enggak cinta sama mas Arjuna." Dhira menatap kosong ke sembarang arah. "Ya, kenapa lo mau kalo lo enggak cinta. Kenapa enggak lo terima aja lamaran Vero? Bukannya dia cinta pertama lo?" Noni menatap penuh selidik. "Lagian Vero juga masih cinta banget sama lo Dhira." Dhira tak bersuara, ia tak ingin mengatakan apapun saat ini. Hatinya sedang mengalami dilema besar. Noni tak mengerti dengan apa yang di alami Dhira saat ini hingga sahabatnya itu bisa berubah fikiran. Bahkan Vero--pria yang dulu sangat ia cintai di tolak mentah mentah lamarannya. Padahal Noni tahu persis sebesar apa perasaan mereka berdua, pasangan yang saling memahami satu sama lain, tidak pernah di bumbui pengkhianatan satu sama lain. Jika saja saat itu Vero tak pergi mendadak meninggalkan Dhira tanpa alasan yang jelas, mungkin Dhira dan Vero akan melangsungkan pernikahan yang bahagia dalam waktu dekat. "Dhir, coba deh lo ikuti kata hati lo. Kalo menurut gue, coba aja lo selidiki dulu kebenaran tentang pacar tampan lo itu. Kayaknya dia beneran serius sama lo. Ya, emang sih pengusaha sukses seperti dia bisa melakukan apa pun. Tapi nih ya insting gue yakin kalo lo sama dia bakalan jodoh deh," cerocos Noni sekenanya. Dhira menarik nafas panjang lalu menghembuskannya kasar, fikirannya benar benar tak sejalan dengan hatinya saat ini. "Dan lo tau? Dia udah punya anak satu." Dhira menekankan ucapannya pada Noni, membuat pemilik suara cempreng itu kaget bukan main hingga membuat biji matanya nyaria keluar. "Astaga? Seriusan lo?" tanya Noni tak percaya. Dhira mengangguk malas, tangannya menopang dagu. "Eh, bentar bentar." Noni mengambil handphone miliknya lalu jemarinya bermain di layar datar berbentuk persegi panjang itu. Setelah beberapa detik ia menunjukkan sesuatu di layar handphone pada Dhira. "Lo baca baik baik. Ini semua profil lengkap Pratama, statusnya masih single kok. Hampir semua situs berita online menulis seperti itu." Perlahan Dhira membaca dengan seksama tulisan yang muncul di layar handphone milik sahabatnya itu. Wajahnya terlihat sungguh penasaran hingga tak sekalipun matanya berkedip. "Tapi ini coba lo lihat." Dhira menunjukkan kembali tulisan pada layar handphone tersebut pada Noni. 'MASIH MENJADI MISTERI : PENGUSAHA MUDA YANG SUKSES HINGGA MANCANEGARA MEMILIKI SATU ANAK TANPA DI KETAHUI SIAPA ISTRI DARI PRATAMA AGUNG MAWADI. Pewaris tunggal keluarga Mawadi ini tampaknya memiliki sebuah rahasia mengenai siapa anak dan istrinya. Dilansir dari Bibirturah.com bahwa pengusaha yang terkenal dengan pria sejuta pesona itu tengah berjalan di sebuah mall menggendong seorang anak perempuan dan hanya di dampingi oleh sang ibunda tercintanya, Leni Mawadi.' "Jadi beneran dia duda anak satu?" Noni terperangah setelah membaca bukti lain. "Gue udah lihat sendiri dan udah beberapa kali bertemu sama anaknya. Dan Mas Tama sendiri kok yang bilang sama gue, istrinya itu sudah meninggal saat anaknya berusia dua tahun." Dhira menenggelamkan wajahnya di sudut meja, seakan begitu sulit baginya untuk menceritakan semua kenyataan itu pada Noni.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD