AX-47 [Pegasus II]

1167 Words
“Lo tau nggak cerita tentang pegasus?”   George yang sedang asik memainkan ponselnya teralihkan dengan sebuah pertanyaan yang menurutnya tidak penting dari seorang Zadith.   “Nggak? Emang itu apaan?” tanya George yang sama sekali tidak mengerti maksud teman yang duduk di hadapannya, mereka berdua serang ada di perpustakaan khusus untuk membaca beberapa buku yang sesuai dengan peminatan mereka dan meminjamnya.   “Lo serius nggak tau apapun tentang Pegasus? Bahkan mendengarnya?”   “Pernah sih, gue sering dengar dalam serial kartun? Entahlah aku sedikit lupa tentangnya.” George meletakkan kembali ponselnya di samping dan membaca beberapa buku yang sudah dikumpulkannya, ia hanya ingin meminjam buku Kebumian yang menurutnya mudah dipahami.   “Eh bentar deh, bukannya lo peminatan kebumian ya? Seharusnya lo ada dong bahas tentang ilmu rasi bintang dan mitologi yunani,”   “Tidak ada, Ilmu kebumian tentang luar angkasa hanya membahas hal umum dan beberapa prinsip hitungan perbintangan, jadi tidak ada hal yang seperti itu,” ucap George.   “Tapi bentar, kayanya gue pernah liat Pegasus diantara nama rasi bintang deh,” sambungnya.   “Ya kan dia emang rasi bintang b**o, tapi ada kaitannya sama mitologi yunani.” Zadith memutar bola matanya, ia menjadi tidak minat membahas hal apapun dengan George, ia terluat seperti seseorang yang tidak mengetahui apapun. Padahal George sendiri merupakan seorang Starzy, bagaimana mungkin tidak mengetahui hal-hal yang umum?   “Mending lo coba cari buku tentang Pegasus dan kita bahas bersama-sama disini,” ususl George yang membuat raut wajah Zadith mencari ceria kembali. “Ide bagus, sebentar gue cari dulu.”   Zadith bangkit dari duduknya dan pergi menuju ke rak-rak yang menjulang tinggi, ia melihat papan nama yang di tempel tepat di samping Rak buku tersebut dan mencari ‘Mitologi Kuno’. Setelah dapat, ia melihat banyak sekali buku tentang berbagai mitologi, mitos, hingga cerita rakyat di sederet rak yang sedang ia lihat.   “Kalau tau begini, mending gue baca buku disini saja, daripada menanyakan hal seperti tadi kepada George, sia sia.” Zadith mengerucutkan bibirnya, ia sedikit lelah menghadapi teman barunya itu. Sebenarnya ia ingin berbaur dengan Starzy lain, hanya saja ia merasa tidak nyaman karena perbedaan kultur yang jauh berbeda. George sendiri emang memiliki garis keturunan dari kerajaan, budaya yang ia terapkan hampir persis dengan Zadith, makanya Zadith lebih memilih mengekori George saja. Bukan George saja sebenarnya yang memiliki garis keturunan kerajaan, Zadith juga tau kalau Xander memiliki garis keturunan kerajaan begitu juga dengan Sera dari ibunya, hanya saja ia merasa sedikit aneh dengan mereka, karena kerajaannya pernah memiliki konflik dengan keluarga kerajaan Sera dan Xander, walaupun sebenarnya Sera dan Xander sudah memutuskan hubungan, tapi tetap saja Zadith merasakan canggung. Bukan karena ia tidak menyukainya, hanya saja orang tuanya sering menanamkan doktrin untuk menjauhi garis keturunan keluarga kerajaan Sera dan Xander.   Zadith mengambi beberapa buku tentang rasi bintang, mitologi yunani, dan buku khusus membahas Pegasus dengan lengkap. Ia membawa buku itu ke tempat ia tadi duduk bersama George, “Gue balik dulu ya, gue mau baca ini di Kingdom aja.”   “Nggak jadi bahas bareng?”   “Nggak deh, kapan-kapan aja. Gue liat lo juga lagi sibuk, gue duluan ya daaah.” Zadith membawa tiga buku tebal yang dipinjamnya dengan tangan kiri dan dipeluknya, lalu ia melambaikan tangannya kepada George yang melihatnya seraya mengangguk.   ***   Zadith menaruh bukunya pada kursi mobil di sampingnya, ia sedikit terengah-engah karena baru saja berlari, ia merasa seperti dikejar saat keluar dari perpustakaan. Anehnya lagi, tidak ada siapapun yang mengunjungi peprustakaan yang bisanya selalu ramai, hanya ada George dan dirinya yang mengunjungi perpustakaan tersebut.   “Aneh sekali, siapa sih tadi yang ngejar gue?” Zadith memutarkan kepalanya dan matanya menyapu seluruh pemandangan dari dalam mobilnya, ia tidak menemukan siapapun yang berada di sekitar tempat parkiran mobilnya.   “Oke, tenang Zadith ... Mari kita segera pergi,” gumam Zadith. Ia kemudian melesatkan mobilnya pergi dari parkiran perpustakaan Starlight, dan menjumpai jalan raya. Sepanjang ia melesatkan mobilnya di jalan raya menuju Kingdom, hanya terdapat pepohonan yang menjulang tinggi saja, kanan dan kirinya merupakan hutan. Anehnya termasuk ke dalam hutang terlarang, karena setiap beberapa ratus meter diberi palang peringatan.   “Sekolah aneh, untuk apa coba bangun perpustakaan dan fasilitas sekolah lainnya di tengah-tengah hutan terlarang?” Zadith sedikit tidak habis pikir sama sekolah yang dihuninya. Ia menyangka awalnya Starlight School merupakan sebuah sekolah seperti kota dengan teknologi yang begitu canggih.   Tapi nyatanya tidak sama sekali, sekolah ini sama saja seperti sekolah luar biasa lainnya. Hanya saja fasilitas dan berbagai hal di sekolah ini tentang akademik maupun non-akademik sangat lengkap dan terstruktur. Meskipun teknologi di Starlight School sangat canggih dan banyak hal yang baru, tetap saja semuanya itu terbatas. Pihak sekolah tidak ingin para siswa ketergantungan dengan teknologi, sehingga mereka tidak membangun kota besar di dalam sekolah, tidak seperti di aula utama pulau Starlight School yang emang dipenuhi dengan teknologi yang luar biasa. Bahkan terdapat skaterboard yang dapat melayang, itu membuat Zadith takjub awalnya, dikarenakan Starlight School sudah lebih dahulu mendapatkan formula untuk melawan gravitasi.   “Triing.” Sebuah notifikasi dari ponsel Zadith. Ia menaruh ponselnya di dashboard mobil dan mengaktifkan mode hologram agar ia bisa menyetir dengan melihat jalan di depannya, meskipun sebenarnya ada mode jalan otomatis di mobilnya, Zadith tidak pernah memakainya karena takut itu tidak bekerja dengan baik.   “Apa? Memilih robot pedamping?” Zadith berpikir keras apa maksud dari pesan umum dari sekolah yang baru dibacanya. Di sana dijelaskan bahwa setiap dari mereka harus memilih robot pedamping untuk mempermudah aktivitas mereka, tetapi yang membuat desainnya itu mereka sendiri, untuk sistem yang dijalankan kepada komputer akan dikasih bahan mentahan, selebihnya mereka sendirilah yang merancang dan mengembangkannya.   “Gue mana tau apa-apa tentang hal gituan,” keluh Zadith. Ia malas harus belajar ilmu komputer, menurutnya itu terlalu ribet karena memikirkan peluang dan bahasa komputer. “Untung saja ada Xander di Kingdom,” gumam Zadith ketika teringat keahlian Xander dalam bidang Informatika.   “Kenapa sekolah tiba-tiba melakukan hal seperti ini ya?” Zadith bertanya kepada dirinya sendiri dan memikirkan berbagai kemungkinan yang ada.   “Apa jangan-jangan untuk memata-matai segala aktivitas semua murid di sekolah ini?”   ***   “Kalau lo mau tes kemampuan intelektual seseorang, apa yang harus dilakukan?” tanya Xian kepada Stella yang sedang rebahan di tempat tidur Xian dengan banyak makanan ringan di sampingnya.   “Hah? Untuk apa lo tiba-tiba tanya hal begituan ke gue?” ucap Stella tidak habis pikir. Mereka padahal baru saja membahas tentang mekanika kuantum, tetapi tiba-tiba saja Xian menanyakan hal yang di luar dugaan Stella.   “Tinggal lo  jawab aja.” Stella kembali melirik Xian yang sedang menunggu jawabannya, “Ck, coba aja lo ajak dia main catur atau adu pendapat tentang teori mekanika kuantum yang baru saja kita bahas, lo suruh aja di jelaskan bagaimana 11 dimensi dan sifat, lalu lo ajak di debat.” Stella memperbaiki duduknya dan menghadap Xian yang duduk di kursi di hadapannya. “Dan kalau dia nggak bisa jawab sama sekali, sudah dapat dijelaskan kemampuan intelektual dia belum ada apa-apanya, karena zaman ini, pembahasan seperti mekanika kuantum termasuk pembahasan paling expert,”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD