Pukul 00.01, tanggal 8 Juli. Ulang tahun Yulianto baru saja dimulai, dan satu kejutan terbesar hidupnya tiba bersamaan dengan teriakan yang membuatnya membeku di tempat: "MASSSS…! SAKIT...…!" Yulianto berdiri mematung. Otaknya seperti menunda fungsi selama dua detik penuh. Lalu, seolah sadar bahwa ini bukan mimpi, ia tersentak dan berteriak: "Air ketuban! Air ketubannya pecah!" Miura meringis, menggenggam pinggiran meja, napasnya ngos-ngosan. "LAO GONGGGG… JANGAN CUMA BENGONG!" Yulianto menoleh ke kanan, ke kiri, lalu ke bawah, lalu ke kanan lagi. Panik. Tapi hanya sebentar. Sifatnya yang sabar, tenang, dan entah bagaimana—sudah diam-diam dilatih lewat tumpukan buku, podcast, dan simulasi bersama Alice tentang “menjadi suami siaga”—membuatnya langsung bergerak. Ia membuka ponselnya.

