Langit sore Semarang memantulkan cahaya jingga yang lembut, seakan ingin menenangkan hati siapa pun yang menatapnya. Tapi tidak dengan Yulianto Atmaja. Sejak kepulangan dari Bandara Ahmad Yani tadi pagi, ada gelombang aneh yang tak juga reda dalam dadanya. Ia berdiri di halaman rumahnya, memandangi langit barat yang sebentar lagi menelan mentari. Di genggaman tangan, ponselnya tak berhenti diputar-putar. Chat terakhir dari Miura pagi tadi di bandara masih terpampang di layar: "Lao Gong... jangan cemas. Aku cuma ke Dhaka kok, bukan ke planet lain. Nanti kita video call malam ya. Beibku harus tenang, karena aku pun ingin tenang." Pesan sederhana itu biasanya cukup membuatnya tersenyum. Tapi sore ini, hati Yulianto terasa gelisah. Matanya menerawang, ingat tatapan Miura tadi saat menoleh t

