Subuh mengalun pelan di sebuah rumah kecil di kawasan Semarang bagian Barat. Aroma kayu manis dan kopi dari dapur menyelinap ke dalam kamar utama. Miura baru saja selesai menyusui Phoenix dan menyelimutinya di pelukan. Sementara itu, Yulianto sibuk memanaskan air untuk mandi, mengenakan celemek bergambar “Papa Phoenix” dengan bangga—hadiah dari Miura saat ulang tahunnya. “Pa, kamu lebih lama di dapur daripada aku nyusui,” goda Miura dari kursi goyang. Yulianto tertawa sambil menunjuk ke arah wajan. “Ini bukan dapur biasa, Sayang. Ini markas logistik utama sang pelari olimpiade. Kalau aku salah masak, bisa-bisa kamu malah sprint ke WC daripada ke garis finish.” Miura melempar bantal kecil ke arahnya. Phoenix tertawa kecil melihat ayah dan ibunya saling menggoda. Beberapa minggu kemudian

