Kereta menuju Malang tak hanya membawa rombongan atlet dari Semarang, tapi juga satu kompartemen rasa yang penuh sesak dalam d**a Malda Miura. Di tengah denting rel dan deru mesin yang stabil, ia duduk bersisian dengan Yulianto, sementara hatinya tak bisa duduk tenang. Yulianto, seperti biasa, jadi pusat perhatian. Bukan karena tampan berlebihan, tapi karena punya sesuatu yang tak bisa dijelaskan: ketenangan yang menenangkan. Bahkan si mahasiswi dari Fakultas Psikologi, duduk di seberang mereka, sepertinya ikut terhipnotis. "Mas Yuli, aku bener-bener galau sih. Doi ghosting tiba-tiba. Katanya sayang, terus ilang. Gimana sih logika cowok kayak gitu?" tanya mahasiswi itu, dengan senyum 32 inci dan nada yang penuh harap. Yulianto, seperti biasa, menjawab dengan lembut dan kalimat penuh gay

