Prolog

230 Words
Panas sekujur tubuh membuatnya tidak tahan berlama-lama, di dalam ruangan yang sempit ini. Merasa sesak, dia menarik dasi dan berjalan menuju ruangan kamar yang dipersiapkan untuknya. Gerak netranya berpendar, berkabut dan tidak jelas. "Kamu disini?" Seorang wanita menyambutnya, membantunya melepaskan dasi. Penglihatannya si wanita adalah sang istri, orang yang sangat dia cintai. Simpul dasinya terlepas, dirinya tak kuasa menahan desak, yang meronta ingin lepas. Seketika jalinan bibir menjadi awal pelepas dahaga yang mendesak. Sekujur tubuh mulai merasa tegang, menyiksa, hingga tak kuasa menahan rasa panas yang mendera. Efek kulit yang saling bergesekan itu membuat keduanya melaju dalam hasrat yang menggebu. Melebur hingga hancur dalam dosa yang tak terukur. *** Wanita cantik dengan kerudung caramel ini tersenyum dan berjalan cepat ingin menghampiri sosok kecil yang sudah begitu akrab dengannya selama ini. Sosok kecil yang begitu menggemaskan, sudah dianggapnya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Namun seketika langkahnya terhenti dan senyum itu berubah nestapa. Saat suara wanita yang menggendong sosok kecil itu berkata, "Kamu sama papah ya sayang, mamah beli balon dulu." 'Papah' yang disebut wanita itu adalah miliknya, kekasih hatinya, imam dalam hidupnya. "Gie—" Lirih, sosok itu yang menoleh padanya. Seketika wajah tampan itu syok mendadak pias. Mendapati tatapan jijik dan kecewa dari wanita yang sudah menemaninya selama satu dekade lebih. "Gie, jangan pergi Gie, tunggu!" Paradoks, Sandiwara cinta yang mulus penuh kejutan, mengais luka dari kebenaran yang telah disembunyikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD