six : police station

1613 Words
Kabar yang didapat Hamdan dari Lara benar-benar mengejutkan. Selama ini ia sama sekali tidak terpikir bahwa anak-anaknya akan ditangkap polisi. Lara merupakan seorang anak yang baik dan pintar sehingga Hamdan yakin bahwa putrinya itu tidak akan pernah melakukan tindakan kriminal. Begitupun dengan Jala, senakal-nakal putranya itu, Jala juga bukan orang jahat. Rasaya kepala Hamdan langsung dihantam migrain. "Kalian jangan nge-prank Papi dong, ini sama sekali nggak lucu." Iya, Hamdan memang berharap jika semuanya hanya akal-akalan Jala dan Lara untuk mengerjainya. Hanya saja, usai Hamdan mengatakan itu, yang terdengar justru penjelasan Lara yang diiringi oleh tangis. "Papi...maaf...kita nggak bercanda...kita emang betulan di kantor polisi sekarang..." Napas Hamdan tertahan mendengarnya. "Sebenernya...pesta ulang tahun temen kita itu ada di night club...aku udah bilang Aa buat nggak usah pergi...tapi dia maksa, jadi aku temenin Aa karena mau jagain dia supaya nggak aneh-aneh selama disana...terus...terus...pas kita disini...ada razia, Pi...katanya ada orang yang pake narkoba...tapi kita sama sekali nggak tau apa-apa tentang itu...sekarang gimana dong, Pi? Kita nggak mau masuk penjara..." Hamdan juga tidak mau anak-anaknya masuk penjara, bahkan jika mereka dikurung di balik jeruji besi selama satu malam pun Hamdan tidak akan rela. Karena itu, ia langsung mencari penerbangan tercepat untuk pulang ke Jakarta. Namun sialnya, penerbangan tercepat itu baru ada besok pagi. Karena tidak punya pilihan lain, Hamdan terpaksa meminta bantuan Harlan untuk mendatangi anak-anaknya di kantor polisi dan membereskan dulu apa yang bisa dibereskan selagi menunggu Hamdan pulang. Sesampainya di hotel, Hamdan langsung membereskan barang-barangnya. Ia seketika lupa dengan niatnya untuk beristirahat setelah sampai di hotel karena sudah tidak bisa lagi melakukan itu di saat perasaannya sudah tidak lagi tenang karena diliputi khawatir akan anak-anaknya. Hamdan menyesal karena telah meninggalkan Jala dan Lara berdua di rumah. Seharusnya sedari awal ia memang tidak membiarkan mereka sendiri di rumah tanpa pengawasan orang dewasa. *** Chaos, adalah kata yang tepat untuk menggambarkan malam ini. Benar-benar kacau balau. Yang seharusnya senang-senang merayakan ulang tahun Albert, mereka semua justru tertimpa masalah dan berujung diboyong ke kantor polisi. Sedari awal polisi datang dan mengumumkan kepada seluruh pengunjung kelab bahwa mereka semua tidak boleh keluar dan akan diperiksa, Jala dan Lara langsung bergandengan tangan erat dan tidak saling melepaskan. Mereka berdua sama-sama takut. Jala yang merupakan dalang dari inisiatif untuk pergi ke pesta ulang tahun Albert pun merasa bersalah. Seharusnya, sedari awal ia menuruti perkataan Lara dan tidak pergi ke kelab itu karena memang mereka masih anak-anak di bawah umur. Para pemakai n*****a di kelab itu sudah ditangkap dan diamankan oleh polisi. Semua teman-teman Albert yang datang ke pesta ulang tahunnya juga ikut diamankan dan dibawa ke kantor polisi karena mereka semua ketahuan masih di bawah umur. Tidak bisa dijelaskan bagaimana rasanya dibawa naik mobil polisi. Jala, Lara, dan teman-teman mereka yang lain merasa seperti kriminal. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang menangis karena panik, termasuk Jala dan Lara. Sekarang mereka semua sudah berada di kantor polisi dan dikumpulkan di sebuah ruangan dengan beberapa anggota polisi yang mengawasi. Mereka semua baru saja diizinkan untuk menghubungi keluarga masing-masing. Hampir semua dari mereka kini bermata sembab akibat habis menangis. "Gimana? Sadar kan kalau kalian semua salah karena sudah datang ke kelab malam di saat kalian semua masih di bawah umur? Masih bocah ingusan loh kalian itu, tapi sudah berani dugem, dan minum-minum segala," omel salah satu anggota polisi pada mereka semua. Jala, Lara, dan teman-temannya hanya mampu menundukkan kepala dalam. Tidak perlu ditanya lagi, mereka memang menyesal. Ditangkap oleh polisi seperti ini jelas bukanlah pengalaman yang menyenangkan untuk mereka semua. "Sekarang kami tunggu orangtua kalian datang dulu sebelum menentukan hukuman apa yang pantas kalian dapatkan." Jala langsung meremas tangan Lara, sedaritadi memang mereka masih bergandengan tangan dan sempat berpisah sebentar ketika tadi Lara menelepon papi mereka. Sengaja Lara yang menelepon, karena Jala sendiri rasanya tidak sanggup untuk bicara pada papinya karena terlalu merasa bersalah. "Papi gimana, Ra?" bisik Jala pada Lara yang ada di sampingnya. Lara menggigiti kuku jari tangan satunya yang tidak sedang menggandeng erat tangan Jala. "Papi bakal cari penerbangan tercepat buat pulang, tapi nggak jamin bisa sampe malam ini juga. Paling Papi sampenya besok pagi." "Terus...kita gimana dong?" "Nggak tau..." "Masa kita disini sampe besok, Ra..." "Nggak usah banyak ngeluh, ini juga kan gara-gara lo!" Jala diam dan menghela napas. Lara memang benar, tidak seharusnya Jala banyak mengeluh karena memang dia lah yang menjadi penyebab mereka terlibat dengan masalah ini. Rasanya Jala sama sekali tidak siap bertemu dengan papi mereka nanti. Pasti Papi bakal marah dan kecewa berat. Andai bisa memutar waktu ke beberapa jam lalu, Jala akan menuruti perkataan Lara sehingga mereka tidak perlu terlibat masalah seperti ini. Dalam hati Jala berjanji, ketika bertemu papinya nanti, ia akan bersungguh-sungguh meminta maaf dan memohon ampun. Jala tidak akan lagi menginjakkan kaki ke kelab malam sebelum dirinya cukup umur karena kapok dirazia oleh polisi. Janji deh! Selama menunggu orangtua masing-masing datang, mereka semua diberi pembinaan oleh petugas kepolisian dimana. Mereka semua diberi penjelasan mengenai bahayanya tempat-tempat hiburan malam seperti itu bagi anak-anak di bawah umur. Selain mereka belum boleh mengonsumsi minuman beralkohol, polisi juga menjelaskan bahwa mereka bisa saja bertemu dengan orang-orang jahat disana dan mendapat pengaruh buruk. Contohnya saja, mereka bisa bertemu dengan p**************a. Biasanya, para remaja yang masih bersifat labil mudah terhasut ajakan orang-orang jahat seperti itu. Belum lagi untuk para perempuan, di sebuah kelab malam tidak menutup kemungkinan ada predator yang mengincar untuk membahayakan mereka. Karena itu, tidak seharusnya anak-anak di bawah umur ada di sebuah kelab malam. Usai pembinaan tersebut dilakukan, satu per satu orangtua teman-teman Jala dan Lara berdatangan. Mereka yang orangtuanya sudah datang langsung diberi pembinaan lanjutan bersama dengan orangtua masing-masing, kemudian mereka membuat surat pernyataan yang menyatakan untuk tidak akan mengulangi perbuatan semacam ini lagi, dan baru boleh pulang. Syukurnya mereka tidak benar-benar dihukum, apalagi sampai harus dipenjara. Mereka hanya digertak saja oleh polisi agar merasa kapok. Seiring dengan waktu yang berlalu, semakin banyak orangtua dari mereka yang datang, sehingga isi dalam ruangan itu pun perlahan mulai berkurang. Hingga dua jam berlalu, isi ruangan itu pun hanya menyisakan Jala dan Lara yang masih berada di sudut ruangan,bergandengan tangan, tegang, dan juga panik karena belum ada yang datang untuk menjemput mereka. "Sekarang tinggal kalian berdua," ujar salah satu anggota polisi yang di seragamnya tertulis nama Darmono. Bapak polisi itu pun berjalan mendekati Jala dan Lara. "Kalian ini kenapa daritadi gandengan tangan? Pacaran?" Jala dan Lara kompak menggelengkan kepala. "Kita kembar, Pak." Pak Darmono manggut-manggut. "Terus orangtua kalian mana? Sudah dihubungi belum?" tanyanya. "Sudah, Pak, tapi papi kita lagi dinas ke luar kota. Kemungkinan baru sampe ke Jakarta besok pagi," jawab Jala. "Mami kalian mana?" "Nggak punya, Pak." Kali ini Lara yang menjawab. "Kita cuma punya papi." Wajah Darmono seketika berubah tidak enak mendengar jawaban itu. Ia berdeham. "Yasudah kalau begitu, kalian tunggu papi kalian dulu disini." Jala dan Lara baru mau mengiyakan ketika tiba-tiba saja pintu ruangan terbuka dan ada anggota polisi lain yang datang dengan dua orang di belakang mereka. "Om Harlan! Tante Gema!" Melihat yang datang adalah om dan tante mereka, Jala dan Lara langsung bernapas lega. Harlan dan Gema berjalan menghampiri dua keponakan mereka. Berbeda dengan keponakannya yang memandang Harlan dengan penuh binar, Harlan justru memberikan mereka tatapan yang bercampur antara tatapan kesal sekaligus mengantuk. Dari penampilan om dan tante mereka itu, bisa dilihat kalau keduanya datang dengan buru-buru kesini. Sebab mereka berdua sama-sama hanya menggunakan piyama yang dilapisi dengan jaket. Jala langsung meraih tangan Harlan dan Gema secara bergantian lalu menciumnya. "Makasih banyak Om, Tante, karena udah jemput kita berdua! Kalau kalian nggak datang, kita pasti harus nginep di kantor polisi ini!" Harlan mendengus dan menyentil pelan kening Jala. "Kamu tuh ya, ada-ada aja kelakuan. Om sama Tante tuh baru tidur berapa jam karena kerja seharian, tapi papi kamu berkali-kali telepon nyuruh kami buat jemput kalian disini. Kebayang nggak gimana shock-nya kami karena tau kalian masuk kantor polisi? Hampir jantungan tauuu! Papi kalian juga kasihan, capek-capek kerja dari pagi sampai malam, yang harusnya pulang kerja langsung istirahat, malah nggak bisa istirahat gara-gara khawatir sama kalian dan langsung mikir gimana caranya buat pulang kesini secepatnya," omel Harlan panjang. Untuk yang pertama kalinya, Jala dan Lara diomeli oleh om mereka. Selama ini, om mereka yang satu itu mana pernah mengomel dan selalu baik hati. Jala dan Lara sampai takut sendiri karena tidak menyangka omnya bisa mengomel begitu. "Udah, nggak usah marah-marah." Gema menyentuh lengan Harlan untuk menenangkannya. "Mending sekarang cepat selesaiin masalahnya dulu biar bisa cepat pulang." Harlan menghembuskan napas, masih kesal. Namun, ia menuruti perkataan istrinya dan beralih pada anggota-anggota polisi yang ada disana. "Saya Harlan Jagat Erlangga, Pak, adik dari papinya mereka, dan malam ini saya yang jadi walinya mereka karena papinya masih di luar kota. Jadi, bisa kita langsung membahas masalahnya, Pak?" Pak Darmono tersenyum, lantas mengajak Harlan dan Gema berjabat tangan secara bergantian. Lalu, beliau bertanya, "Mas sama Mbak ini artis ya?" Dari raut wajahnya, terlihat sekali kalau Harlan menahan sebal, sementara Gema kebingungan. "Iya, Pak, Om sama Tante saya dua-duanya artis. Yang satu suka main sinetron, satunya lagi penyanyi," jawab Jala. Lara langsung menyikut kembarannya dan melotot. "Rese banget sih lo," bisiknya. "Biar dipermudah ini kalau tau Om Harlan sama Tante Gema artis." Kemudian, Pak Darmono mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Masih dengan tersenyum, ia bertanya, "Saya boleh selfie bareng nggak Mas, Mbak?" Jala dan Lara berpandangan. Sementara Harlan dan Gema hanya bisa menghela napas diam-diam. Mereka tentu tidak bisa menolak dan harus bersikap ramah menanggapi permintaan tersebut guna menjaga image mereka. Jadilah pada akhirnya Harlan dan Gema terpaksa menyunggingkan senyum ketika Pak Darmono mengarahkan kamera depan ponselnya pada mereka. Satu pesan Harlan, "Tapi fotonya jangan di-upload di sosial media ya, Pak, apalagi kalau sampai dikasih ke akun gosip. Nanti fotonya jadi viral, saya nggak mau."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD