Pulau Youhi

1056 Words
Pulau Konglong kembali menjadi pulau yang hanya dihuni binatang dan tumbuhan begitu Li Xian dan Zhou Fu melakukan penyeberangan ke pulau lain. Mereka menggunakan perahu rakit darurat yang dibuat dari gelondongan pohon-pohon besar. Sebelum pergi, mereka juga mengaburkan bekas penebangan tersebut. “Fu’er, ini bukanlah bentuk perahu yang layak untuk digunakan sebagai alat menyebrang lautan. Jika kau tak sedang bersamaku, kau tidak boleh menggunakan perahu rakit seperti ini di laut bebas.” Zhou Fu tidak memperhatikan ucapan kakeknya, ia sedang berdiri berkacak pinggang sambil memandangi langit yang sudah berhiaskan bintang. Li Xian yakin cucunya sedang menghayal tentang sesuatu. Li Xian sudah hafal jika pandanga Zhou Fu seperti itu, pasti ia sedang menghayal. Li Xian pun mulai mengatur strategi. Ia tak tahu berapa lama misi dalam gulungan perak itu ditentukan oleh pemangku organisasi. Bisa satu minggu atau bahkan hanya tiga hari saja. Sementara perjalanan menuju pulau terdekat sepertinya akan memakan waktu lebih dari lima hari. Sementara organisasi rahasia yang menyelidiki keberadaannya, mereka bisa dengan sangat cepat mengitari pulau Konglong sebab mereka memiliki beberapa armada kapal yang cukup maju di zaman tersebut. Li Xian kalah perlengkapan, setidaknya ia harus menang strategi. *** Zhou Fu menelungkupkan tubuh sambil berpegangan erat-erat pada tali-temali perahu rakit. Li Xian memaksanya untuk menelungkup karena mereka memilih untuk melawan badai angin ketimbang berlayar mengikuti arah angin. Organisasi rahasia tersebut tentu mengetahui Li Xian tak mungkin memiliki kapal yang kokoh untuk menyebrang. Itu artinya, seseorang yang berpikiran waras akan menghindari arus angina tajam agar tidak terkoyak bersama angina atau pusaran air laut. Dan itulah mengapa Li Xian memilih jalan yang sudah pasti tidak dianggap sebagai jalur pelarian oleh organisasi tersebut. “Kakek, mengapa rasa airnya asin?” “Muntahkan airnya! Cepat! Air laut bukan untuk diminum, perutmu akan sakit!” Li Xian memperingatkan Zhou Fu sambil terus mengerahkan kekuatannya untuk membuat perahu rakitnya bisa bertempur melawan gelombang air laut dan hantaman angin. Posisi Zhou Fu yang menelungkup memang rawan terkena muntahan air laut dengan jumlah yang cukup besar. Tetapi itu lebih baik ketimbang Zhou Fu tetap berdiri, sebab tubuhnya yang masih kecil akan berisiko terbawa angina jika saja ia berdiri. “Tahan dulu sampai tiga hari seperti itu! Jangan tertidur! Jangan lelah! Harus kuat, setidaknya sampai kita menemukan pulau terdekat.” Zhou Fu berusaha memuntahkan semua air laut yang terlanjur masuk ke perutnya. Ia terbatuk-batuk beberapa kali sambil terus mengeratkan pegangannya. “Kalau aku begini terus, siapa yang akan memukul musuh jika ada musuh yang mendekat?” Zhou Fu menoleh pada kakenya sambil terus menggerak-gerakkan kepalanya untuk menghindari tumpahan air. Sesekali mulutnya kemasukan air laut, sesekali hidungnya yang terkena air laut. Kedua-duanya tidak ada yang menyenangkan. “Sebelum kau memukul musuh, kau sudah terbang berkelebat terbawa angin. Lalu tubuhmu akan jatuh ke laut dan ikan-ikan besar akan saling berebut memotong tubuhmu dengan gigi-gigi mereka!” Zhou Fu terdiam. Ia membayangkan apa yang barusan kekeknya ceritakan. “Oh, baiklah. Lebih baik aku begini saja!” *** Hari ke tiga terombang-ambing di tengah lautan… Untuk pertama kali dalam hidup, Zhou Fu meminum air urin. Bukan urin miliknya, tetapi milik kakek Li Xian. Urin milik Zhou Fu telah tercecer bercampur dengan air laut sebab ia tak tahu jika itu berharga. “Kakek, sekarang sepertinya aku mengantuk, huaaah… “Tidak boleh! Begitu kau tidur, kau akar hanyut bersama gelombang air! Tahan, aku sudah melihat daratan di depan sana!” Li Xian melihat ada gundukan tanah jauh di depannya. Mungkin jarak menuju ke gundukan tanah tersebut adalah setengah hari. Li Xian berharap itu bukanlah gundukan tanah melainkan pulau kecil. Ia bersama cucunya membutuhkan istirahat yang cukup dan makanan yang bagus untuk memulihkan kondisi tubuh mereka. Li Xian sendiri sudah hampir kehilangan separuh ketahanan fisiknya sebab ia menjadi pengendali tunggal dalam perjalanan di tengah laut itu. Tanpa dibantu dengan kekuatannya, tentu perahu rakit yang mereka gunakan akan hancur berkeping-keping ketika dihantam gelombang besar. “Kita sudah dekat!!!” Li Xian berteriak bersemangat. Zhou Fu yang tadinya lemas dan mengantuk, mendadak langsung mendongakkan lehernya. Matanya yang hampir-hampir tak mau terbuka, ia paksa sekuat sebisanya untuk membuka. “Kakek, apakah aku sudah boleh bangun?” “Belum! Sebentar lagi!” “Berapa lama?” “Tidak lama, mungkin hanya satu atau dua jam. Yang penting jangan tidur!” “Huaaah!!!” “Jangan tidur!” “Baiklaah….” Perkiraan Li Xian tidak meleset, tepat satu jam setelahnya, mereka sudah berada cukup dekat dengan gundukan tanah yang ternyata sebuah pulau kecil. Li Xian berharap jika pulau tersebut juga steril dari keberadaan manusia sebagaimana pulau Konglong. *** Namanya adalah organisasi Shangjin, organisasi independen yang tidak tunduk pada pemerintahan manapun, sekte, maupun kelompok-kelompok tertentu. Tidak diketahui secara pasti apa tujuan organisasi tersebut didirikan, yang jelas, beberapa kasus bersejarah baik di daratan Caihong, Shamo, dan Bingdao ternyata berkaitan erat dengan organisasi tersebut. Li Xian memiliki beberapa dugaan, tetapi ia tak ingin terburu-buru menyimpulkan. Lagipula, bukan hanya organisasi Shangjin yang memburunya. Shangjin hanyalah salah satu dari sekian pihak yang menginginkan Li Xian. Bukan untuk dibunuh, tetapi untuk diinterogasi tentang suatu hal yang masih menjadi tanda tanya besar. Li Xian sendiri, jika dilihat dari sepak terjangnya di masa muda, ia bukanlah pendekar yang memiliki reputasi bagus dalam hal kebaikan. Sederhananya, ia memiliki rekam jejak yang menunjukkan bahwa ia bukanlah pendekar yang seratus persen baik. Tetapi masa lalu Li Xian jelas berbeda dengan keadaan sekarang. Li Xian yang sekarang adalah pendekar tua yang memegang komitmennya melebihi apapun. Komitmen tersebut berkaitan dengan tumbuh kembang seorang anak kecil yang ia beri nama Zhou Fu. “Fu’er, bangun! Kalau tidak mau bangun, baiklah kuhanyutkan saja tubuhmu ke lautan!” Zhou Fu mengucek-ucek matanya yang merah menahan kantuk. Ia melihat pepohonan rindang dan matanya pun berbinar-binar. “Kakek! Ayo kita berburu serigala!” Wajah Li Xian mendadak sedikit lesu. Ia menoleh ke belakang ke arah hutan rimba di pulau tersebut, lalu menoleh lagi kepada Zhou Fu. “Sayangnya, aku tak merasakan hawa kehidupan binatang di pulau ini. Rasanya sedikit janggal, entah apa yang terjadi di pulau ini tetapi jika tebakanku tak meleset, tidak ada binatang di sini!” Li Xian bergumam pelan seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri sebab Zhou Fu pasti tidak paham pada ucapannya barusan. Ia sendiri heran, aura yang terpancar dari pulau itu terasa sangat dingin di kulitnya. Biasanya itu menandakan tidak adanya kehidupan baik manusia maupun binatang. Pulau itu bernama pulau Youhi.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD