Keanehan Li Xian

1105 Words
Karena merasa tidak mengerti bahasa yang diucapkan oleh manusia aneh di depannya, Zhou Fu menggaruk-garuk kepala berulang kali sebelum akhirnya berbalik badan lalu menjauh. Zhou Fu sempat terheran-heran, bagaimana seorang manusia yang hanya memiliki satu mulut, bisa berbicara sebanyak  dan sepanjang itu. Kalau boleh jujur, telinga Zhou Fu sebenarnya sudah terasa panas dan penuh. “Hei, aku belum selesai bicara! Jangan pergi begitu saja! Tunggu…” Perempuan itu berlari hendak menyusul Zhou Fu, tetapi ia justru terjungkal sebelum berhasil mendekati Zhou Fu. “Aduh…” Perempuan itu mengaduh dengan dua tangannya memegangi betis kakinya yang ternyata mengeluarkan darah. Zhou Fu yang menoleh terpaksa dibuat kaget karena baru menyadari jika betis perempuan itu terluka, dan itu bukan luka gigitan binatang. Melainkan seperti sebuah sayatan dari benda tajam. Lukanya panjang dan menganga. Zhou Fu mendekat untuk bertanya, “Apa yang terjadi padamu? Mengapa kedua dad*mu bengkak dan kakimu berdarah?” Perempuan itu sempat melotot tetapi akhirnya ia mengesampingkan ketidaksopanan Zhou Fu. Menurut pengamatan matanya, ia yakin Zhou Fu bukan orang jahat, tetapi mungkin sedikit aneh. “Ceritanya panjang, apakah kau punya rumah? Bisa membawaku ke rumahmu? Sepertinya lukaku butuh perawatan.” Zhou Fu terdiam sejenak, jari-jemarinya seperti menghitung sesuatu lalu ia pun mengangguk-angguk dan kemudian menggeleng-geleng, “aku punya rumah. Tapi kau tidak boleh ikut,” jawab Zhou Fu singkat setelah ia yakin dengan perhitungannya. “Mengapa? Aku bukan orang jahat, aku hanya ingin mengobati lukaku. Akan kuobati sendiri jika kau tak mau membantu,” perempuan itu tampak sedikit memelas sebab yang ia butuhkan memang tempat yang aman. Tak masalah jika harus merawat lukanya sendiri asalkan tempat yang ia tempati bisa memberinya rasa aman. “Masalahnya, aku sendiri tidak akan pulang hari ini. Kalau hitunganku benar, tiga hari ini akan terjadi gunung meletus. Rumahku akan kebanjiran lahar panas. Untung kau bertanya, aku jadi ingat untuk mengungsi,” Zhou Fu menggaru-garuk kepalanya karena ia hampir saja lupa jika hari itu adalah jadwal untuknya dan kakek Li Xian mengungsi. “Ha??? Begitukah? Bisa membawaku ikut mengungsi bersamamu? Aku pandai memasak, nanti akan kubuatkan makanan yang enak sebagai balas jasa!” Zhou Fu tak mengerti apa yang dimaksud dengan balas jasa, tetapi ia mengiyakan tawaran perempuan tersebut. Kakeknya pernah berpesan jika di luar sana, sesekali seorang pendekar memang akan bertemu dengan orang lain yang terluka, kakek Li Xian telah meminta Zhou Fu untuk berjanji jika ia harus membantu orang yang terluka. Tentunya jika orang tersebut bukanlah orang yang jahat. *** Zhou Fu mencari tempat yang aman untuk mengistirahatkan seseorang yang akan ia tolong. Dan menurutnya, tempat yang lumayan aman untuk beristirahat adalah di pesisir laut, setidaknya binatang buas jarang yang berjalan-jalan hingga ke pantai. “Aku lupa belum bertanya, siapa namamu?” Zhou Fu menoleh ke belakang, kepada orang asing yang sedang ia gendong karena luka di kakinya ternyata semakin lebar dan banyak mengeluarkan darah. “Aku biasa dipanggil Shen Shen. Dilihat dari posturmu, sepertinya usiamu lima tahun lebih muda dari pada aku, apa aku benar?” Shen Shen memiringkan kepalanya ke kanan untuk melihat wajah Zhou Fu. “Apa? Aku belum diajari kakek untuk menghitung usia orang lain. Usiaku 14 tahun kata kakek. Jika aku lebih muda, berarti aku harus menghormatimu sebagaimana yang kakek pernah katakan.” Li Xian memang memberi banyak pesan-pesan kepada Zhou Fu sebab Li Xian berharap cucunya akan menjadi orang baik dan berbudi. Li Xian mengerti, budi pekerti dan sopan santun sebenarnya perlu di latih di dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi karena ia dan Zhou Fu harus bersembunyi dahulu, ia berharap pesan-pesannya akan menjadi pelajaran moral pertama bagi Zhou Fu. Mendengar pengakuan Zhou Fu, Shen Shen yang saat itu berusia 21 tahun kian merasa jika remaja yang ia temui memang berbeda. Dulu, di sekolah bangsawan Caihong, Shen Shen sempat mendapat pelajaran tentang kehidupan kuno orang-orang pedalaman yang tinggal di pulau-pulau kecil. Dari cara berpakaian Zhou Fu yang aneh, Shen Shen berpikir bisa jadi Zhou Fu memang orang pedalaman sebagaimana yang diceritakan di buku pelajaran. “Ah, kita beristirahat di sini saja dulu. Apa yang bisa kubantu?” Zhou Fu menurunkan Shen Shen dan mendudukkannya di bawah sebuah pohon yang paling dekat dengan pesisir pantai. “Tunggu, aku ingin bertanya, mengapa kau mengira jika tubuhku yang ini bengkak?” Shen Shen menunjuk tepat ke bagian tubuhnya yang beberapa saat lalu disentuh oleh Zhou Fu. “Karena memang bengkak! Lihat punyaku, seharusnya begini. Bukan bengkak begitu!” Zhou Fu giliran menunjukkan miliknya yang memang bidang dan sedikit berotot. Shen Shen refleks tertawa sambil menutup mulutnya. Ia yakin, ia adalah perempuan pertama yang ditemui Zhou Fu, “Kakekmu sepertinya lupa memberi tahu tentang satu hal! Sudahlah, nanti akan kuceritakan panjang lebar tapi ada satu hal yang ingin kutanyakan, apakah kau bisa mengantarku kembali ke Caihong?” “Apa itu Caihong?” “Kau tidak tahu? Ah, keterlaluan! Caihong adalah daratan terbesar yang memiliki peradaban paling maju. Masyarakat kami makmur dan kaya raya. Negeri kami dipimpin oleh raja yang sangat kuat dan disegani semua rakyat. Hidup di Caihong adalah impian semua orang. Jika kau merasa dirimu cukup kuat, kau bisa mendaftarkan diri sebagai prajurit Caihong. Dengan demikian, kau akan hidup enak dan bisa tinggal di balik tembok raksasa.” “Aku tidak begitu mengerti apa maksudmu, tapi apakah di Caihong ada musuh yang harus dilawan?” Zhou Fu mendekatkan tubuhnya, sorot matanya nampak bersemangat ketika ia menanyakan tentang musuh, sebab itulah yang ingin ia cari. “Musuh? Orang jahat maksudmu? Ya, semua tempat pasti memiliki orang jahat di sana. Mengapa? Kau takut?” “Tidak! Tentu tidak. Aku akan mengalahkan semua musuh! Kapan kita bisa berangkat ke Caihong?” Zhou Fu bertanya dengan terburu-buru, ia sangat senang mendengar jawaban Shen Shen sebelumnya. Shen Shen tertawa lagi melihat keunikan remaja lelaki yang sedang bersamanya. Tetapi tawanya sedikit memudar ketika ia ingat orang-orang yang telah membuat kakinya terluka. Perjalanan ke Caihong akan memakan waktu yang cukup lama, apalagi Shen Shen juga tak mengetahui di titik lokasi mana ia berada saat itu. Sedangkan, di luar sana pasti berkeliaran orang-orang jahat yang kapan saja bisa menyerang mereka. Caihong memang negeri yang kaya dan makmur jika seseorang memang tinggal di balik tembok raksasa. Di luar tembok raksasa, meski masih dalam wilayah daratan Caihong, tempat itu tak lebih dari kumpulan orang-orang terbuang dan pendekar-pendekar jahat yang bertingkah semena-mena. Di daratan Caihong yang berada di luar tembok raksasa, harga sebuah kepala manusia justru lebih murah ketimbang harga kepala binatang ternak. Singkatnya, hidup di luar tembok raksasa adalah neraka bagi yang lemah. “Aku khawatir kau tidak cukup kuat untuk membawaku kembali ke Caihong.” “Akan kupastikan kekhawatiranmu tidak terbukti! Ayo cepat sembuhkan lukamu dan kita berangkat ke Caihong. Akan kuhabisi musuh-musuh di sana!”  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD