Anderson Company

1118 Words
Di dalam mobil, dalam perjalanan menuju Anderson Comp, Alex sibuk dengan ponselnya tengah menghubungi seseorang. Dari nama yang terdengar disebut, Alex sedang berbicara dengan Juan —teman yang merangkap sebagai asisten sekaligus sekretaris-nya di kantor. Biasanya, Juan akan menjemput Alex di kediamannya. Tapi, sesuai perintah Tn. Arthur —papi Alex, mulai hari ini Juan bebas dalam kegiatan antar jemput bosnya itu. "Mulai senin besok ada Natasha yang akan bertugas menjadi asisten pribadi Alex, baik di rumah atau pun di kantor. Kamu cukup menjadi asisten Alex di kantor saja, Juan!" Bahagianya Juan ketika mendapat perintah dari orang tertinggi di perusahaan itu. Betapa tidak, ritme pekerjaan Alex yang gila, tentu membawa dampak bagi Juan selama ini. Waktu tidurnya yang sedikit, hari libur yang terkadang dipakai untuk bekerja, dan yang paling Juan kadang merasa kesal tetapi tak bisa berbuat apa-apa, yaitu quality time untuk dirinya sendiri yang tidak ada. Tapi, setelah ada Natasha, Juan akan memiliki kebebasan untuk menikmati hidupnya sendiri. "Ya sudah kamu persiapkan semuanya. Sebentar lagi aku sampai." Panggilan itu pun terputus. Alex kembali sibuk dengan laptop di pangkuannya. Layar yang menyala, menampilkan grafik-grafik dalam berbagai warna, membuat fokus Alex teralihkan dari suasana pagi di luar mobilnya. Waktu satu jam akan mereka tempuh dari kediaman pria itu, sampai gedung pencakar langit berlantai dua puluh milik keluarga Anderson —dalam kondisi lalu lintas normal. Jalanan yang begitu padat dengan lalu lalang kendaraan —cenderung macet, tentu akan membutuhkan perjalanan mereka lebih lama dari biasanya. Polusi asap knalpot kendaraan sudah tampak di udara pagi yang seharusnya segar, dan mobil yang ditumpangi Alex, adalah salah satu kendaraan yang menimbulkan polusi udara di pagi hari itu, menyatu dengan kendaraan lain baik mobil pribadi atau kendaraan umum seperti bus penumpang serta motor. Tak ada percakapan yang terjadi antara pria itu dan sang gadis. Ketiganya —termasuk supir, memiliki kesibukan masing-masing. Alex lebih sibuk dengan pekerjaannya yang akan ia presentasikan saat rapat nanti, dan Natasha yang memilih mengecek tugas harian bosnya dengan sesekali memperhatikan jalanan di luar jendela mobil. Keheningan yang tercipta di dalam mobil itu, sebetulnya bukan sesuatu yang Alex atau Natasha sukai. Alex terbiasa banyak bicara jika sedang bersama Juan, baik membicarakan masalah pekerjaan atau pun masalah pribadi. Juga Natasha yang memiliki kehidupan ceria dan menyenangkan, harus terjebak dalam suasana sepi dan membosankan. Tapi, itu adalah pilihan dan resiko yang harus mereka jalani. Natasha, sebab rasa balas budi terhadap keluarga Anderson, memilih menyetujui permintaan sang majikan —Ny. Renata, ketika memintanya untuk menjadi asisten pribadi bagi putra semata wayangnya. Bahkan, sebuah kamar di sebelah kamar Alex yang selama ini kosong, diberikan kepada Natasha untuk ia gunakan selama mengurus dan melayani Alex. Alex atau Natasha sama-sama tidak tahu, ada beban moril dan beban pikiran di hati masing-masing, tatkala menerima permintaan dari sosok wanita tua yang memiliki hati lemah lembut dan baik hati, yang saat ini terbaring lemah di bangsal rumah sakit dalam kamar ekslusif yang selama beberapa bulan terakhir menjadi rumah keduanya. "Apakah jadwal makan siangku nanti bebarengan dengan meeting klien?" tanya Alex tiba-tiba, memecah keheningan. Natasha tahu walaupun namanya tidak disebut, tetapi dirinyalah yang menjadi tujuan sang tuan muda bicara. "Tidak, Tuan. Meeting klien akan dimulai setelah pukul dua siang nanti." "Kalau begitu sebelum makan siang, seperti biasa, aku harus menemui mommy di rumah sakit." "Baik." Itu saja percakapan di antara keduanya. Setelah itu, mereka kembali dalam mode diam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hingga mobil berhenti di depan pelataran gedung, dengan seorang security yang sudah siap hendak membuka pintu mobil bagian penumpang. Security itu tahu jika mobil sang pewaris tunggal Anderson-lah yang saat ini berhenti tepat di dekatnya. "Selama pagi, Tuan Alex!" sapa security bernama Deni. "Selama pagi!" balas Alex ramah. Ya, ramah. Selalu ramah jika ia bicara dengan para pria, mau apa pun itu jabatannya atau dari kalangan mana pun, pria itu akan bersikap ramah dan penuh senyum. "Mbak Natasha? Selamat pagi, Mbak?" sapa Deni, ketika melihat Natasha juga keluar dari dalam mobil bagian depan. "Pagi, Pak Deni. Apa kabar pagi ini? Kayanya semangat sekali?" sahut Natasha dengan keceriaan yang selalu ia tampakkan pada siapa pun, dan itu membuat pria dengan setelan jas biru dongker di sebelahnya, terlihat sinis memandang. "Baik, Mbak Natasha." "Apakah kamu masih membutuhkan waktu untuk mengobrol?" sindir Alex, nyata tak suka. Natasha mencoba bersikap tidak peduli. Bukan karena ia ingin bertingkah kurang ajar pada Alex, tetapi sikap arogansi yang dimiliki tuan mudanya itu, membuat si gadis memilih bersikap tegas dan tak ingin terintimidasi oleh sikap dingin, juga angkuhnya sang tuan. "Kamu tidak harus lembek atau merasa takut pada putraku itu, Nat. Bersikaplah seperti Natasha biasanya yang aku, atau orang-orang di sekitarmu kenal. Tak perlu kamu pedulikan sikap angkuh yang dimiliki oleh putraku, Alex. Dia hanya tidak terbiasa ada sosok perempuan yang ada di dekatnya, apalagi akan melayaninya selama dua puluh empat jam. Tenang saja, ada aku di belakangmu yang akan selalu melindungi jika Alex berbuat macam-macam." Petuah yang diberikan oleh tuan besar kepadanya, sesaat setelah ia menyetujui permintaan Ny. Renata. Akhirnya, membuat Natasha memutuskan untuk mengikuti kehidupan sehari-harinya seperti biasa, tanpa terganggu oleh sikap yang Alex tunjukkan padanya. Namun, tidak bagi Alex. Kondisi di mana ia akan dibuntuti selama satu hari penuh oleh perempuan yang selalu membuat hatinya kesal itu, memaksa otak dan pikirannya bekerja ekstra dalam mengatur strategi supaya gadis itu mengundurkan diri dari posisinya. "Pak Deni, aku permisi dulu yah." Terlihat raut ketakutan tampak di wajah si security, ketika sindiran Alex layangkan pada Natasha. "Siap, Mbak." Alex berjalan cepat mendahului langkah kaki Natasha di belakang. Meskipun gadis itu memiliki tinggi seratus tujuh puluh senti, tetapi dibanding tubuh tinggi menjulang Alex, yang memiliki tinggi hampir seratus sembilan puluh senti, langkah kaki Natasha masih kalah jauh. Sedikit berlari akhirnya gadis itu lakukan, demi mengejar Alex yang kini sudah berdiri di depan pintu lift khusus untuk beberapa pejabat berpengaruh di perusahaan tersebut. Natasha memencet tombol naik berwarna hijau. Pintu langsung terbuka. Alex pun masuk dengan segera, diikuti oleh Natasha yang berdiri di samping tombol lift, kemudian memencet angka dua puluh, lantai tertinggi gedung. Kembali keheningan tercipta. Alex dan Natasha sama-sama terdiam. Pandangan keduanya pun saling berpaling, seolah tak ingin terjebak dalam tatapan kedua mata yang sebetulnya sama-sama penasaran. Alex sempat merasakan desiran halus di hatinya, manakala melihat leher mulus Natasha, dengan rambut halus yang tak terikat ketika gadis itu membangunkannya tadi. Membuatnya mengumpat di dalam hati karena merasa kecolongan akan sikapnya yang tak terkontrol. Hal yang sama juga dirasakan oleh Natasha, ketika melihat untuk pertama kalinya tubuh polos sang tuan ketika dengan sengaja melepas jubah mandi di depannya, di ruang ganti dalam kamar, sesaat setelah pria itu selesai mandi. Pintu lift berbunyi tepat di lantai dua puluh. Natasha mempersilakan sang tuan keluar lebih dulu untuk menuju ruangan kantornya yang berdekatan dengan ruang milik sang pemilik perusahaan, Tn. Arthur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD