3. Demi Yudha

1313 Words
Detik, menit, jam, hari, minggu dan kini sudah berganti bulan. Selama itu yang dilakukan Zulla adalah menunggu kehadiran Alexa juga Marsel. Namun waktu di setiap penantiannya terasa terbuang sia-sia. Kedua orang yang Zulla nantikan tak kunjung datang. Hanya ada Alexa datang sekali setelah selang dua minggu usai kepergian Marsel yang entah ke mana juga Zulla tidak tahu. Di usianya yang masih sepuluh tahun, Zulla sudah sedikit mengerti apa arti kata cerai berkat searching di tuan google. Waktu itu Zulla tidak sengaja dengar dari bibir Erika saat menelepon Hans yang jauh di Prancis jika Erika berbicara bahwa Marsel menceraikan Alexa di hari Alexa keluar dari rumah sakit. Walau belum paham betul, namun yang jelas Zulla hanya tahu jika orang yang sudah bercerai itu mereka tidak tinggal dalam satu rumah lagi. Seperti sekarang ini, tidak ada Marsel dan Alexa di rumah seperti biasa. Meski masih terlalu rumit jika dipikirkan oleh anak seusia Zulla. Bukan hanya sulit bagi Zulla sendiri, tapi juga bagi sang adik yang masih berusia delapan tahun. Yudha terus saja bertanya, ke mana perginya Marsel dan kenapa Alexa tak kunjung pulang. Zulla merasa kasihan melihat adiknya yang seperti hilang tujuan. Sebagai kakak yang baik, di usianya yang masih sepuluh tahun. Zulla mencoba berpikir lebih dewasa dari umurnya. Gadis kecil ini berusaha tidak menangis saat Yudha menangis. Lebih sering mengalah untuk adiknya dari segala hal. Dan tentunya berusaha memberi semangat untuk Yudha jika mereka tetap harus berprestasi agar nanti saat Marsel pulang, Ayahnya akan bangga kepada mereka. Benar, Zulla ingin berprestasi bukan hanya dari segi akademik saja. Gadis kecil itu meminta agar Erika memasukkannya ke tempat les musik. Selain untuk mengasah kemampuan, Zulla juga ingin mencari kesibukan lain agar tidak terus menerus ingat pada Marsel maupun Alexa. Karena jujur, jika di hari minggu dia sering sekali berdiam diri merindukan kehadiran kedua orang tuanya. Bahkan Zulla sengaja meminta les di hari minggu supaya tidak terlalu memikirkan Marsel dan Alexa. Ternyata, keinginan Zulla les musik diikuti oleh sang adik. Hanya saja, Yudha tidak masuk les musik juga. Melainkan Yudha les renang dengan tujuan sama, agar saat nanti Marsel pulang bisa bangga dengannya. Sama, Yudha pun mengambil les di hari minggu. Sebagai seorang nenek dan kakek, tentunya Erika juga Hans mengizinkan kedua cucunya ikut les selama itu adalah kegiatan positif. Hans sendiri tidak masalah harus membayar biaya les lebih mahal karena hari minggu. Asalkan Zulla dan Yudha tidak terlalu kepikiran tentang Marsel ataupun Alexa. Seperti sekarang, Zulla sudah mengemasi gitarnya karena latihan telah usai. Di dalam kelas les hari minggu tidak terlalu banyak, hanya ada enam orang saja. Karena kebanyakan anak-anak lain mengambil di hari sabtu. Apalagi bagi mereka yang sekolahnya hanya sampai jumat. "Hati-hati di jalan ya anak-anak." ini yang selalu diucapkan oleh guru les apabila sudah selesai. "Too, Miss." balas keenam anak sambil keluar dari kelas. Tidak banyak teman dekat Zulla, gadis kecil ini hanya memiliki satu teman dekat bernama Tera. Seorang gadis juga yang usianya satu tahun di atas Zulla. Namun badannya lebih kecil dari Zulla. Mereka juga beda sekolah dan arah rumah. Tapi Zulla dan Tera bisa dekat karena waktu pertama masuk les, Tera jatuh di depan gedung les dan yang menolong adalah Zulla. Maka dari itu, mereka bisa dekat sampai sekarang. "Heh.. Anak cupu, lo dijemput sama sopir lagi ya?" kalau satu ini bukan suara Tera, melainkan suara Gladys yang suka sekali mengejek Zulla. Ekor mata Zulla memandang Gladys, langkah kakinya pun terhenti. Darah gadis kecil ini memanas jika mendengar Gladys mengejeknya. Tera yang sedari tadi berjalan di samping Zulla pun ikut berhenti dan deg-degan, takut Zulla emosi terlalu jauh. "Apa lo lihat-lihat gue? Memang kenyataannya lo tidak punya Mama sama Papa ‘kan?" kedua bola mata Gladys sudah menatap nyalang ke arah Zulla. Kedua tangan Zulla terkepal kuat-kuat, emosinya memuncak. Kulit wajahnya yang putih memerah saat itu juga. "Jangan sembarangan ya lo kalau ngomong. Gue punya Ayah sama Bunda. Gue dijemput sopir itu karena orang tua gue sibuk bekerja cari duit buat membahagiakan gue." balas Zulla tanpa takut. "Zul, sudah ya kita pulang saja. Jangan hiraukan nenek lampir kayak dia." Tera berusaha meredakan emosi Zulla dengan cara mengajaknya turun ke lantai dasar. Kedua mata Zulla masih menatap Gladys tanpa takut. Zulla tidak ingin ditindas, dia selalu meyakinkan dirinya bahwa dia kuat. Kalau Zulla diam saja diperlakukan seperti ini, lalu bagaimana dia melindungi Yudha. Itulah yang selalu Zulla pikirkan. Tidak boleh lemah dan kalah kalau tidak salah. "Hahaha... Ini hari minggu, keluarga lo sangat miskin ya sampai di hari minggu kerja semua? Atau jangan-jangan sopir yang sering jemput lo itu adalah bokap lo?" Gladys menyilangkan kedua tangannya di depan d**a sambil memandang remeh ke arah Zulla dari atas sampai bawah. "Kak Zulla...!" lengkingan suara dari Yudha menghentikan bibir Zulla ketika ingin membalas kata-kata Gladys. Semua mata memandang ke arah Yudha yang kini sudah berdiri di samping Zulla sambil menggamit lengan Zulla. Gadis kecil itu menahan emosinya agar Yudha tidak penasaran. "Hah... Dasar anak sopir, gaya banget jadi orang." remeh Gladys lagi sambil tertawa sinis di sudut bibirnya. Pandangan Yudha tidak santai memandang Gladys. Apalagi saat mendengar Galdys meremehkan dirinya dan sang kakak anak pembantu. "Dasar nenek lampir." balas Yudha sambil menjulurkan lidahnya. "Lo..." "Cukup! Jangan coba-coba lo sentuh adik gue!" sentak Zulla ketika Gladys akan melayangkan pukulan ke arah Yudha hingga anak kecil itu memejamkan mata. Sekali hentak Zulla menghempaskan tangan Gladys hingga gadis itu tersungkur ke belakang. Zulla langsung menarik tangan Yudha meninggalkan Gladys. Tanpa disangka-sangka, Yudha menyempatkan diri menjulurkan lidahnya ke arah Gladys yang terlihat begitu kesal. Tera juga mengikuti langkah kaki Zulla memasuki lift menuju lantai dasar.   ***   "Aku mau nonton avengers." rengek Yudha saat mereka sedang memilih kaset DVD. "Ya sudah, masukkan kasetnya." Zulla memberikan kaset avengers pada adiknya. Ini salah satu sikap mengalah yang Zulla lakukan. Padahal tadi dia ingin menonton film barbie. Tapi rencananya gagal karena keinginan Yudha yang kekeuh ingin menonton avengers. Bagi Zulla, hal paling penting dalam hidupnya sekarang adalah Yudha. Apa pun Zulla lakukan asal Yudha tidak terus menerus ingat pada Marsel. Meski Zulla sendiri sering ingat pada ayah dan bundanya. "Ayah, aku kangen." Kata hati Zulla setiap harinya. Tapi siapa yang tahu, Zulla tidak pernah mengatakannya secara langsung atau kepada orang lain. Apalagi Zulla sangat takut kalau Yudha sampai mendengarnya. Adiknya itu akan sedih dan tak jarang akan langsung menangis. "Kak Zulla, cewek yang tadi itu siapa?" arah pandang Yudha kini tertuju ke Zulla, bukan lagi ke arah layar televisi. "Tera?" Zulla ganti bertanya. "Bukan, yang tadi. Yang marah-marah?" Otak Zulla langsung terfokus pada Gladys saat mendengar Yudha berkata marah-marah. Tapi kenapa Yudha mempertanyakan Gladys. "Oh... Namanya Gladys, kenapa?" "Jangan jadi teman dia, aku tidak suka. Dia cewek jahat, suka marah-marah, bentak-bentak kayak nenek lampir. Dia juga tidak cantik." celetuk bibir mungil Yudha panjang lebar. Tawa meledak dari bibir Zulla mendengar larangan sang adik. Bisa-bisanya Yudha mengatai Gladys sebagai nenek lampir. Adiknya itu ada-ada saja tingkahnya yang bisa membuat sang kakak tertawa. "Dia bukan temanku, Yudha. Kami tidak berteman." "Bagus, jangan mau menjadi temannya." pandangan Yudha kini beralih lagi ke arah layar televisi dan lanjut menonton avengers. Sebenarnya Zulla heran, apa Yudha tidak bosan menonton avengers lagi. Ini bukan yang kedua atau ketiga kalinya. Tapi hampir setiap hari Yudha menontonnya dan bahkan Zulla yakin kalau adiknya itu sudah sangat hafal jalan ceritanya. "Yudha, apa kamu juga kangen sama Ayah dan Bunda?" Tanya Zulla dalam hati sambil memandang adiknya. "Ayah, Bunda, kalian di mana? Kenapa kalian pergi begitu saja?" Hati Zulla kembali pilu. Gadis kecil ini kehilangan kontak Marsel dan Alexa. Setiap hari, Zulla selalu mencoba menelepon mereka berdua namun tetap saja yang menjawab adalah perempuan lain dengan penjelasan jika nomor yang Zulla tuju sedang tidak aktif. Entah sudah berapa panggilan keluar yang ada di log panggilan telepon genggam milik Zulla jika gadis kecil itu tidak menghapusnya usai mencoba menghubungi Marsel ataupun Alexa. Hal ini dilakukan agar Yudha tidak tahu bahwa dirinya sebenarnya setiap hari mengharapkan kehadiran Marsel dan Alexa. *** Next...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD