Young, Handsome and Rich

1048 Words
Hazel Orlando Theus menatap jengah kepada seorang wanita berambut blonde bernama Jessica Dario sedang masuk ke dalam ruangan kerjanya tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Ruangan kerja Hazel berada pada lantai tertinggi perusahaan miliknya yang bernama Theus, diambil dari nama mendiang ayahnya yang merupakan seorang professor di bidang matematika. "Untuk apa kau ke sini?" tanya Hazel beralih dari melihat monitor di depannya ke Jessica yang kini berjalan gemulai dengan pakaian seksi. Jessica tersenyum nakal. "Ayolah, hari sudah mulai sore. Kau tidak ingin bersenang-senang malam ini?" Ia kemudian melangkah semakin mendekat kepada Hazel. Namun pria itu langsung berdiri sambil meraih jas yang berada di gantungan dekat kursi kerjanya. Membuat tangan Jessica yang tadi ingin menyentuh tangan Hazel menjadi gagal. "Hanya karena aku menggunakan firma hukum Ayahmu, bukan berarti kau bebas ke sini menemuiku," ujar Hazel kini berdiri di hadapan Jessica. Mata Jessica terpukau begitu Hazel berdiri persis di depannya. Wajah, bentuk tubuh serta penampilan Hazel begitu menyihir dirinya. Seolah tubuhnya terbaakat hanya karena tatapan dari pria itu. "Jadilah kekasihku. Kau bisa leluasa menggunakan setiap pengacara terhebat di firma Ayahku," ujar Jessica kini mendekatkan wajahnya pada pria itu. Tangan Hazel terulur mengelus pipi Jessica dengan lembut. Ia kemudian menggeser wajahnya ke samping, sehingga bibir tepat berada di telinga Jessica. "Jika aku ingin pengacara di tempatmu, aku bisa saja mendirikan firma hukum sendiri, lalu merekrutnya dengan gaji yang lebih fantastis. Atau ... aku bisa mengakuisisi firma hukum Ayahmu yang kau selalu banggakan itu. Jadi berhentilah mendekatiku, karena kau tidak cukup menarik untuk menjadi wanitaku," kata Hazel dengan tenang membuat Jessica bergidik ngeri. Meski suara berat Hazel begitu seksi didengarnya, tetapi Jessica sadar bahwa apa yang dikatakan oleh Hazel bisa dilakukan pria itu dengan nyata. Hazel kemudian mundur dan menekan sebuah tombol di atas meja kerjanya. "Sekertaris Betrix, antar Nona Jessica menuju lobi. Dia ingin pulang sekarang." Jessica yang hanya berdiri mematung memandang Hazel, hingga Betrix datang dan menuntunnya keluar dari ruangan Hazel. Meski dirinya merasa begitu kesal dan marah, tetapi ia tidak bisa berkata apapun di hadapan Hazel. Sekarang dirinya paham dengan apa yang selama ini diperbincangkan oleh para anak pejabat dan konglomerat yang ada di New York tentang seorang pria bernama Hazel. Selama ini Jessica belum pernah kenal dengan wanita yang mengaku menjalin hubungan dengan Hazel. Bahkan media juga kesulitan mendapat informasi pribadi tentang pria tersebut. Kebanyakan chanel televisi dan majalah seputar bisnis hanya memberitakan tentang kesuksesan perusahaan Theus yang bergerak diberbagai bidang mulai teknologi, manufaktur, jasa hingga entartain. Hazel keluar dari ruangannya satu jam setelah Jessica pergi. Betrix kemudian menghampiri bosnya itu. "Anda mau ke mana?" tanya Betrix hati-hati. Hazel berhenti berjalan. "Aku ingin menemui Alex, batalkan semua jadwal hari ini." Ia kemudian lanjut melanhkah menuju lift untuk turun. Betrix mengangguk singkat. "Baiklah." Mengenderai mobil Lykan Hypersport seorang diri dengan memakai kacamata hitam membuat Hazel begitu menikmati perjalanan di jalan kota New York. Pandangan orang sekitar tertuju padanya, ketika pria itu singgah di salah satu restoran yang hampir setiap pekan ia kunjungi. Apalagi kalau bukan Restoran Quiro yang didirikan oleh koki bernama Alex yang merupakan sahabat baik Hazel. "Kau belum buka?" tanya Hazel masuk dengan pintu masih tertuliskan close pada bagian luar. Alex yang kebetulan berada di bagian luar, langsung mendekati Hazel. "Tentu saja belum, dua jam lagi akan memasuki sajian makan malam. Jadi ... ada apa kau ke sini padahal belum waktunya makan malam?" Hazel tidak langsung menjawab. Ia kemudian mengambil kursi dan duduk. Jari telunjuk kanannya mengetuk meja di depannya, membuat Alex ikut duduk. "Ibuku punya rencana gila," kata Hazel membuat Alex menghela napas panjang. "Dia ingin menikah lagi?" tanya Alex menebak. Hazel menggeleng pelan. "Bukan. Sebaliknya, dia ingin menjodohkanku." Ucapan Hazel membuat Alex tertawa keras. Perkataan sahabatnya itu seolah mengandung rasa humor yang berkali-kali lipat dari opera komedi yang setiap akhor pekan dirinya nonton. "Ayolah Alex ini tidak lucu," balas Hazel sedikit kesal dengan reaksi Alex. "Oke, aku minta maaf soal itu. Tetapi kau sudah berusia dua puluh sembilan tahun, perjodohan macam apa itu?" Alex tidak habis pikir dengan Teressia--Ibu Hazel yang memiliki rencana yang benar-benar bisa membuat Hazel gila. "Tapi aku bisa mengerti kenapa dia melakukan ini, selama ini dia melihatmu hanya sibuk bekerja membangun Theus dengan begitu tekun. Kupikir sudah beberapa kencan buta yang juga sering dia rencanakan bukan?" Alex mengerti betul bagaimana Hazel yang selama ini tidak pernah tersandung skandal asmara. Dirinya sudah kenal dengan Hazel dari masih berumur sepuluh tahun. Baik ia dan Hazel memiliki ayah yang seorang professor dari kampus yang sama, jadi tidka heran apabila mereka berdua juga ikut berteman. Ayah dari Hazel dan Alex selalu menginginkan putra mereka agar mengikuti jejak menjadi seseorang yang mendalami ilmu pengetahuan dan menjadi akademisi. Namun Hazel lebih menjadi pebisnis, jauh dari mendalami sejenis aljabar linear. Begitupula Alex yang memiliki ayah yang masih aktif mengajar di kampus sebagai professor dalam bidang filsafat. "Aku bisa mencari wanitaku sendiri Alex," ujar Hazel secara tidak langsung menolak rencana Teressia. Alex menatap serius Hazel. "Apa kau tahu siapa calon wanita yang Ibumu berusaha menjodohlanmu dengannya?" Hazel mengangguk pelan. "Dia memberiku beberapa kandidat mulai dari anak pejabat yang orangtuanya bekerja di Gedung Putih, cucu dari pemilik Grup Red Venom sampai seorang model yang merupakan adik temannya," ujarnya menerangkan kandidat yang ibunya katakan padanya. Alex mengernyit. "Cucu dari pemilik Grup Red Venom? Keluarga terkaya di Eropa?" Hazel mendesah. "Ayolah Alex, aku tidak akan menikahi wanita yang bisa menginjak harkat dan martabat seorang pria hanya karena dia lebih kaya raya." Alex mengangguk sambil mengendikkan bahu. Ia paham betul bagaimana Hazel yang memulai usaha dari nol hingga sebesar sekarang. Mungkin Hazel bisa lebih dari sekarang jika dari dulu mendekati anak konglomerat yang bisa membantu Theus menjadi lebih besar san sukses, tetapi itu bukanlah pribadi seorang Hazel. "Setahuku Red Venom hanya memiliki tiga anak. Satunya telah meninggal dalam kecelakaan bersama istrinya adalah anak sulung, satunya menikah dengan bangsawan dari Kerajaan Inggris adalah anak kedua dan satunya yang merupakan anak tiri sekarang yang mengendalikan perusahaan milik Red Venom," ujar Alex cukup tahu tentang Red Venom yang cukup disegani. "Cucu yang dimaksud mungkin putri tunggal dari anak sulung," ujar Alex menerangkan lebih lanjut. Alis Hazel terangkat tidak menduga bahwa Alex yang sebagian besar waktunya setiap hari berada di dapur, cukup tahu tentang silsilah keluarga konglomerat. "Bagaimana kau tahu dengan jelas?" tanyanya curiganya. Alex tersenyum tipis. "Karena adik perempuanku adalah teman baik cucu dari Red Venom itu." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD