Part 6. Sisi Lain Swift

862 Words
Sekarang Swift sudah berada di dalam ruangan kepala sekolah bersama pak kepsek, guru bk, ibu Gladys, dan 3 orang siswa sebagai saksi sedangkan Gladys langsung di larikan ke rumah sakit terdekat. Sebenarnya kepsek menyuruh Swift memanggil kedua orangtuanya akan tetapi kedua orangtuanya sedang berada di luar negri. Jadi dirinya sendiri lah yang mewakili kedua orangtuanya. Tahu tidak? Tadi setelah terbangun dari pingsan dia langsung diboyong ke ruangan ini. Ngeselin banget pokoknya bagi Swift! Belum lagi lengannya terasa nyut-nyutan akibat Gladys sialan itu. Masalah Gladys, Swift sama sekali tidak peduli. Kalau Gladys mati baru lah Swift peduli. Nanti akan Swift bawakan ke makam Gladys bangkai burung sebagai kata selamat jalan darinya. Eh, jangan dulu deh. Swift belum puas balas dendam ke perempuan sialan itu! "Jadi, kenapa kalian bisa berkelahi?" tanya pak kepsek. Swift duduk di atas kursi sambil bersidekap d**a dengan dagu yang terangkat angkuh. Tidak merasa terintimidasi sedikit pun oleh tatapan tajam orang-orang. "Gladys menabrak saya dengan sengaja lalu membentak dan melimpahkan kesalahannya pada saya. Saya yang tidak ingin terjadi keributan meminta maaf padanya, tapi bukannya memaafkan dia malah semakin menjadi-jadi. Menghina saya dengan tidak berperasaan. Saya masih berusaha meminta maaf. Temannya menyela, dan akhirnya mereka yang menjadi berdebat. Karena bosan dengan perdebatan mereka akhirnya saya memutuskan untuk pergi. Eh, tiba-tiba saja dia menyerang saya dengan pisau di akhir." Menyingkap lengan bajunya sehingga tampak lah lengan putihnya yang sudah diperban. "Intinya saya melukainya karena dia yang melukai saya duluan!" Simpulnya cepat. Lelah kalau harus menceritakan dengan detail. "Benar itu, Zad? Res? Vel?" tanya kepsek pada ketiga saksi yang ada. "Benar, pak." sahut mereka kompak. Ibu Gladys menatap Swift dengan tatapan bersalah. Tadinya dia berpikir kalau Swift anak yang jahat tapi sekarang pandangannya berubah. Ternyata anaknya yang jahat. Dia mengerti Swift karena dia juga pernah berada di posisi tersebut. Melukai orang lain untuk menyelamatkan diri sendiri, hal itu tidak salah. Lagipula di dalam suatu perkelahian pasti ada yang terluka. "Maafkan anak ibu, Swift." pinta ibu Gladys. Swift yang medengarnya merasa tercengang. Dia kira Ibu Gladys akan marah-marah kepadanya karena telah membuat anaknya masuk rumah sakit, tapi ternyata perkiraannya salah. Padahal dia sudah menyiapkan kata-kata pedas nantinya untuk melawan Ibu Gladys tapi harapannya malah sirna begitu saja. Ck! Dasar ibu tua! Menganggu rencanaku saja. batin Swift kesal. "Kesalahan anak anda sulit untuk saya maafkan. Seandainya saya mati karena pisau sialan itu, akan saya hantui kalian sekeluarga karena saya tidak akan pernah membiarkan kalian bahagia di atas penderitaan saya." kata Swift ketus dengan tatapan yang sangat sinis. "Ibu benar-benar tidak tahu kalau anak ibu bisa menjadi liar seperti itu." "Anak anda memang liar. Ah ya, dia kan w***********g yang selalu melayani om-om mesum." ucap Swift blak-blakan. Dia pernah melihat Gladys bersama seorang om-om di club malam dan mereka berdua sangat mesra. Jangan lupakan kalau Swift juga sering mengunjungi club malam untuk bersenang-senang tapi dia tidak menyentuh minuman yang berakohol sedikit pun. Percaya atau tidak, itu lah kenyataannya. "APA??" teriak Ibu Gladys syok. Swift menyeringai. "Kenapa terkejut? Bukankah dia anak anda? Kenapa anda bisa tidak tahu kalau kelakuannya seperti itu?" Raut wajah Ibu Gladys memerah antara malu, tidak percaya, dan marah. "Kau pasti bohong, kan?" tuntutnya marah. "Untuk apa saya bohong? Nggak ada gunanya juga. Kalau tidak percaya selidiki saja anak anda tersebut." sahut Swift ketus. "Stop! Sekarang masalah perkelahian dulu. Kalau masalah lain nanti saja diselesaikannya." lerai pak kepsek. "Sudah saya putuskan. Swift akan di skors selama 2 minggu karena telah membuat Gladys masuk rumah sakit apapun alasannya, tapi tetap saja dia mencelakai Gladys sehingga terluka parah." Swift tersenyum sinis mendengar ucapan pak kepsek. "Jadi begitu yah?" Mengeluarkan sebuah pisau atau lebih tepatnya pisau yang digunakan Gladys untuk menyerangnya tadi. "Bagaimana dengan ini pak kepsek yang terhormat?" tanya Swift dingin sambil menodongkan pisaunya ke wajah kepsek. Menempelkan benda kecil itu ke pipi kanan pak kepsek. "Apa yang akan anda lakukan kalau seseorang menodong anda seperti ini? Apa anda akan diam saja?" tanya Swift lagi. Semua orang yang berada disana mendadak pucat. Mereka tidak menyangka gadis semungil dan semanis Swift memiliki sisi yang menyeramkan. Bahkan mereka sampai merinding mendengar suara dingin Swift. "Tentu saja saya tidak akan tinggal diam." sahut pak kepsek berpura-pura tegas padahal dalam hati dia sudah ketakutan. Takut pisau kecil itu menggores pipinya. "Bingo!! Itu lah yang saya lakukan. Jadi jangan salahkan saya," kata Swift santai lalu menjauhkan pisau tersebut dari wajah pak kepsek. Pak kepsek baru bisa menghela nafas lega, begitu pun dengan orang yang berada di dalam ruangan. "Jadi, apakah anda akan tetap menghukum saya?" Swift menusuk sadis meja pak kepsek dengan pisaunya. Dalam hati pak kepsek merutuki kelakuan salah satu murid sekolahnya itu. Padahal mejanya masih baru tapi Swift malah merusaknya. "Hah, baiklah. Kau tidak akan di hukum karena kau hanya melindungi dirimu sendiri." Pak kepsek mengatakan hal itu dengan sangat berat hati. Swift tersenyum miring. Ternyata semudah itu membuat sang kepsek takut padanya. Gadis itu bangkit dari duduknya. "Saya pergi dulu. See you again." Melambaikan tangannya dengan riang dan keluar dari dalam ruangan. Blamm. Swift membanting pintu dengan kuat sehingga membuat semua orang yang berada di dalam ruangan terlonjak kaget. Murid yang sangat bar-bar. -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD