Episode 7

853 Words
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Jam sekolah di hari Jum'at hampir berakhir, tetapi tidak bagi para siswa dan siswi aktif layaknya Juno dan rengrengan. Di dalam ruangan, Juno tengah memulai rapat dengan siswa siswi yang memegang elemen-elemen penting di dalam organisasi. Setelah pembukaan, Juno membiarkan Yohan yang bertindak selaku Ketua Pelaksana untuk melanjutkan rapat. Meski terkadang slengekan, tapi Juno selalu puas dengan setiap pencapaian yang laki-laki itu dapatkan. Dia selalu bisa menempatkan posisi kapan dia harus bercanda dan kapan harus serius. Dia pekerja keras, dan cekatan dalam melakukan sesuatu, terlebih jika itu menyangkut perempuan cantik. Hm. Rapat berjalan tidak terlalu lama, hanya membahas perihal giliran tampil dan pengecekan properti oleh panitia logistik apakah sudah cukup atau ada yang perlu ditambahkan. Juga menanyakan perihal kesiapan dari masing-masing ekskul untuk penampilan besok. Setelah seluruhnya selesai, rapat dibubarkan mengingat mereka juga harus membantu panitia lain yang saat ini tengah mendekor aula. "Rencana malam ini mau tidur di sekolah?" tanya Yohan seraya memperhatikan Juno yang merapikan beberapa berkas di meja. "Bisa jadi. Lagi pula, dekor nggak akan beres sejam dua jam." Yohan mengangguk-angguk dan kini beralih ke Chacha yang tengah mencatat—entah mencatat apa. "Neng Chacha mau nginep juga?" tanya Yohan, membuat bukan hanya Chacha yang menoleh, tapi satu makhluk lagi yang tengah mendengarkan musik di belakang. "Heh, bangke! Nang neng nang neng kayak tukang ojeg!" semprot lelaki berdarah campuran Aussie itu yang lalu berdiri kasar kemudian berpindah duduk di sisi Chacha. Yohan cekikikan melihat reaksi Felix. "Aku nggak." Chacha menjawab santai, kemudian kembali mencatat. Tapi beberapa detik selanjutnya ia kembali mengangkat kepala, melihat makhluk di sisinya dengan bengis. "Kamu ngapain ngelihatin kayak gitu?" "Ayo, pulang!" ujar Felix dengan nada yang—ah, bucin sekali. "Aku belum selesai." "Biar selesain di rumah aja." "Kamu siapa? Aku siapa? Ngapain ngurusin hidup orang?" Dan Yohan dengan sangat tidak berperasaannya tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah Felix yang menekuk kesal. Untung saja Felix sedang bersama Chacha, kalau tidak, Felix pasti sudah melempar Yohan dengan kampak merah. s****n teman satu itu. "Lo tuh, temen lagi susah lo ketawa," gerutu Juno geleng-geleng kepala. Heran juga Juno kenapa dia dikelilingi makhluk-makhluk aneh di sekelilingnya. Kalau tidak bucin, pasti teman-temannya sekelas Yohan: bacot dan receh. *** Hana tengah gegoleran di sofa sambil baca w*****d saat mamanya datang sambil menyerahkan sebuah paper bag. Lantas saja Hana mendongak, hanya sebentar, kemudian fokus lagi ke cerita yang dibaca, membuat mamanya menggeleng kesal. "Anterin ini ke rumahnya Tante Sela, gih!" "Gak mau, mager." Hana masih terfokus. Tapi beberapa detik kemudian ia terbangun. "Siapa siapa, Ma? Rumah Tante Sela?" tanyanya antusias, meraih tentengan di tangan mamanya dan lekas berdiri. Iya, baru nyadar kalau itu mamanya Juno. "Iya, tolong anterin sekalian bilang minggu depan makan barengnya di rumah Mama." "Asiap, Mamski." Hana cengengesan. Mamanya malah bingung kenapa jadi gampang banget nyuruh Hana? Biasanya harus nunggu marah-marah baru anak gadis itu mau nurutin. Hana berjalan riang seraya bersiul. Kaki yang beralaskan sandal capitnya pun sesekali menendang-nendang kerikil di jalan. Hana sudah berangan-angan untuk ketemu Juno, laki-laki pujaan yang akan membuat para Dewa Yunani menangis karena tersaingi kegantengannya. Maaf, Hana memang sebucin itu. Hana memasuki gerbang rumah Juno yang untungnya tidak dikunci sehingga Hana tidak usah repot-repot menunggu di luar sana. Sampai di depan pintu, Hana diam dulu sebentar, membasahi bibirnya sedikit dengan air liur dan melatih wajah agar selalu tersenyum, baru mengetuk pintu. Tapi, realita memang tak pernah seindah ekspektasi. Ternyata Juno tidak ada di rumah. Dan Hana harus menelan pil kecewa tidak dapat melihat wajah Juno dari dekat lagi. "Ya udah, Tan, Hana pulang dulu, ya." Hana mengamit tangan camer *eh, mamanya Juno, kemudian keluar setelah mendengar wejangan dari wanita paruh baya itu untuk pulang dengan hati-hati. "Hana?" Eh, Hana kaget. Ada Yohan. Ada Juno juga. Eh, apaan sih ini? Hana jadi seneng, kan, jadinya? "Kak!" Hana tidak bisa menyembunyikan senyum lebarnya. Bahkan tangannya terus bergerak-gerak saking senang. "Ngapain di rumah Juno?" tanya Yohan. "Abis nganterin titipan Mama," balas Hana, bicara pada Yohan tapi mata terus jelalatan ke Juno. "Hai, Kak Juno?" Hana tersenyum cerah seraya malu-malu melambaikan tangan. Dan Juno? "Gue ambil jaket sama charger dulu. Lo mau masuk atau tunggu di sini?" Juno bicara pada Yohan, mengabaikan Hana. Nyesek jadi Hana, tuh. "Di sini aja, sekalian mau ngobrol nih bentar." Yohan tersenyum penuh arti. Juno terlihat menggeleng kecil seraya mengembuskan napasnya pelan-pelan, kemudian masuk ke dalam rumah, mengabaikan Hana yang mempoutkan bibir kesal. "Kak, Kak Juno tuh emang gitu ya, orangnya?" tanya Hana ke Yohan. "Gitu gimana?" "Ya gitu, tuh. Kayak tadi, cuek." "Nggak, sih." Yohan terkekeh, "sebenernya dia baik." "Baik kalau sama cewek cantik?" tanya Hana sarkastis. Yohan tertawa terbahak-bahak. Lama. Lama banget sampai Squidward akhirnya memutuskan buat pakai celana. Heran Hana, padahal tidak ada yang lucu. "Lo juga cantik, kok." Eh? Hana menautkan alis dan Yohan lagi-lagi tertawa. Ganteng-ganteng aneh. "Apa, sih, Kak?" Hana malu-malu meong. "Suka, ya, sama Juno?" "Eh? Apa?" Hana gelagapan ditanya secara terus terang gitu. "Suka sama Juno?" Yohan mengulang pertanyaan yang sama. "Eh, aku? Itu—nggak, kok." Bodo amat. Malu kalau ngaku. "Bagus, deh. Lagi pula, dia tuh belum puber, jangan suka ke dia. Mending ke gue aja." Lah? Hana mendelik. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD