Tangisan burung kecil di balik semak-semak (Tunggu, Apa?! Jadi selain Filo, ada lagi?!)

1651 Words
Di jalan yang menanjak itu, mereka masih menikmati mata air yang keluar dari bebatuan bukit yang berada di tepi jalan. "Nah, teman-teman. Misalkan, aku bisa tinggal di sini selamanya. Apa kita bisa seperti ini sampai seterusnya?" nada serius Sera dengan suara lembut sambil menadahkan mata air yang masih keluar. "Heh?! Jadi maksud kamu, kita akan berdiri dan meminum air ini selamanya," ucap Tony dengan wajah pucat melihat ke arah Sera sembari menadahkan mata air yang masih keluar. Heran Sera menatap Tony dengan wajah berkeringat sambil tersenyum paksa. "Bukan begitu konsepnya, bodoh," sahut Lala dengan santai sembari mengepplak kepala Tony. "Menurut, Filo. Kita bisa saja melakukan hal seperti ini setiap harinya. Bermain bersama dan tertawa dan saling menjaga satu sama lain," sahut Filo nada serius, melihat ke arah mata air yang keluar sembari menadahkan tangannya. "Tapi, suatu saat semuanya akan berubah seiring berjalannya waktu. Kita tidak tau, siapa yang akan bertahan dan siapa yang akan menahan semua yang sudah kita lalui bersama." "Eh... Filo. Nada kamu terlalu menghayati, 'loh," ucap Tony dengan wajah datar melihat ke arah Filo. Filo menghadap ke arah Tony. "Ih, Kakak! Bukan yang seperti itu maksud, Filo!" merajuk Filo dengan pipi yang memerah sembari mengangkat kedua kepalan tangannya setengah badan. "Terus." Tony wajah datar. "Itu. Maksud, Filo!" merajuk Filo menundukkan kepalanya sembari mencengkeram roknya. "Suatu saat, Kakak dan yang lainnya pasti akan terpecah belah karena suatu hal." murung wajah Filo. "Suatu hal itu adalah pekerjaan. Tidak mungkin bisa seperti ini terus seperti kata Kak Sera. Pasti dan pasti, kalian akan beranjak dewasa dan meninggalkan semuanya demi kepentingan masing-masing." "Filo." suara lembut Sera dengan wajah cemas melihat ke arah Filo. Sementara itu Lala mengamatinya dengan tatapan cemas sambil menyilangkan tangannya. Lalu Tony mendekat ke Filo sambil jongkok di depan Filo. "Dengar, ya, Filo," ucap Tony dengan santainya memegang kepala Filo dengan tangan kanannya. "Kamu memang benar, akan semua hal yang kamu ucapkan barusan. Tapi, sembari menunggu waktu itu tiba." "Kenapa kamu tidak menikmatinya saja.". Filo mengangkat kepalanya, dengan wajah sedikit sedih menatap Tony. "Dan. Memang benar, kita semua akan sibuk dengan urusan masing-masing. Tapi." "Itu bukan berarti perpisahan, bukan." tersenyum lebar Tony sambil merapatkan giginya. "Hum! Filo mengerti!" Filo menganggukkan kepalanya dengan nada sedikit sedih. Lala mendekat ke Tony dan Filo. Lalu memeluk Tony dan Filo di antara mereka berdua. "Ya ampun! Kalian senang sekali membuat suasana seperti ini." Lala memejamkan kedua matanya dengan wajah cemberut. Cuplikan. "Oh iya, Filo. Kamu bisa berbicara tentang kedewasaan seperti itu, apa kamu diberitahu oleh gurumu?" tanya Sera dengan wajah polos. "Tidak. Filo diajarkan oleh Ayah dan Ibu," jawab Filo dengan wajah polos. Keesokan harinya. Seperti biasa di rumah Tony. Suasana yang sangat hening dan tenang menyelimuti rumah Tony. Tony yang masih tertidur di atas kasurnya sambil mengigau-ngigau. "Hehehe. Aku ingin yang ini, aku ingin yang itu." air liurnya mengalir keluar. Filo yang habis selesai membantu orang tuanya di kebun, langsung masuk ke kamar Tony. "Kakak! Kakak!" heboh Filo sambil tersenyum lebar. "Ah, Kakak masih tidur," ucap Filo dengan santainya berdiri melihat Tony yang sedang mengigau. Dengan segera Filo mencoba untuk membangunkan Tony. "Kakak! Bangun! Bangun!" di depan Tony yang sedang tertidur. Filo dengan lembutnya membangunkan Tony. Ditempel kedua dengkul Filo di atas lantai kamar Tony sembari menggoyang-goyangkan badan Tony berulang-ulang. "Kakak! Bangun." Tony tak kunjung bangun. Mimpi yang dialaminya sangat mendalam, hingga tidak bisa diganggu. Hampir sekitar lima belas menit, Filo membangunkan Tony. Namun Tony tak kunjung membuka kedua matanya dan akhirnya Filo memutuskan untuk menyerah. Berdirilah Filo dari tumpuan dengkulnya. "Kakak kalau sudah tidur bukan seperti orang!" cemberut Filo sambil mengepal kedua tangannya di sisi pinggang. Dengan tenangnya Tony masih belum terbangun juga, sampai-sampai ia mengorok dan mengeluarkan gelembung dari hidungnya. "Ya sudahlah. Mungkin aku akan memberitahukannya terlebih dahulu kepada Kak Lala," ucap Filo dengan santai yang masih berdiri mengamati Tony yang sedang tertidur. Pagi tadi, selepas Filo beranjak ingin pulang dari perkebunan. Filo bertemu dengan salah satu temannya dan memberitahu kepada Filo, bahwa hari ini akan ada festival kembang api di dekat pedesaan mereka. Karena hasil yang nihil untuk membangunkan Tony. Filo memutuskan untuk memberi kabar terlebih dahulu kepada Lala. Pergilah Filo menuju rumah Lala. Dengan kaos polos serta menggunakan rok yang menutupi sampai bagian dengkul. Filo berjalan santai sendiri di jalan pedesaan. Semakin menjauh dan semakin jauh dari rumahnya. Filo terus berjalan santai menuju rumah Lala. Saat Filo berjalan sendirian, tanpa sengaja, Filo mendengar suara tangisan perempuan dari balik semak-semak. "Siapa yang menangis pagi-pagi begini, ya?" bingung Filo. Karena penasaran, Filo membuka semak-semak tersebut. Seorang gadis kecil seumuran dengannya sedang menangis dibalik semak-semak dikarenakan tersesat tidak tau jalan pulang. Dengan cepat Filo menghampiri gadis kecil tersebut. "Kamu kenapa, kok, nangis?" tanya Filo dengan santai menatap ke mata gadis kecil tersebut. "Aku! Aku tidak tau jalan pulang," ucap gadis kecil sambil menahan tangisnya. "Hah! Tersesat?!" Filo dengan wajah terkejut. "Kalau begitu, apa kamu bisa menjelaskan dari mana kamu datang?" tanya Filo dengan hebohnya sembari menempelkan telapak tangan kirinya di dadanya. Gadis kecil tersebut menunjuk ke berbagai arah sambil menahan tangisnya. Dan kebingungan lah Filo. "Hmm, ini kasus yang benar-benar serius," ucap Filo dengan tatapan serius mengerutkan kedua alisnya sembari menempelkan jari telunjuk dan jempol di di pipinya. "Pokoknya! Sekarang ikutlah denganku terlebih dahulu!" heboh Filo sembari mengangkat kedua kepalan tangannya setengah badan. "Aku akan menunjukkan orang yang bisa mengantarkan kamu pulang!" Gadis kecil tersebut masih terus menguarkan air matanya walau sedikit dan berusaha berhenti menangis. "Hum! Terimakasih." Gadis kecil tersebut menghapus beberapa air mata yang tersisa. Dan Filo pun berjalan bersama gadis kecil tersebut menuju rumah Lala. "Kita mau kemana?" tanya gadis kecil dengan santai melihat ke arah Filo. "Kita akan ke rumah, Ka..." seketika Filo memotong kalimatnya sembari berjalan melihat ke arah depan. "Ka?" bingung gadis kecil melihat Filo sembari memiringkan kepalanya. "Tidak jadi." dengan wajah datar Filo melihat ke arah depan. "Pokoknya ikuti saja aku." Sampailah mereka berdua di depan halaman rumah Lala. Sepi suasana di depan rumah Lala. Diketuk pintu rumah Lala oleh Filo. "Kak Lala, apa Kak Lala ada di rumah?" Tidak ada jawaban dan tidak ada yang menjawab. "I.. Ini gawat! Kenapa di saat seperti ini, harus bertemu dengan anak yang tersesat. Ah, Kak Lala. Filo mohon, bukalah pintunya." Filo berbicara dalam hati dengan wajah panik. "Tapi.. Tapi." Filo merapatkan bibirnya sembari memejamkan kedua matanya. Sebuah kenangan muncul di dalam pikiran Filo. "Ibu, kenapa semut-semut harus saling bekerja sama untuk membawa makanan yang besar? Yang lebih kecil 'kan bisa mereka bawa meskipun seorang diri." Filo dengan wajah datar menunjuk ke arah lubang semut sembari menarik-narik baju Ibunya dengan jari telunjuk dan jempol. "Dengar, ya. Itu namanya gotong royong," ucap Ibu Filo dengan santai sembari mengusap kepala Filo berulang-ulang. "Mereka seperti itu, karena mereka harus menolong satu sama lain." "Dan tidak mementingkan diri sendiri. "Meskipun mereka hanya hewan kecil, tapi mereka hebat! Mereka bisa berkomunikasi antar sesama tanpa melihat dan mereka bekerja sama dalam segala hal! Benar-benar keren!" ucapan seperti ini kembali muncul di dalam pikiran Filo. Selesai kenangan berlalu. Filo membuka kedua matanya dengan wajah murung, sambil memegang gagang pintu rumah Lala. "Kenapa? Kenapa Filo bisa lupa dengan ucapan Filo sendiri." Filo berbicara dalam hati. "Sepertinya, tidak ada siapapun di dalam rumah ini," ucap gadis kecil sembari melihat sekitar rumah Lala. Filo melepaskan gagang pintu rumah Lala dan membalikkan badannya melihat ke arah gadis kecil tersebut dengan wajah cemas. "Anu! Sebelumnya Filo minta maaf!" Filo dengan wajah khawatir sembari menempelkan telapak tangan kirinya di dadanya. "Sebenarnya. Ini tidak ada hubungannya dengan apa yang Filo ucapkan saat di jalan tadi! Seharusnya kita bukan ke sini!" "Maafkan Filo," ucap Filo dengan wajah murung menundukkan kepalanya sembari menyatukan tangannya di depan pinggang. "Jadi, ini bukan tempat yang tepat, agar aku bisa pulang ke rumahku?" tanya gadis kecil santai. "Iya." Filo dengan wajah menyesal menundukkan sedikit kepalanya. "Filo juga tidak tau harus berbuat apa. Tadi, Filo sempat berpikir, kalau Kak Lala bisa membantu kamu." "Maka dari itu, Filo kemari." "Begitukah. Tidak apa-apa, 'loh. Malahan, aku yang harus meminta maaf karena sudah merepotkan kamu," ucap gadis kecil dengan santainya memejamkan kedua matanya sembari mengusap kepala belakangnya. "Andai saja, Filo bisa membantu kamu." Ting! Bunyi di kepala Filo. Tiba-tiba sebuah ide muncul. "Ah! Filo baru ingat!" Filo membuka lebar kedua matanya dengan wajah tercengang sembari menumbuk telapak tangan kirinya dengan kepalan tangan kanannya. "Balai desa! Balai desa. Orang-orang di sana pasti tau, kalau kamu anak dari keluarga siapa," ucap Filo heboh. "Ayo! Kita ke sana!" kedua matanya berbinar-binar Filo. Mereka berdua meninggalkan rumah Lala dan langsung berjalan menuju balai desa setempat. "Ngomong-ngomong, aku belum tau siapa namamu. Nama kamu siapa?" tanya Filo dengan santai melihat ke arah gadis kecil. "Aku. Rena. Salam kenal, ya. Filo!" Rena tersenyum lebar melihat Filo sembari peace. "Rena, ya." Filo melihat ke arah langit dengan santai sembari mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuknya. "Hum! Nama yang bagus!" tersenyum ringan Filo melihat ke arah Rena sembari menganggukkan kepalanya. "Nah, Filo! Kamu umur berapa tahun?" tanya Rena dengan santainya sambil berjalan dengan kedua tangan yang menyatu di belakang pinggangnya. "Sepuluh tahun," jawab Filo dengan santai tersenyum ringan. "He.. Berarti kita sama," ucap Rena. "Heh? Rena juga berumur sepuluh tahun, 'kah?" tanya Filo. "Hum!" Rena dengan senangnya sembari menganggukkan kepalanya. Sampailah mereka berdua di depan halaman balai desa. "Kita sudah sampai," ucap Filo dengan wajah pucat tersenyum paksa melihat ke arah bangunan balai desa. "Filo? Kenapa wajah kamu pucat begitu?" tanya Rena dengan bingungnya menatap Filo sembari membungkukkan sedikit badannya. Perlahan wajah Filo menengok ke Rena, dengan senyum paksa dan keringat di wajahnya. "Ya. Filo belum pernah masuk ke sini. Jadi. Rasanya benar-benar gugup sekali." "He." nada panjang Rena. Rena langsung memegang lengan Filo dan membawa Filo menuju pintu balai desa. "Eh... Tunggu?! R.. Rena," ucap Filo grogi dengan wajah berkeringat. "Sudahlah, tenang saja!" Rena melihat Filo dengan senyum lebar merapatkan giginya sembari memejamkan kedua matanya. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD