Aku masih menguap, harusnya tidak usah bangun, tapi Zayyan terus saja mengganggu tidurku sampai aku harus membuka mata di hari libur. Ah, sialnya aku. Menikah dengan Zayyan semuanya penuh dengan aturan. Mulai dari bangun tidur sampai dengan tidur lagi. Kalau dulu aku tidak pernah ada aturan, hidup kujalani sesuai dengan mood aku. “Sudah selesai makan?” Aku mengangguk lemas meneguk air putih sampai habis. “Sekarang kita harus kerja.” Mataku mendadak membulat seperti bulan purnama. “Kamu mau membereskan rumah apa cuci baju?” “Apa?” pekikku. Kali ini aku benar-benar terkejut. “Laundry aja napa sih?” keluhku memelas. “Mesin cuci aja. Jangan malas!” ucap Zayyan mengangkat piringku ke wastafel yang ada di dapur. “Iyan,” rengekku menghampirinya. Sengaja kupeluk dari belakang dengan manja

