2. Menyewa Detektif

2799 Words
Zizi tersenyum kecut, merasa aneh dengan Kevin. Dari luar, penampilan Kevin memang laki banget. Bahkan bisa di bilang macho. Tapi kenapa waktu Zizi mengajak nya bersalaman. Kevin terlihat kesakitan. Zizi memang suka berjabat tangan dengan erat. Untuk menunjukkan bahwa dirinya pribadi yang kuat. Bukan nya yang lemas ataupun lembek. Lha Kevin ini malah lemah sekali, ketika Zizi mencengkeram tangan Kevin yang lebih kekar. Kevin malah kesakitan. Selembek ini kah Kevin? "Kamu kenapa Vin?" Tante Molly melihat Kevin dengan perasaan khawatir. Wajah Kevin terlihat merah dan kesakitan. "Nggak pa pa mom. Tadi waktu aku memarkir mobil. Nggak sengaja ada mobil yang menyerempet d**a ku. Pengendara mobil itu sudah minta maaf, katanya dia baru belajar mobil, makanya dia belum bisa menguasai mobilnya" Kevin tersenyum getir. "Masya Allah Vin. d**a mu berdarah sayang! Tangan mu juga tergores. Zi, bisa tolong aku? Tolong obatin anak ku ya? Bisa?" Tante Molly mengerlingkan sebelah matanya, Zizi pun faham isyarat yang di berikan tante Molly. "Oke, Tante. Hm …, Kevin, Bisa ikut saya? Saya yang akan mengobati luka mu" ucap Zizi ramah. "Tidak perlu, ini tidak seberapa sakit. Ayo mom, kita pulang sekarang. Aw....." Kevin mengaduh kesakitan, saat tante Molly memegang dadanya agak kuat. Kaki panjangnya mundur, menghindari tangan ibunya yang semakin kuat menekan dadanya. "Tuh..... Sakit kan? Jangan sepelekan lukamu, Kevin. Luka mu biar diurus sama Zizi dulu. Momi mau ke bawah, cari buku masak" Tanpa menunggu persetujuan Kevin. Tante Molly ngeloyor pergi begitu saja. Pergi meninggalkan mereka berdua. Zizi lalu memegang lengan Kevin, mengajaknya masuk ke sebuah ruangan. Ruang itu sering juga di sebut, kantor untuk lantai empat. Dan di sana juga ada sebuah ranjang kecil, untuk peserta kelas bila ada yang sakit atau kecapekan, yah..... Semacam Tempat pertolongan pertama bagi orang yang membutuhkan. Brak …. Zizi menutup pintu ruangan kecil tersebut. Mengancingnya, lalu dengan lembut, Zizi mendorong tubuh besar Kevin, duduk di ranjang. Kevin pun terduduk. Zizi tidak peduli dengan mata Kevin yang melotot memandang dirinya. Tatapan mata itu terasa memarahi dirinya, karena sudah seenaknya memegang tangan Kevin, mengunci dirinya di sebuah ruangan, lalu memaksanya duduk. Zizi tidak peduli dengan mata Kevin yang melebar. Ia sudah di cap c***l oleh Kevin. Jadi, sekalian saja ia bersikap sok pemberani dengan Kevin. Tangan Zizi lalu menggeledah lemari p3k. Mencari obat yang sesuai untuk Kevin. Tidak berapa lama kemudian, Zizi kembali ke arah Kevin dengan membawa kapas, alkohol, dan salep anti septik. Perlahan, tangan Zizi menggulung lengan baju Kevin hingga siku. Dan terlihat lah dengan jelas, sebuah luka gores di lengan Kevin yang kokoh. Zizi lalu membungkuk di depan Kevin, membersihkan luka pria di depannya dengan kapas yang telah ia olesi dengan alkohol. Tiba tiba Zizi sadar, Kevin sedang menelan ludahnya sendiri. Pria itu sedang menatap dad@ Zizi yang sebagian terbuka, sedang menggantung indah. Wajar bila terlihat sebagian, karena Zizi memakai thank top. Zizi lalu buru buru berdiri, ia beralih ke samping Kevin. Duduk berjongkok di samping Kevin, agar Kevin tidak bisa lagi menikmati pemandangan gratis dari Zizi. Setelah selesai mengobati luka Kevin, ia memplasternya rapi. Zizi lalu pindah ke depan tubuh Kevin. Kali ini dia menegakkan tubuh, tidak membungkuk, agar dad@nya tidak terpampang di depan wajah Kevin lagi. Tanpa malu malu, Zizi membuka semua kancing baju Kevin, membuat lelaki itu setengah telanjang. Ada beberapa kancing yang sudah terlepas dan hilang karena terkena serempetan mobil. Dada dan perut Kevin terbentuk sempurna. Keras dan berotot. Perutnya yang rata, berbentuk kotak kotak. Membuat Zizi meneguk ludahnya sendiri. d**a sempurna Kevin membuat Zizi tidak nyaman. Dan di d**a Kevin yang berotot itu, ada luka gores yang berdarah. Dengan perasaan bercampur aduk, Zizi menarik sebuah kursi plastik. Duduk di depan Kevin. Dadanya kembali bergemuruh saat wajah nya mendekat ke d**a Kevin. Dan tangannya gemetar saat membersihkan luka Kevin. "Aku mau menyewamu. Mau?" Celetuk Zizi. "Apa? Aku tidak mau" tegas Kevin. "Kenapa tidak mau? Aku akan membayar mu" Zizi mengerutkan keningnya. Zizi lalu meniup niup luka Kevin ketika mengoleskan salep nya. Membuat rambut nya menyentuh d**a Kevin. Tanpa sepengetahuan Zizi, Kevin menegang. "Masih sakit?" Tanya Zizi khawatir. Kevin hanya menggelengkan kepala. Zizi meniup luka Kevin karena tahu, Kevin tadi mendesis pelan menahan kesakitan. Mata Kevin terpejam, saat Zizi kembali mengoles krim di d**a kekarnya. Dia menikmati sensasi sakit dan nikmat di dadanya. Jemari halus Zizi terasa n!kmat ketika mengoles salep di luka nya. "Bagaimana? Mau ya, aku sewa" tanya Zizi lagi. Berharap karena mengobati dengan baik, Kevin kali ini bersedia membantu dirinya, "Maaf, aku tetap tidak mau. Kamu..... Jelek" Kevin berbohong. Zizi tercengang. Tidak menyangka, bagaimana bisa Kevin mementingkan penampilan kliennya. "Tapi, kenapa kamu mempermasalahkan wajah ku? Bukankah yang penting aku membayar mu?" "Bagiku wajah sangat berpengaruh. Aku tidak suka wanita jelek seperti kamu" ucap Kevin tanpa melihat wajah Zizi. Lagi lagi Kevin berbohong. Sebenarnya di mata Kevin. Zizi terlihat sangat cantik dan menggoda, dengan baju olahraganya yang menempel ketat di tubuhnya yang indah. Membuat Kevin teg@ng dan gugup. "Tapi, Bisa kah kau abaikan saja wajah jelekku ini? Kumohon …, mau ya? Aku sangat menginginkanmu. Kata tante Molly, aku bisa menyewamu dengan harga yang murah. Plis Kevin, Mau ya?" Wajah Zizi terlihat memelas. Dan Kevin tetap tidak peduli. Dengan hati sedikit kecewa, Zizi lalu memplester luka di d**a Kevin. Ia belum menyerah tentang Kevin. Dia harus mendapatkan pria itu. Kevin terlihat seperti kesatria yang bisa di andalkan. Kesatria dengan harga yang murah. Sesekali mata Zizi mendongak, mencuri pandang ke arah Kevin. Berharap Kevin akan iba, dengan tatapan melas anak kucing dari mata Zizi. Berharap Kevin menarik kata tidak nya. "Ku mohon Zizi jangan melihatku seperti ini. Karena aku tetap, tidak mau kamu sewa" ucap Kevin keras kepala. Zizi akhirnya selesai memplester luka Kevin. Ia mendudukkan tubuhnya di depan Kevin. "Kenapa kamu tetap tidak mau ku sewa? Apa semua ini karena wajah jelek ku? Lalu aku harus bagaimana Kevin? Apakah aku harus memakai topeng, ketika kita bertemu nanti? Agar kamu tidak bisa lihat wajahku. Plisss …, ku mohon, mau ya, aku sewa? Hik...." Di depan Kevin, tanpa sadar dia menangis. Bagaimana ayahnya bisa keluar dari penjara, jika semua detektif menolak di bayar agak murah. Kevin yang melihat Zizi menangis, jadi tidak enak hati. "Tapi Zi, kenapa hanya karena aku menolak mu, kamu jadi menangis seperti ini? Kamu bisa mencari laki laki lain yang lebih tampan dari ku. Lebih menarik dari ku. Yang jelas, aku benar benar tidak mau bercinta dengan mu" Kevin membuang muka, tidak ingin melihat tangisan di wajah Zizi, yang bisa menggoyahkan hatinya. Kevin tetap harus berpegang teguh pada pendirian nya. "Apa?" Zizi mengangkat wajah sendunya. Matanya mengerjap-ngerjap, tidak yakin dengan pendengaran telinganya. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Kamu mengatakan …, Kalau aku mengajakmu untuk …, Bercin ...." Zizi tidak sanggup menyelesaikan ucapan nya, itu terlalu vulg@r. Wajah nya semerah tomat. Ia tidak menyangka, mereka membicarakan hal yang berbeda. Kevin pun sadar, sepertinya ia salah faham dengan ucapan Zizi. Ia telah memepermalukan dirinya sendiri. Tangannya menggaruk kepalanya salah tingkah. "Kumohon, kancingkan baju mu, Kevin. Kamu salah faham dengan penawaran ku" Wajah Zizi merah dan malu. Ia berdiri membelakangi Kevin. Rupanya Kevin mengira, Zizi mengajak nya bercinta. Pantas saja Kevin menolak dengan keras. Zizi menggeleng kepalanya. "Dengar penjelasan ku dulu Kevin. Aku takut kita salah faham lagi" ucap Zizi masih sambil berdiri, membelakangi Kevin. "Tidak perlu, aku tidak tertarik dengan urusan mu" Kevin menutupi wajah malunya dengan membalikkan badannya. Kevin berdiri, dan mengancingkan baju sekenanya. "Plis, Pak Kevin yang terhormat …, dengarkan dulu permintaan ku. Kamulah satu satunya harapan terakhirku" Zizi membalikkan badan nya, dan menangkup kan kedua tangan nya di depan dad@. Suara Zizi terdengar memelas. Membuat Kevin luluh dan membalikkan badan. "Baiklah, aku akan mencoba mendengarmu. Katakan, apa yang mau kamu jelaskan" Kevin duduk lagi di atas ranjang. Kevin mengangkat sebelah kakinya, bertumpu di atas kaki panjang satunya. Dan kedua tangan nya memegang ranjang di bawahnya. Zizi menelan ludahnya sendiri. Pemandangan yang sangat indah. Kevin terlihat seks! dan menawan. Batin Zizi sambil duduk kembali di kursi nya. "Aku memanggilmu pak, atau Kevin?" Tanya Zizi hati-hati. "Kevin!" "Oke, Kevin. Saat ini aku sedang membutuhkan seorang penyelidik kasus. Ayah ku di fitnah seseorang mengedarkan narkoba di kampusnya. Dan sekarang, ayah di penjara. Kasihan ayah, dia bahkan berhasil membuat daerah kami yang semula di juluki kampung prost!tusi menjadi kampung yang bersih dari pel@curan, dan aman bagi tumbuh kembang anak" "Ayahmu tinggal di mana?" "Di Daerah Delli" "Namanya?" "Rudi Budiman. Dia mengajar di universitas negeri ****" "Hm …, Rudi Budiman dari Delli ...." Kevin mengetuk ngetuk ranjang di bawahnya menggunakan jari telunjuk, nama itu terasa tidak asing di telinganya mengingat sesuatu. "Hm …, Dibudi dari Delli …, Itu nama julukan nya kan?" "Kok kamu tahu nama itu? Itu nama julukan ayah sewaktu dia muda dulu. Sebelum dia menikah dengan ibu. Tapi setelah menikah dengan ibu, ayah sudah tidak pernah lagi memakai nama itu. Dia lalu melanjutkan kuliah dengan hasil yang memuaskan. Ayah sangat hebat, dia bahkan berhasil membersihkan lingkungan kami yang terkenal karena Prost!tusi, menjadi lingkungan yang ramah untuk anak. Karena hal itu, ayah sampai di tarik menjadi salah satu dosen di universitas ternama" "Tapi tetap saja, di kalangan polisi dia terkenal dengan Dibudi Delli sang mantan ge®mo. Aku tahu kasus itu. Kasus itu sangat heboh, membuat kantor polisi geger dengan sensasi ini. Dan yang ku dengar, semua bukti mengarah pada ayah mu, Zizi" "Tidak mungkin. Aku yakin 100% kalau ayah di fitnah" "Apa buktimu?" Tantang Kevin, ia mengangkat wajahnya. "Aku punya bukti. Ada yang aneh dari para saksi yang mengaku menerima narkoba dari ayah. Mereka adalah lima orang mahasiswa. Setelah ayah tertangkap, tiba-tiba mereka menghilang." "Yang ku dengar, mereka di anggap polisi sebagai saksi kunci. Maka nya polisi melindungi, dan menyembunyikan mereka" "Aneh, memangnya siapa yang akan mengancam mereka? Aku? Yang benar saja, masa aku di anggap ancaman bagi mereka? Yang ada mereka lah yang mengancam kehidupan ku" pekik Zizi tertahan. Tidak terima dengan pendapat Kevin. "Sudahlah, Zizi. Menyerah saja pada kasus ini, semua bukti mengarah kuat pada ayahmu. Apalagi masa lalu ayahmu sebagai Ge®mo di Delli, membuat posisi nya semakin kuat sebagai tersangka" Kevin berdiri, merasa tidak tertarik dengan kasus ayah Zizi. "Stop! Jangan lagi mengatakan, kalau ayahku sebagai ge®mo. Dia sudah tobat Kevin. Tidak bisa kah, orang orang melihat jasa dan kebaikan ayah ku?" Ucap Zizi sedih. "Maaf kan aku, Zi. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya terjadi di kepolisian" "Tunggu, sebenarnya apa pekerjaan mu? Benarkah hanya seorang detektif?" Zizi memincingkan matanya. "Ya …, aku dulu pernah kerja jadi penyidik, kenapa? Kau meragukan kemampuan ku?" "Iya, aku ragu. Kamu pasti di keluarkan, karena tidak pandai dalam menyelidiki kasus" Zizi mengerucutkan bibirnya. "Jangan memancingku, Zi. Aku tahu maksud ucapan mu. Baik lah aku menerima tantangan mu. Akan ku coba menyelidiki kasus ayahmu. Tapi jangan menangis kalau memang ayahmu terbukti sebagai pengedar" Kevin mengangkat bahu kekarnya sekilas. "Benarkah? Kamu mau nyelidiki kasus ayah? Akhirnya …, kamu mau juga nyelidiki kasus ayah, kamu baik banget deh, Kevin. Makasih ya?" Zizi menggenggam tangan Kevin. Mata nya berbinar-binar menatap Kevin penuh harap. "Bisa lepas tanganku? Kau membuatku tidak nyaman" Kevin menatap tangan nya yang di genggam Zizi. "Ah, iya. Maaf, aku kelepasan" Zizi segera melepas tangan Kevin. Wajahnya merah, menahan malu. Dia selalu memegang tangan seseorang ketika ada yang menolong dirinya. Terkadang, dia pun pernah memeluk tubuh seseorang ketika terlalu bahagia. Untunglah dia tidak sampai memeluk tubuh kekar Kevin. "Bagaimana? Malam ini bisa mulai menyelidiki kasus ayah? Aku yakin ayahku di jebak seseorang. Semakin cepat kita menemukan barang bukti, maka semakin cepat ayah keluar dari penjara." "Malam ini? Kenapa harus malam-malam Zi? Bagaimana kalau besok sore? Sebelum hari mulai gelap?" "Nggak bisa, itu kelamaan. Lagian penyelidikan ini lebih aman dilakukan di malam hari" "Terserah kamu. Kamu mau aku pergi kemana malam ini?" Dasar gadis keras kepala, dengus Kevin dalam hati. "Kamu harus pergi ke rumah kami yang dulu, letaknya ada di dekat universitas tempat ayah mengajar. Aku yakin di sana ada bukti yang tertinggal kalau ayah di jebak seseorang. Setahu ku di dalam lemari, tempat di temukan narkoba. Aku tidak pernah melihat ada bungkusan serbuk putih sebanyak setengah ons maupun timbangan digital nya. Itu sangat aneh, karena setiap hari aku selalu memasukkan baju baju ayah ke dalam lemari itu. Bahkan setiap tiga hari sekali aku merapikan ulang baju baju ayah" "Kamu sudah mengatakan ini sama polisi?" Tanya Kevin. "Sudah, tapi polisi mengatakan ada sidik jari ayah di plastik itu. Aku yakin orang yang menjebak ayahku pasti sudah mengatur sedemikian rupa supaya sidik jari ayah menempel di plastik itu" "Itu yang aku khawatirkan dari mu, Zi. Kamu menebak sesuatu tanpa bukti apapun, lagipula apa motif seseorang memfitnah ayahmu?" "Mana aku tahu, apa alasan orang itu memfitnah ayah. Kalau aku tahu, ayah pasti sudah bebas" sungut Zizi. "Berikan alamat rumah mu. Aku akan ke sana malam ini" "Ti …, tidak usah. Aku akan mengantarmu langsung ke sana" Zizi tersenyum. Melambaikan kedua tangannya. "Kamu mau ikut?" Kevin mengerutkan kening. "Iya, biar penyelidikan ini cepat selesai, maka kita harus kerja sama" Zizi tersenyum cantik pada Kevin. Tapi, Kevin malah membuang muka. "Kamu nggak usah ikut. Ini bahaya, Zi. Rumah mu masih di beri garis polisi kan? Itu artinya aku harus diam diam menyelidiki, agar tidak menarik perhatian orang. Bahaya kalau ada yang melihat dan mengenalimu" Kevin berdiri, berjalan meninggalkan Zizi. Kaki panjangnya berjalan menuju meja. Tangannya meraih sebuah bolpen yang terletak di dalam gelas. "Tuliskan alamat rumah mu yang dulu" Kevin memberikan bolpen, dan secarik kertas pada Zizi. Tapi Zizi mengambil bolpen nya saja. Dan tanpa malu malu, mengambil telapak tangan Kevin. Ia menulis. 'Aku akan mengantarmu..... ^_^' Wajah Kevin terlihat agak emosi, karena Zizi menolak memberi tahu alamat rumahnya yang dulu. Apalagi dengan seenak nya Zizi menyentuh tangan nya, kemudian mencoreti nya. "Baik lah kalau kamu tidak mau memberikan alamat mu yang lama. Aku tidak jadi menyelidiki kasus ayah mu" Kevin berjalan ke pintu, memegang gagang pintu, kemudian memutar kunci nya. Tiba tiba Zizi memeluk lengan Kevin sebelah kiri. Wajah nya mendongak pada Kevin. "Kevin, pliss jangan begini, tetap lah jadi penyelidik kasus ayah. Nanti ajak aku ya? Aku janji akan jadi anak yang pintar dan menuruti semua ucapan mu" Zizi memeluk erat lengan Kevin. "Keputusan ku sudah final Zi, kalau kamu mau aku menyelidiki kasus ini. Biarkan aku bekerja sendiri. Dan aku tidak suka ada gangguan, apalagi perempuan seperti kamu. Perempuan c***l. Jangan jangan kamu di sana mau menggoda ku?" Kevin menarik tangan nya dari dekapan Zizi. Dan wajah Zizi memerah karena malu. Ternyata Kevin masih ingat siapa dirinya. Klik …. Bunyi kunci yang berhasil di putar Oleh Kevin terasa nyaring di telinga Zizi. Menyadarkan Zizi yang berdiri membeku. Tidak menyangka, Kevin ternyata masih ingat siapa dirinya. Kevin lalu membuka pintu. Ia berjalan meninggalkan Zizi. "Kevin.... Tunggu!" Teriak Zizi, kakinya berlari-lari kecil menyusul Kevin yang berjalan cepat. Kevin tidak peduli dengan teriakan Zizi, dia tetap meninggalkan Zizi. Dan langkah kaki Kevin terhenti, saat Zizi menggenggam tangan Kevin yang lebih besar dari tangan Zizi. "Baiklah Kevin aku akan memberikan alamat rumah ku. Tapi kunci nya ada di rumah ku yang sekarang" ucap Zizi. Kevin membalikkan tubuh nya. Wajah nya dingin dan kaku. Bahkan sebuah senyuman tidak pernah muncul sama sekali dari bibir itu. Kevin tiba tiba mendorong tubuh Zizi ke dinding. Tangan nya masih ia biarkan di genggam oleh Zizi. Kevin menempel kan tangan sebelah nya ke dinding, mengurung tubuh Zizi yang lebih kecil. "Kenapa kamu terus menggoda ku cewek cab*ul? Kalau kamu ingin aku menyelidiki kasus ini, biarkan aku sendiri yang menyelidikinya, dan jangan pernah ikut campur. Mengerti?" Zizi hanya menganggukkan kepalanya. Wajah tampan Kevin membuat Zizi terpesona, membuatnya lupa bahwa ia masih memegang tangan kekar Kevin. Hati Zizi berdesir saat merasakan mata Kevin menatap tajam wajah nya. Tidak, pria itu tidak melihat wajahku, tapi melihat bibirku. Batin Zizi gugup. Tanpa sadar ia membasahi bibirnya yang terasa kering menggunakan lidahnya. Bibirnya lumayan penuh, dan berwarna merah muda. Zizi tidak mengerti. Mengapa mata Kevin mengikuti setiap gerak lidahnya yang menyapu bibir. "Nanti malam siapkan alamat rumah mu yang lama dan juga kuncinya. Jangan pernah berpikir kalau kamu ikut dengan ku" Suara Kevin rendah, setengah mengancam. Lagi lagi Zizi hanya mengangguk. Kevin lalu menarik dirinya dan juga tangan nya. Ia menyerahkan ponselnya pada Zizi. "Tulis nomermu, dan alamat rumah mu yang sekarang" Zizi pun mengambil ponsel Kevin. Menuliskan nomer dan alamat rumah nya di ponsel Kevin. "Baiklah cewek cabu*l. Nanti malam aku akan ke rumah mu" ucap Kevin sambil menyimpan ponsel nya di saku celana. "Jangan panggil aku cewek ca*bul. Aku punya nama" protes Zizi. "Tapi, dari tadi kamu berusaha mendekati ku teruskan? Itu artinya kamu sedang menggodaku. Dasar cewek ca*bul dan m*esum" Kevin tersenyum sekilas. Zizi melihat senyum itu, walau hanya sekejap. Senyum itu sangat indah, mampu membungkam mulut Zizi yang ingin protes karena Kevin memanggilnya cewek ca*bul. Bahkan sekarang Kevin menambahkan lagi julukan pada dirinya. Si cewek me*sum. Kevin lalu pergi, meninggalkan Zizi yang masih menyandar di dinding. Bersambung.......
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD