DUA PULUH SATU: Adanya Keberadaan Lain

1876 Words
*sreekkkk Suara gigitan terdengar di telingaku, membuat mataku kembali terbuka. Aku terdiam, kemudian air mata menetes di pipiku. "DANIEL!" Daniel menahan gigitan serigala itu dengan tangan kirinya, wajahnya menatap padaku dengan senyum tipis, ia membanting serigala itu ketanah dengan tangannya yang masih menyangkut di mulut serigala itu. Ia berusaha sekuat tenaga menarik tangannya agar terlepas dari cengkaraman mulut sang serigala, tangannya berhasil terlepas, namun kulitnya ikut robek dan terlepas. Aku hanya bisa memandanginya dengan menangis, tidak mengerti mengapa tubuhku tidak bisa bergerak sama sekali. Kawanan serigala yang lain tiba-tiba muncul, mereka berlari dari kejauhan, dan tatapan mereka mempunyai tatapan yang sama dengan serigala yang menyerang Daniel, mereka kelaparan dan siap memangsa kami. "Pergi Ren! Selamatin diri lo duluan! Gue akan nyusul!" Ucap Daniel lirih. Serigala di depannya kembali menyerangnya, menerkam pundaknya dan mencabik-cabik tubuhnya hingga tergeletak di tanah. Amarahku memuncak, fikiranku tak bisa terkontrol sedikit pun melihat tubuh sahabatku di cabik-cabik di depan mataku. Hingga akhirnya aku kehilangan kendali dan mengamuk. Aku mematahkan sebuah ranting tebal dari pohon jati yang ada disebelahku dengan seluruh tenaga ku, dengan kuda-kuda dan kecepatan yang kupunya, aku menyerang serigala yang sedang menyantap Daniel sebagai makanannya. Aku memukul kepalanya hingga terpental, aku merasakan kekuatan yang meningkat di dalam tubuhku, membuatku menyerang serigala yang baru berdatangan dengan membabi buta seraya berteriak kencang. "MATI KALIAN SEMUA!!! SERIGALA BIADAB!" Emosiku meluap-luap, aku tidak menyangka bahwa aku memiliki kekuatan sebesar ini dan berhasil membuat para serigala itu merasa terancam dan pergi berlari ketakutan. Seketika tubuhku kembali seperti semula dan terasa lemas, aku berjalan sedikit tersendat ke arah tubuh Daniel yang dipenuhi luka robek dan darah mengalir dari lukanya. "Maafin gue Niel! Maafin gue gabisa nyelamatin lo!" Ucapku dengan air mata yang berderai. "Ee-nngg-a uhug, us--ah min-ta maaf Ren, permin-taa-an gue-huguhug! buat ba-les budi u-udah ter-kab-ul, e-e-lo gg-gaus-ah na-ngis, ka-rena ju-jul-lukan pe-ndekar ce-ng-eng uu-d-dah res-mi pp-pu-punya gu-e. Ma-ka-sih Ren-" Daniel menghembuskan nafas terakhir sebelum menyelesaikan kalimatnya, tangisanku meledak, membuat mataku mengantuk dan menaruh kepalaku di tubuh Daniel, aku mulai kehilangan kesadaran ku karena tubuh ku yang terasa seperti bekerja 5 kali lipat dari sebelumnya tadi, namun suara seseorang terdengar samar memanggil namaku. "Reno!" "Reno!" Suara itu terus memanggilku, namun mataku terlalu berat dan akhirnya tertidur. *** "RENO!!!" Teriakan Ade menyadarkan tubuh ku yang mematung. Zombie yang berlari dengan 4 kaki sudah berjarak 2 meter di depanku dan melompat, Azka mendorong tubuhku hingga terduduk di aspal, menyelamatkanku dari sergapan zombie abnormal itu. Dasar Reno t***l! Kenapa lo diem aja! Gerak anjing! Teriakku dalam hati melihat Azka sedang menahan tubuh zombie abnormal yang berusaha menggigitnya. Ade merebut handgun dari tanganku dan menembak kepala zombie itu, namun mahluk itu berhasil menghindar walaupun ia tidak menyadari tembakan Ade dari sisi kirinya, benar-benar mahluk aneh yang merepotkan. Aku memaksakan tubuhku untuk bergerak, membuka resleting tas hitam di depanku dan mengeluarkan double barrel shotgun, walaupun senjata ini termasuk dalam kategori senjata laras pendek, senjata berjenis shotgun ini mempunyai jangkauan serang yang luas sehingga target yang dikenainya tidak mungkin memiliki celah untuk kabur saat ditembak dari jarak dekat. Saat mahluk itu berpaling dari Azka dan melompat ke arah wajah Ade, aku berguling ke bawah mahluk itu dan menembaknya dengan senjata yang kupegang, membuatnya terpental jauh keatas dan isi perutnya berhamburan keluar. "Maafin gue! Gue shock!" Ucapku bingung dengan keadaan tubuhku yang sama seperti keadaan waktu itu. "Yang penting kita semua gapapa! Ayo kita balik ke dalem!" Aku mengeluarkan senjata laras panjang, memberikan Ade sebuah Pindad, dan senjata ringan berjenis MP 40 kuberikan pada Azka, sedangkan aku sendiri hanya menggunakan dual Deesert Eagle andalanku. Aku memilih Azka untuk masuk ke dalam tim pengintai bukan semata-mata karena sembarang pilih, namun itu karena saran yang diberikan oleh Reza padaku. Reza memberi tahu ku bahwa ia merekrut Azka ke dalam gengnya bukan karena kemampuan bertarungnya saja, namun karena Azka memiliki background ayah seorang pensiunan militer dan Azka sudah diajarkan menggunakan senjata sejak umur dini. Azka juga pernah mengikuti kompetisi menembak air softgun dengan penilaian akurasi yang cukup tinggi hingga ia berhasil mendapatkan sertifikat dari kompetisi tersebut, oleh karena itu aku setuju dengan saran Reza untuk mempercayai keahlian Azka dan memintanya ikut denganku. Dengan bermodalkan senjata yang sudah berada di tangan kami masing-masing, kami siap untuk masuk melalui gerbang utama dan menghabisi kerumunan zombie yang berada di depan kami dengan jumlah sekitar 20 kepala. Kami bekerja sama dengan sangat teliti, menembak dan melindungi satu sama lain dari segala arah, hingga akhirnya kami berhasil meratakan para zombie dan sampai di depan gerbang. Aku menembak gembok yang mengunci gerbang sekolah, kemudian membuka gerbang itu bersama-sama. Para zombie yang berdiri di lapangan menyambut kedatangan kami, berlari bersamaan ke arah kami dengan jiwa kelaparan yang terlihat jelas di mata mereka. Melihat banyaknya zombie yang berdatangan, membuat adrenalin di tubuhku melonjak naik, kami bertiga bertatapan satu sama lain, mengangguk disertai senyuman percaya diri dan kembali mengisi ulang senjata di tangan kami, menandakan bahwa kami siap untuk terus bertarung hingga berhasil menyelamatkan yang lain dan pergi dari sini bersama-sama. *** *Febi's POV Kami semua sudah hampir kehabisan tenaga untuk menahan zombie yang terus berdatangan dari arah lorong, membuat kami tidak bisa masuk begitu saja kedalam ruangan olahraga untuk menyusul Riko, dengan hilangnya seorang Riko, membuat Riki semakin brutal dan menyerang para zombie dengan langkah yang terus maju karena emosi yang tidak bisa ia tahan. Emosi Riki yang meluap-luap membuatnya menjadi tak terkendali dan ceroboh dalam bertindak, hingga akhirnya ia terpeleset oleh genangan darah di lantai dan terjatuh. "RIKI!!!" Teriak Reza panik melihat Riki terjatuh tepat di dekat zombie-zombie itu dan menjadi menjadi bahan santapan empuk. Riki menatap ke arah kami dan tersenyum. "Gue akan nyusul Riko duluan!" Ucap Riki putus asa karena merasa bahwa Riko telah mati. Kami terus bertarung habis-habisan dan mencoba untuk menyelamatkan Riki yang masih tergeletak, namun kami terlambat. Zombie-zombie itu sudah lebih dulu menggapai tubuh Riki, melahap tubuh Riki dengan sangat brutal layaknya kawanan serigala yang sedang asik menyantap seekor kijang. Aku sangat-sangat shock melihat kejadian itu, namun yang lebih membuatku shock adalah kenyataan bahwa aku tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya bisa melihat tubuh Riki yang sedang dirobek-robek oleh mereka. Sialan!!! Aku berteriak kencang dalam hati, air mataku sudah habis untuk dikeluarkan, duka yang ku rasakan kini membuatku kesal dengan diriku karena tidak bisa melindungi orang-orang disekitar ku. Namun tiba-tiba suara peluru yang ditembak bertubi-tubi terdengar dari arah tangga yang menuju ke lorong ini, membuat kami terus bertarung tanpa kata menyerah karena kami tahu bahwa bantuan telah datang. Hingga akhirnya tiga orang dengan masing-masing memegang senjata terlihat di ujung lorong dari tempat kami berdiri, itu adalah Azka, Ade, dan Reno. Aku senang bukan main melihat mereka berhasil selamat, namun aku bingung dari mana mereka mendapatkan senjata-senjata itu. Tak lama kemudian, berkat pertarungan kami dan bantuan dari Reno, Azka dan Ade dengan senjata yang mereka pegang, kami berhasil meratakan zombie di lorong ini. Reno pun menghampiri kami, Erlangga memeluk mereka spontan, Abang pun ikut melepaskan rasa senangnya dengan momen ini, momen dimana kami kembali bertemu dan berkumpul bersama-sama setelah berpisah dalam waktu yang lumayan lama. "Syukurlah ternyata kalian masih hidup dan berhasil selamat sampe kesini!" Ucap Erllangga. "Gila hebat banget! Kalian keren! Kecuali Ade!" Sambung Abang. "Makasih banyak udah berani ambil resiko buat pergi keluar Ren" Reza menambahkan. Seluruh pujian dan rasa syukur keluar di momen ini, membuatku senang bahwa kami masih dipertemukan. "Jadi elo yang ngambil senjata di kamar tanpa izin" Ucap Reno pada wanita disebelahku, aku bingung dengan situasi ini, wanita yang sama sekali tidak aku ketahui identitasnya, dan wanita yang telah menyelamatkan ku sejak pertama kali bertemu ternyata kenal dengan seorang Reno. "Enak aja asal nuduh! Ini ayah lo sendiri yang nitipin ke gue!" Ucap wanita itu dengan nada jutek. "Kalian saling kenal!?" Tanyaku kaget. Reno dan wanita itu hanya menatapku sinis tanpa menjawab, aku tidak mengerti apa maksud dari tatapan mereka, membuat alisku sedikit terangkat karena penasaran yang cukup besar muncul di dalam hatiku. "Wah wah wah! Kaka cantik gamau kenalan sama babang yang udah nolongin kaka?" Ade menyelak pembicaraan ku yang belum selesai, dan membanggakan dirinya seraya merangkul pundak wanita yang sedang berbicara dengan Reno. Alih-alih mendapat perhatian dari wanita itu, Ade malah mendapat tamparan jitu yang mendarat mulus tepat di pipinya. "Heh buaya! Gausah sok keren, gue gangerasa lu selamatin sama sekali" Ketus wanita itu seraya melipat kedua tangannya di d*da, membuat payudaranya yang mempunyai ukuran cukup besar terlihat lebih mencolok karena terhimpit kedua tangannya. Kami pun tertawa melihat tingkah Ade yang super duper genit, membuat ia mendapat satu tamparan pedas hingga pipinya berubah menjadi sedikit merah. Mampus lo De, kena instan karma! "Ayo kita pergi dari sini!" Sahut Reno kepada kami yang sudah selesai mengatur nafas dan menunggu stamina kami kembali pulih, Reno pun memberikan senjata dari dalam tas hitam yang sama dengan tas yang aku lihat saat di dalam mobil Reno. Aku pun berfikir bahwa ternyata sedari awal kami berangkat bersama, Reno sudah memprediksi peristiwa ini akan terjadi sekarang dan sudah siaga dengan membawa tas hitam berisi senjata yang ia sembunyikan dariku sejak pagi tadi. Berhubung ia tidak membawa banyak senjata api, Renopun hanya memberikannya pada kami yang mahir menggunakannya, sisanya tetap memegang senjata dengan jangkauan jarak dekat. Namun aku kembali teringat tentang kejadian Riko yang menghilang ke dalam ruangan olahraga, membuatku bertanya-tanya apakah yang tadi aku lihat saat insiden Riko ditarik adalah ulah monster. Dan akhirnya memutuskan untuk memberi tahukan nya kepada Reno. "Ren, Riko ilang!" Sahut ku pada Reno. "Ilang gimana?" Tanya Reno kebingungan. "Bukannya itu Riki?" Tanya Ade dengan tatapan kaget tidak percaya melihat mayat Riki yang tergeletak, karena memang ia masih bersama Reno saat insiden hilangnya Riko, oleh karena itu ia tidak mengetahui apa yang membuat salah satu personil Two Desolator sekuat Riki bisa menjadi korban santapan para zombie. "Iya, emosi Riki meledak saat dia tahu adik kandung nya di culik sama mahluk yang ga kita tahu gimana bentuknya, Riko ditarik ke dalem ruang olahraga-" Belum selesai aku menjelaskan, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari dalam ruang olahraga yang berada di ujung lorong. Lantai yang kami pijak terasa bergetar bersamaan dengan suara gemuruh yang muncul dari ruangan itu, membuat kami panik dengan apa yang sebenarnya ada di dalam ruangan tersebut. Semakin lama suaranya semakin kencang dan jelas terdengar, itu adalah suara hentakan kaki, perasaan ku tak karuan membayangkan mahluk apa yang memiliki suara langkah kaki senyaring ini, hingga akhirnya pintu ruangan olah raga di dobrak hingga hancur. Aku terbelalak kaget melihat apa yang keluar dari dalam ruangan olahraga, mahluk yang tadi hanya terlihat tangannya saja, kini menampakkan dirinya dan berhasil membuat detak jantungku terdengar semakin cepat sampai ke telingaku. Ia menampakkan dirinya dengan wajah setengah hancur yang terlihat sedang marah atau terganggu dengan adanya keberadaan kami, tangan dan kakinya memiliki ukuran 5 kali lebih besar dari ukuran manusia normal, tingginya kurang lebih 3 meter, membuat kepalanya hampir menyentuh dengan atap yang berada diatasnya, otaknya terlihat jelas karena dibalut dengan benda padat seperti helm tembus pandang yang mungkin terbuat dari kaca, kami tidak tahu dari mana monster ini berasal ataupun bagaimana dia bisa ada disini. Yang kami tahu... Nyawa kami sedang terancam sekarang!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD