DUA BELAS: Langkah Awal

2115 Words
{INDONESIA/JAKARTA} [Waktu Sekarang] [02:10 PM] Bel pulang berbunyi, kami semua merapikan buku-buku kami dan bergegas pulang. Aku menatap ke arah bangku Reno dan menghampirinya. "Ren!" Aku memanggilnya yang sedang merapikan buku. Dia hanya melirik ku dan mengangkat sebelah alis matanya. "Gue boleh tau ga rumah lo di mana Ren?" Tanya ku ragu, namun tidak seragu saat pertama kali bertemu dengan nya. "Jauh pake helm" Jawab nya singkat, antara menghemat suara atau memang pelit mengeluarkannya, padahal berbicara itu gratis tanpa dipungut biaya. "Serius weh!" Sahutku yang mulai sebal dengan gayanya. "Menteng" Jawabannya membuat ku cukup kaget, berfikir apa dia sedang bercanda atau meledekku, karena rumahku juga berada di daerah sana. "Ha? Serius? Menteng mananya? Gue juga Menteng cok!" Ucapku bersemangat. "Dilarang kepo" Sumpah ya ni bocah, bener-bener minta dikarungin. Batinku sewot, aku hanya mengangguk paham dan meninggalkannya. "Ok Ren, kalo kapan-kapan pengen bareng, kabarin gue aja ya" Tawarku pada Reno seraya berlalu. Dia hanya mengangguk dengan pandangan yang masih membereskan buku. Aku berjalan ke arah parkiran sekolah, mengambil motorku dan melajukannya ke arah rumah. Melewati Monas (monumen nasional) serta jalan-jalan protokol yang lain. Sampai dirumah aku membuka pagar sendiri, berhubung bibi sedang pulang kampung karena ingin menyambut kepulangan anaknya yang bekerja sebagai TKI diluar negeri. Aku melepas seragam ku dan berbaring di sofa, membuat secangkir kopi lalu menyalakan rokok yang baru ku beli di minimarket tadi dan menghisapnya. Walaupun aku masih duduk di bangku kelas 3 SMA, ayahku tidak terlalu melarang ku untuk merokok, asalkan asepnya di telan. Hanya bercanda. Aku tidak dilarang olehnya karena memang dia tidak pernah mengekangku, satu hal yang paling dia larang padaku untuk menyentuh nya adalah, narkoba. Ohiya satu lagi, seks bebas tentunya. Oleh karena itu menurutnua, merokok adalah hal spele yang tidak perlu ia besar-besarkan dari kedua kasus tadi. Waktu masih menunjukan jam 3 kurang, aku menyalakan TV dan mencari siaran bagus untuk mengusir kebosananku, berharap ada acara kartun atau berita seru di siang hari begini. *kringgg kringgg Suara bel rumahku berbunyi. "Ada tamu? Siapa ya?" Tanyaku kepada diri sendiri. Aku menuju ruang tamu dan membuka pintu depan, mataku kaget melihat siapa orang yang sedang berdiri di depan pagar dan menunggu ku untuk membukanya. Orang itu adalah Reno, orang yang beberapa menit sebelum nya tidak ingin memberi tahu lokasi rumahnya malah datang dengan sendirinya secara misterius. Aneh bin ajaib. "Reno!? Kesambet setan apa? Masuk-masuk!" Sahutku seraya membuka gerbang. Dia hanya melangkah masuk tanpa menggubris ucapanku, layaknya master Limbad. "Duduk Ren, anggep aja rumah sendiri!" Aku berjalan ke arah ruang makan dan berniat mengambilkan cemilan untuknya. "Yaudah nanti TV nya gue jual" Jawab Reno santai, membuat otak ku berputar apa maksud dari ucapannya. "Kok?" Aku mengeluarkan ekspresi bingung dengan mulut yang sedikit terbuka. "Ya gue biasa jual TV dirumah!" Demi Zeus! Antara ni anak punya selera humor bapak-bapak watsapp atau emang gue yang gangerti jokes bocah Malaysia, intinya selera humor yang dia tunjukin harus buru-buru gue lurusin sebelum terlambat. Aku tertawa menghargai caranya membuat jokes yang mungkin sangat lucu di negaranya, aku menaruh cemilan yang kubawa dari kulkas kemudian duduk di sofa bersamanya. "Gausah repot-repot Feb, gue ga akan lama" Ucapnya dengan ekpresi yang kembali serius. "Kenapa emangnya Ren? Apa yang mau lo omongin sampe repot-repot dateng kesini?" "Mimpi yang lo alamin baru-baru ini, kemungkinan besar akan jadi kenyataan" Reno mengeluarkan kalimat pertamanya, menatapku dengan serius. Aku terdiam mendengar ucapannya, mengingat-ingat mimpi apa yang sedang aku alami. Hingga aku mengingatnya. Ya! Mimpi itu! Mimpi mengerikan yang belum lama ini sering menghantui ku sejak kedatangan Reno, tapi dari mana Reno bisa mengetahui nya? Apakah dia benar-benar seorang Limbad? Maksudku, seorang Reno yang kedatangannya sama sekali tidak ku kenal, mengetahui mimpiku yang jelas-jelas awal pertama kali kami bertemu, dia sama sekali tidak menatapku, namun sekarang? Dia mengetahui mimpiku? Apa yang sebenarnya ia sembunyikan. "Mm-mm-mak-sud lo Ren, mimpi tentang mayat hidup itu?" Tanyaku sedikit ragu sekaligus belum bisa mempercayai omongan Reno. Dia hanya mengangguk, kemudian mengambil remot TV ku yang terletak di meja, mencari-cari sebuah siaran dan akhirnya berhenti pada siaran berita yang tadi kami saksikan bersama di ruang uks, berita yang disiarkan secara langsung dari tempat kejadian. *siaran berita. Pihak kepolisian sudah berjaga lebih dari 3 jam di sekitar area rumah sakit, namun belum ada konfirmasi satupun dari pihak rumah sakit terkait masalah panggilan darurat tadi pagi, hingga kini, belum ada satupun narasumber yang bisa diminta untuk memberikan penjelasan perihal apa yang sedang terjadi di dalam, menurut pengamatan yang kami lakukan dari area pintu masuk rumah sakit, sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan yang terlihat sejak pagi tadi. Pimpinan Polisi yang menangani kasus ini, pak Ardianto Malik, menyatakan bahwa ia akan menugaskan anak buahnya yang berada di tim penyelidikan untuk masuk kedalam dengan cara paksa, guna menyelesaikan kasus ini tanpa adanya konspirasi terkait pasien langka yang datang beberapa hari lalu dan membuat masyarakat sekitar menjadi cemas. Kita akan melihat detik-detik pihak kepolisian  menerobos pintu masuk rumah sakit yang akan dilakukan 20 menit lagi, untuk itu dimohon agar para pemirsa semua tidak beralih ke mana-mana, kami akan kembali setelah pesan-pesan berikut ini. Aku melongo, telah terjadi sesuatu di rumah sakit yang berada di kampung halaman Reno, tapi apa kejadian itu adalah jawaban sesungguhnya dari mimpi yang baru-baru ini aku alami? Atau mungkin hanyalah sebuah drama acara televisi untuk menaikkan rating program TV nya semata? 20 menit lagi aku akan mengetahuinya. "Ayo ikut gue!" Sahut Reno tiba-tiba. "Kemana?" "Rumah gue, ajak yang lain juga! Kalo bisa" Sambung Reno. "Kita mau ngapain? Dan siapa yang harus diajak?"  Tanyaku yang masih mencerna situasi ini, otak ku seperti sedang bekerja sedikit lebih lama karena memikirkan banyak hal yang masuk ke kepalaku secara bersamaan. "Ajak grup boyband lo lah! Kita bikin single album! Udah gausah banyak tanya dulu biar nanti gue jelasin! Gue duluan, kalian jangan lama!" Ketus Reno seraya berlalu meninggalkan ku yang masih buffering. "Tapi Ren!?" "Apa lagi sih Feb?" "Rumah lo dimana?" "Ohiya lupa, yaudah nanti gue sharelock! (Berbagi lokasi)" Aku segera pergi ke kamar dan berganti pakaian, mengambil handphone ku kemudian mengirimkan sebuah pesan grup pada ketiga sahabatku. *share location* "Itu lokasi apaan Feb?" -Abang "Gue tunggu kalian disini, jangan lama, ini bisa jadi sesuatu yang penting, dan karena ini sedikit bikin kaget, gue saranin kalian latihan dikagetin dulu biar ekspresinya ga nyebelin! Gausah nanya lagi, gue bakal jelasin pas kalian nyampe, khusus Erlangga dimohon jangan ngaret!(telat dateng) kalo gamau ayam kesayangan bapak lo gue sembelih! Sampe ketemu di TKP" -Febi "Oke Feb! 86" - Ade & Erlangga Aku sampai di rumah Reno terlebih dahulu karena jarak rumah kami yang ternyata tidak begitu jauh, rumah besar nan megah terpampang jelas di depan mataku, membuat ku sedikit minder untuk menginjakkan kaki di tempat elit seperti ini. Ya... Walaupun rumah ku juga bisa terbilang besar, namun dibanding kan dengan rumah Reno, bisa di bilang ini adalah ukuran 2 kali lebih luas daripada tempat yang ku tinggali. Reno sudah berdiri didepan pintu rumahnya, ia hanya melihatku yang sedang berdiri di depan gerbang seperti orang bodoh menunggu nya untuk membukakan pagar. "MASUK!" Teriaknya dari depan pintu, antara dia yang malas membuka gerbang atau memang aku yang bodoh karena menunggu ia membukakan gerbang. "Gimana gue masuknya? Ini gerbang tinggi begini masa gue panjat!?" Teriakku sewot melihat ia masih berdiri di depan pintunya tanpa melakukan apapun. Tidak lama setelah teriakan masuk yang keluar dari mulutnya, gerbang besar di depanku terbuka perlahan-lahan. Anjir ternyata gerbangnya otomatis, aku memalingkan wajahku ke arah jalanan, malu karena ternyata ia tidak mengabaikanku melainkan aku yang terlalu norak berteriak kepada pemilik rumah yang memiliki gerbang otomatis terbuka hanya dengan berteriak kata masuk. Perkara gerbang, cih. Aku memasang wajah sok keren dan menghampiri Reno, dia mengajakku kedalam rumahnya yang sudah terlihat seperti istana negara. "Mana yang laen?" Tanya Reno padaku. "Nanti juga dateng" Mataku tidak berhenti memandangi seisi ruang tamu dengan koleksi barang-barang miliknya yang terlihat cukup mahal. "Feb, gue tau lo bingung, gue tau lo ga percaya, tapi gue mohon lo jangan kasih tau ini ke siapa-siapa, dan bersikap kaya biasanya. Bisa?" Lagi-lagi ucapan Reno membuat otakku tidak bisa berhenti berputar. "Kalo gabisa lo pasti gue pukulin" Ucapnya tidak bercanda. Tau apa-apa juga belom, udah mau dipukulin aja, dasar bocah sycopat. Aku hanya mengangguk dan setuju untuk mengikuti keputusan Reno. Apapun itu. Karena aku yakin bahwa Reno mengetahui sesuatu diantara kami. "Jadi gin-" *tenggg tongg tengg tonggg Belum sempat Reno berbicara, ucapanya terpotong oleh suara bel yang terus menerus berbunyi. Pasti itu orang norak!. Aku mengucap dalam hati. "Kita lanjut ini nanti, inget! Jangan kasih tau siapapun!" *tengg tong teng tongg teng tong. Bener kan orang norak. Reno mengeluarkan ekspresi gemas karena mendengar Bel yang tidak henti-hentinya ditekan. "MASUK!!!" Teriak Reno gemas. Terlihat tiga orang bodoh sedang berdiri diluar dengan Erlangga yang masih memencet bel padahal Reno sudah melihatnya, dan Debang yang masih menggoyang-goyang pagar seperti mahasiswa yang mencoba mendobrak masuk gerbang istana. "Dasar anak-anak" Gumam Reno sebal. Pagar perlahan-lahan terbuka, ketiga sahabatku bertepuk tangan melihat pagar yang tergeser dengan sendirinya seperti sedang melihat keajaiban dunia. Membuatku berpikir mengapa aku ingin bersahabat dengan mereka, ya bagaimanapun juga mereka adalah sahabat kecilku, yang selalu ada disaat suka maupun duka. Mereka mempunyai keunikan masing-masing. Reno mengajak yang lainnya untuk masuk, sesampainya di depan pintu, ocehan-ocehan norak dari ketiga mahluk Mars itu muncul. "Waaah gila gede banget rumahnya! Pasti bisa bawa banyak cewek cakep nih kesini!" Sahut Ade dengan mata yang berseri-seri. "Ren! Pasti dikulkas lo banyak makanan kan! Yuk liat yuk! Sekalian gue mau belajar masak!" Abang menyambung, dengan alibi yang ingin belajar masak padahal maksud sebenarnya adalah mencari makanan enak. "Dirumah segede ini ada kecoa gak yah?" Pertanyaan mencolok sekaligus random yang dikeluarkan Erlangga membuat kami semua melotot kaget menatapi kebodohannya. Aku menutup mulutku menahan tawa yang rasanya ingin meledak melihat tingkah laku konyol mereka, padahal rumah mereka juga tidak kalah luas seperti rumah Reno, namun memang setiap bertamu ke rumah orang, mereka selalu malu-maluin seperti ini. Aku melihat Reno hanya menggaruk-garuk kepalanya bingung, sejak kapan ia mengundang tarzan ke kota. "Udah ayo semuanya ikut gue!" Sahut Reno tiba-tiba. Dia berjalan mengarah ke belakang rumah, melewati sebuah pintu besar dengan dua gagang. Kami kaget melihat apa yang ada dibalik pintu itu. Dia punya lapangan Tembak pribadi!? Seluas ini? Gila. Batinku dengan mulut sedikit terbuka. "Karena kemaren kalian udah bantu Febi buat nyelamatin gue, sekarang gue mau berterima kasih" Sahut Reno. Aku tahu persis bahwa Reno tidak ingin menceritakan tentang kejadian yang sedang terjadi di kampung halamannya, karena mungkin hal itu akan membuat mereka panik dan tidak mempunyai persiapan apabila sewaktu-waktu kejadian itu akan terjadi juga disini. Namun aku juga belum bisa yakin 100% bagaimana caranya mimpiku benar-benar bisa menjadi kenyataan seperti ucapan yang dikeluarkan Reno. "Yaudah Ren sama-sama! Yuk kita langsung berenang!" Ucap Abang memotong penjelasan Reno yang belum selesai. "Kolam renang gue belom bisa dipake, masih banyak buayanya" Ucapan Reno berhasil membuat ekspresi Abang berubah menjadi ngeri dan tidak jadi melakukan niatnya. "Gue ngundang kalian kesini buat mempelajari sesuatu, dan seandainya kalian semua bisa ngasih hasil yang memuaskan ke gue, gue bakal izinin kalian untuk gunain seluruh fasilitas yang ada di rumah gue!" Jelas Reno santai membuat yang lainnya bersorak dan bersemangat. Reno mengajak kami ke pinggir lapangan, terdapat 3 box hitam besar terbaring di rumput yang halus. Apa yang ada didalamnya berhasil membuat kami berempat melongo dan tidak percaya saat Reno membukanya, berbagai senjata lengkap berjenis airgun dengan tiga kategori mulai dari handgun, rifle, dan shotgun terpampang rapi di dalam ketiga box tersebut. Keren!. "Pilih masing-masing senjata yang kalian suka, gue akan ngajarin kalian gimana cara nge gunain nya" Ucap Reno tidak main-main. Dia benar-benar serius, ini mungkin bisa jadi persiapan yang cukup matang, tapi aku hanya berfikir bahwa Reno hanya ingin pamer dan aku juga merasa bahwa kemungkinan mimpiku terjadi hanyalah sebuah kabar burung semata. Kami memulai pelajaran pertama, menggunakan sebuah handgun bertenaga angin, Reno mengajari kami bagaimana posisi dan kuda-kuda yang baik untuk menembak target yang berada puluhan meter di tengah lapangan. "Jangan merem! Emang nya lagi kocok arisan!" Sahut Reno kepada Erlangga yang sedang membidik target dengan sebelah mata tertutup. Kami tertawa bersamaan, disertai suara kentut Abang yang terdengar nyaring walaupun di tempat terbuka seperti ini. *brootttt "ABANG!!!!" Ucap kami bersamaan. "Apaan si! Febi noh!" Sahut Abang memfitnah ku. "Ketawan nih gapernah makan enak, kentutnya bau banget" Jawab Ade yang sebenarnya dia juga meroasting dirinya sendiri, bagaimana tidak, dia adik kakak dan satu rumah, tidak mungkin orang tuanya menyediakan makanan yang berbeda. Baru kali ini aku melihat Reno tertawa lepas, kami merasa sudah semakin dekat dan itu sudah cukup membuatku bahagia, tapi apa kejadian yang Reno maksud akan benar-benar terjadi? Apa persahabatan kami yang baru beberapa hari dibangun dengan keberadaan Reno akan lenyap begitu saja? Atau suara tawaan Abang yang terdengar menyenangkan akan berubah menjadi jeritan kepedihan? Aku tidak bisa membayangkan itu semua.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD