4. Bloody Marriage Contract (2): "Apa kau jatuh cinta pada istri bonekamu, Azrael?"

1266 Words
Cold Prince's POV What the hell is wrong with me—a bloody marriage? What the hell was I thinking?! Sebelum aku menginjakkan kaki ke penjara bawah tahan, aku masih yakin jika pernikahan adalah ide yang konyol. Lalu aku bertemu dengannya lagi, Kiera Grace Harlow, gadis dari Hommes Departement Store yang menarik perhatianku. Dan begitu saja, aku tidak tahu lagi. "Jack," Aku memanggil pengawalku yang bertugas berjaga di depan pintu Kiera, ketika aku melintas keluar dari kamar gadis itu. "Aku butuh cincin tunangan." Jackson Steele, mengekor di belakangku, "Kau butuh yang seperti apa, Tuan?" Seperti apa? Apa cincin tunangan punya jenisnya? Sial. Memilih cincin untuk tunangan sandiwara adalah topik yang tidak pernah sekali pun terbesit di pikiranku. Aku sudah membuang pikiran-pikiran itu sejak lama sekali. "Entahlah." Aku baru menjawab ketika memasuki ruangan kerja, "Pilih saja yang paling mahal—aku tidak peduli bagaimana bentuknya." "Tunggu sebentar, apa aku tidak salah dengar?" Suara itu berasal dari dalam ruangan kerjaku—Michael Damien Pereira, tersenyum dari kursi kerjaku dengan kaki menggantung di meja kerja, "Apa kau akan menikahi gadis itu, brother?!" "Apa yang kau lakukan di kursiku?" Aku mendekat padanya, memberinya tatapan tajam, "Pindah!" “Tidak perlu dengan kekerasan.” Michael menurut dengan senyum yang masih lengket, menempati kursi di seberang meja, "Jadi? Apa aku benar? Apa kau akhirnya akan mengikuti rencanaku dan menikah?" Aku menjatuhkan bokongku ke kursi kerja, "Ya. Karena setelah kupikir, kau benar. Pernikahan ini akan bagus untuk kampanye. Aku butuh rebranding dan koneksi." Dua detik penuh Michael mendelik curiga, "No. There's something else." Senyum menyebalkannya mekar, "Apa gadis itu secantik itu? Well, dari fotonya, aku tahu dia cantik. Tapi aku tidak tahu, jika Nona Kiera Grace Harlow secantik itu hingga melelehkan 'the cold Prince Pereira’." “No.” Aku menatapnya bosan, "Dia biasa saja. Kurus krempeng—sama sekali tidak mendekati tipeku." Tatapan Michael berpindah pada pengawal Kiera, "Jack, bagaimana menurutmu? Apa Kiera cantik?" Jack mengangguk kaku, "Miss Harlow adalah gadis yang menawan, Tuan Muda." Jawaban Jack agak mengganggu—maksudku, Jack hanya melihat Kiera untuk beberapa detik saja. Dan gadis itu sedang tidak dalam penampilan terbaiknya. Kiera belum mandi dua hari, ada sisa muntah di mulutnya, dia terlihat seperti mayat—dan menurut Jack itu menawan?! Aku perlu pengawal baru dengan mata yang tidak sakit. "Jack, kau boleh pergi." Kataku padanya, "Dan jangan lupa permintaanku." "Sebelum aku pergi, aku ingin memastikan sesuatu, Tuan." Kata Jack, berdiri kaku. "Kau ingin cincin seperti apa?" Topik ini mulai membuatku tidak nyaman. Aku melepaskan ikatan dasi yang mendadak terasa mencekik, "Seperti apa saja yang menurutmu bagus." "Apa aku perlu memilihkan cincin yang sesuai dengan kepribadian Miss Harlow, Tuan?" Ada sesuatu tentang ucapan Jack yang membuatku terdiam dan berpikir. Aku menunduk pada dasi berwarna midnight blue yang terurai lepas di dadaku—dasi yang dipilihkan Kiera untukku. "Nevermind, Jack." Aku tahu aku pasti akan menyesali ini, tapi aku tetap beranjak dari kursiku, "Aku akan pergi sendiri." "What?! What the hell is happening?!” Michael bersorak, melompat dari kursinya, “Aku harus bertemu dengan gadis misterius ini!" Michael berburu mengekor aku, "Brother wait, I'm coming with you!" Michael tidak berhenti tersenyum bahkan ketika kami memasuki mobil yang dikendari oleh supirku. Senyumnya menyebalkan dan mulai membuatku risih. "Jangan berpikir yang aneh-aneh, Mickey." “Aku tidak berpikir aneh-aneh, Az.” "Aku hanya melakukan ini agar paparazzi membicarakanku ketika melihat aku memasuki toko perhiasan. Untuk memulai gossip jika aku akan meminang." "Ya, ya, ya, aku tahu tentang itu Detective. Aku bahkan sudah memikirkannya sebelum kau. Aku the genius Pereira, ingat?" Ada senyum lebar di bibirnya saat mengatakan itu. "Terus?" "Terus apanya?" Katanya, dengan tidak berdosanya. "Aku tidak mengatakan apa-apa?" "Spill, Michael. Aku tahu kau memikirkannya." "Tidak ada. Aku hanya ingin tersenyum. Itu saja." Jika aku tidak mengenal adikku, aku mungkin akan percaya. Tapi aku mengenal Michael lebih baik dari siapa pun. Aku tahu maksud dari senyumnya tanpa harus bertanya. *** Mencari cincin tunangan yang tepat tidak semudah menarik pelatuk pistol. Aku lebih memilih meledakkan kepala seseorang dari pada harus menyiksa diriku dengan pencarian tak berujung ini. Sekarang, aku mulai ragu kenapa aku di sini. Kenapa aku di sini? "Jadi, bagaimana menurutmu?" Michael bertanya di sebelahku, senyumnya penuh harapan, "Yang mana yang kau inginkan?" Aku mendesah gusar, "Tidak ada." "For the love of God, Azrael, just pick one!" Michael mengusap wajahnya frustasi, "Ini sudah toko ketiga. Bagaimana bisa kau belum menemukan cincin yang kau mau?!” "Tidak ada yang menarik bagiku!" Aku mendumal balik pada adikku, tak kalah frustasi. "Apa yang sebenarnya kau cari, sih? Kau hanya perlu membeli satu yang paling mahal dan yang paling besar hingga bisa dilihat dari bulan. Simple!" "Aku butuh yang sesuai dengan kepribadiannya—" Sebelum aku sempat menghentikan diriku, kata-kata itu menyembur keluar. Menyebabkan Michael menganga dan aku lebih menganganga. Sialan. Aku memulai lagi, “Maksudku, Kiera adalah gadis yang keras kepala,” Tenggorokanku tercekat, “Dan—um, pemberani.” Aku mengalihkan tatapanku ke mana saja, asal buka pada adikku yang mendelik curiga, “Jadi, tidak ada salahnya memilih cincin yang sesuai dengan dirinya.” "Oh, kami punya yang seperti itu, Tuan." Celetuk penjaga toko yang berdiri di belakang etalase, senyum pria tua itu seketika melebar. "Tunggu sebentar, kami akan mengeluarkan dari koleksi langka." "Keras kepala dan berani, huh?" Michael berceletuk ketika akhirnya pelayan toko pergi. Ada nada menggoda yang menjijikkan dalam suaranya. Aku tidak ingin mengatakan apa-apa padanya, tapi tidak ada gunanya berbohong, "Pencuri kecil itu... meludahiku." "She did—WHAT?!" Aku berbisik, memastikan tidak ada yang mendengarku, "Aku membunuh Declin sialan di depan mata kepalanya. Dan gadis itu… meludahiku." Mengingat kejadian itu, hingga sekarang masih membuat kepalaku sakit, "That girl... is something." Tidak habis pikir. "Jadi itu asalan kenapa kau akhirnya akan menikahinya? Karena dia meludahimu?" Jika aku dipaksa jujur—ya, aku menodong Kiera dengan pernikahan karena aksinya itu. Dia membangunkan sesuatu dalam diriku, sesuatu yang menyukai tantangan dan permainan. Dan Kiera Grace Harlow akan menjadi mainanku selama dua bulan ke depan. That little thief has to pay. Alih-alih, aku mengatakan, "Aku ingin menghukumnya ketika dia melakukan itu. Apa lagi hukuman yang sepadan jika bukan menikah denganku?" Michael mengawasiku sedikit lama, "Apa kau jatuh cinta pada calon istri bonekamu, Azrael?" Aku hampir muntah mendengarnya, "Jeez, Mickey. Jangan mulai." Jatuh cinta? Bagaimana hal konyol seperti itu bisa terlintas di kepala adikku yang jenius? Perlu dipertanyakan. Untungnya, penjaga toko kembali tepat waktu. Pria itu membawa kotak beludru berukuran sedang yang dipenuhi dengan set cincin dengan desain yang unik sekali. Tapi satu yang mencuri perhatianku. "This." Kataku, menunjuk cincin dari permata Ruby merah yang diukir menyerupai kristal salju. "This is perfect for her." "Great choice." Sahut penjaga toko dengan senyum, "Jika tidak keberatan aku bertanya, apa Anda akan segera melepas status lajang Anda, Mr. Pereira?" "Benar sekali." Aku mengangguk dengan senyum—yang terpaksa, "Tapi kumohon untuk tidak dibocorkan ke media sebelum aku berlutut di depan calon istriku, setuju?" Penjaga toko mengangguk sambil memperagakan ia mengunci mulutnya, "Your secret is safe with me, sir." Aku menoleh ke arah papan namanya, "Aku mempercayakan ini padamu, Nigel. Kau bisa membungkus cincin yang satu ini." "Wait..." Penjaga toko, Nigel, mengerutkan dahi, "Kau tidak ingin tahu harganya, Mr. Pereira? Cincin pilihanmu adalah koleksi paling mahal yang kami punya." "Jezz." Michael berdecak di sebelahku, "Nigel, coba lihat dengan siapa kau bicara. Apa abangku tidak terlihat seperti dia bisa membeli seisi toko ini tanpa perlu berkedip?" "Maaf, Mr. Pereira!" Raut wajah Nigel dipenuhi kepanikan. "Maksudku... maksudku—" Ekspresi yang paling kusuka. Melihat seorang pria ketakutan adalah hal yang memuaskan. "Kami hanya bercanda, Nigel." Aku tersenyum kecil mengibaskan tangan, "Dan, kau dimaafkan." Oh, orang-orang biasa ini sangat menggemaskan ketika mereka ketakutan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD