Dunia Runtuh

1036 Words
Sebuah senyum manis merekah di bibir Nana. Ia sudah berdandan cantik dengan dress baru yang Frans belikan khusus untuk makan malam mereka. Nana seharusnya menunggu di rumah hingga Frans menjemputnya. Namun, ia memiliki kejutan kecil untuk Frans yang sedang bekerja keras. “Pak Warso, apa jawaban Pak Ferdinand?” Tanya Nana pada supirnya. “Pak Frans masih belum berangkat pulang, bu. Semua aman,” Jawab sang supir setelah menutup teleponnya dengan sekertaris pribadi Frans yang hari ini juga menyupirinya. Ini sudah hampir jam tujuh malam. Frans sebelumnya berkata bahwa ia akan keluar dari kantor jam tujuh. Karena itu, Nana yakin kedatangannya kali ini seharusnya tidak mengganggu pekerjaan Frans. Tepat sebelum Frans akan pulang untuk menjemput Nana di rumah, ternyata istrinya itu yang sudah datang terlebih dahulu padanya untuk memberikan kejutan. Itu adalah skenario yang bagus, ‘kan? Seharian ini, Nana sibuk membuat kue tart ulangtahun pernikahan mereka. Ia sudah mendekorasinya secantik mungkin. Nana juga sudah membawa pakaian ganti untuk Frans sehingga mereka bisa langsung pergi makan malam setelah kejutan kecil itu. Tiba-tiba, ponsel Nana berbunyi sekali. Ia mengeluarkan ponsel tersebut dari tas pestanya dan mendapati bahwa itu adalah pesan dari Frans. ‘Na, aku memiliki urusan penting. Tunggulah aku di restoran sesuai jam reservasinya. Aku akan menyusul langsung ke sana.’ Kening Nana mengkerut. Ia lalu membalasnya, ‘Kenapa tiba-tiba sekali, Frans? Apa semua baik-baik saja?’ “Kita sudah sampai, Bu,” Ucapan Pak Warso mengalihkan fokus Nana. Pesan balasannya baru saja terkirim dan belum sempat dibalas oleh Frans, namun ternyata mobil yang ia tumpangi sudah hampir tiba di depan lobby kantor. “O-oh, baik, pak.” Jawab Nana sebelum mengambil kotak kuenya. “Nanti saya akan hubungi Pak Warso untuk bawakan jas Pak Frans, yah,” “Baik, Bu,” Jawab pria itu. Dengan tanda tanya besar dan jantung agak berdebar keras, Nana melangkah masuk ke dalam lift. Frans memang sudah mengatakan pada Nana untuk langsung menunggu di restoran, namun ia sudah terlanjur sampai di kantor dengan segala persiapannya. Tidak mungkin ini dibatalkan, ‘kan? Ya, Nana mungkin akan mengganggu Frans sedikit. Namun ia berjanji akan diam saja setelah itu dan membiarkan Frans menyelesaikan pekerjaannya. Atau jika perlu, Nana akan pulang lagi setelah memberikan kejutan ini. Begitu sampai di depan ruangan Frans, Nana mendapati semua meja sekertaris sudah kosong. Kelihatannya Frans ditinggal pulang oleh para sekertarisnya karena sekarang sudah lewat jam pulang kantor. Suaminya bekerja sangat keras. Meminjam salah satu meja sekertaris Frans, Nana meletakkan kotak kue ulangtahun pernikahan mereka, lalu membukanya. Tanpa bisa memudarkan senyumannya, ia menancapkan lilin-lilin kecil di kue tersebut sebelum menyalakannya dengan korek kecil. Setelah lilin menyala, perlahan Nana membuka pintu ruangan Frans. Sengaja melangkah sepelan mungkin, Nana bisa menebak bagaimana wajah penat Frans yang berubah terkejut ketika melihat dirinya tiba-tiba muncul dengan kue ulangtahun pernikahan mereka. Ia sudah tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila hanya dengan membayangkannya saja. Namun, langkah Nana terhenti ketika ia mendengar suara-suara aneh. Matanya mengerjap dan pandangannya seketika tertuju pada bilik yang memisahkan ruang tamu dengan meja kerja Frans. “Ngh… Ah…” Jantung Nana yang sejak awal sudah berdebar-debar, kini berdebar semakin kuat. Bedanya, debaran kali ini bukan lagi karena rasa gugup atas kejutan yang sedang ia lakukan, melainkan karena sebuah prasangka atas suara erangan wanita yang sedang ia dengar. Kue tart itu bergoyang karena kedua tangan yang menopangnya mulai bergetar. Melalui celah-celah dekorasi pembatas ruangan yang terletak beberapa meter di depannya, Nana dapat melihat siluet yang bergerak-gerak di baliknya. Jantungnya seakan diremas kuat karena ia mengetahui bahwa tepat di balik pembatas ruangan itu adalah sebuah sofa panjang yang kelihatannya sedang ditempati oleh dua orang pemilik siluet tersebut. Melangkah semakin dekat, suara erangan dan lenguhan itu terdengar semakin keras di telinga Nana. Tidak cukup sampai di sana, ia juga mulai mendengar suara geraman bernada rendah yang sangat familiar di telinganya. Ya, itu adalah suara sang suami yang selama dua tahun ini menemani malamnya. “Ah… Frans…” Kedua mata Nana melotot semakin besar ketika suara wanita lain menyerukan nama suaminya. Ia segera mempercepat langkahnya meski ia seakan tidak dapat merasakan kakinya lagi. Meneguk liurnya yang terasa seperti sebongkah duri, Nana menggeser tubuhnya ke ujung pembatas ruangan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di sana. Dan seperti prasangka yang sejak tadi berusaha ia sangkal, itu benar adalah mimpi terburuknya. Di atas sofa panjang itu, ia melihat punggung dari tubuh besar Frans dengan seorang wanita di bawah kukungannya. Itu adalah sosok wanita yang sejak awal muncul di pikiran Nana ketika mendengar erangan tadi. Itu adalah Sofia! Ingin sekali rasanya Nana menyangkal. Ia harap pria itu bukanlah Frans. Namun siapa lagi yang memiliki tato seperti itu di seluruh tubuhnya? Siapa yang memiliki suara menenangkan itu? Air mata berkumpul di kedua mata Nana. Apa yang harus ia lakukan? Tidak, kenapa ini bisa terjadi? Kenapa Frans melakukan ini padanya, pada pernikahan mereka? Tubuh Nana mematung dengan telinga yang seakan terus ditikam setiap wanita yang telah manyakiti hatinya itu meneriakkan nama suaminya dengan penuh perasaan. Lalu, jantungnya seakan berhenti saat pandangannya bertemu dengan milik Sofia. Ya, keberadaan Nana telah disadari oleh Sofia yang nampak sangat terkejut. Namun, wajah wanita itu dengan cepat berubah ekspresi. Sebuah senyuman terbentuk di bibir Sofia dengan kedua matanya yang terus memandang rendah pada Nana, seakan menyatakan bahwa ia telah berhasil merebut hati dan tubuh Frans. “Ahh!” Jerit Sofia sebelum sebuah tangan besar meraih rahangnya lembut agar ia menatap ke depan. “Lihat aku, sayang,” Ucap Frans sebelum melumat bibir Sofia. ‘Kenapa, Frans? Kau… kenapa?’ Nana melangkah mundur untuk menghindari pemandangan menjijikan itu. Dunia Nana seakan runtuh. Tubuhnya mendingin dan mati rasa. Tanpa sadar, ia telah melangkah keluar dari ruangan Frans. Hatinya masih terasa sakit, namun setidaknya, ia keluar dari ruangan neraka itu. Merasa pandangannya mulai menjadi gelap dan tubuhnya seakan hendak tumbang, Nana terburu-buru meletakkan kue dengan lilin yang masih menyala itu di atas meja. Namun karena terlalu ke pinggir, kue tersebut malah terjatuh ke lantai. Sensasi mual dan melilit pada perutnya membuat Nana menutup mulut. Ia segera menggeleng untuk mengembalikan kesadarannya. ‘Jangan pingsan di sini, Na. Kau harus kuat,’ Setelah mengatur napasnya secepat mungkin, Nana segera membereskan kue ulangtahun pernikahan yang telah hancur tersebut meski tubuhnya masih terasa linglung sebelum ia beranjak pergi dari sana, meninggalkan suaminya yang sedang berselingkuh di belakangnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD