2 - Calon Istri

1714 Words
Malam ini Kasya berusaha untuk melenyapkan Tasya dari pikirannya. Ia hanya berharap hari ini terakhir kalinya bertemu dengan Tasya.   “Ini kuenya enak banget!” komentar Helena, adik semata wayang Kasya membuyarkan lamunan Kasya yang sedang duduk di sofa depan televisi, “Kakak beli di mana?” “Di toko kue.” Helen menatap kakaknya dengan tatapan datar, “Memang siapa bilang di toko bangunan?!” “Itu tau.” Sahut Kasya. “Maksud Helen, kakak beli di toko kue mana?!” “Ngga perlu kepo, makan aja,” Kasya berdiri dari sofa dan beranjak masuk ke kamarnya. Helen memasang wajah kesal menatap punggung Kasya yang sudah menjauh. Esoknya Kasya bangun pagi seperti biasa, melakukan rutinitas yang sama setelah bangun pagi. Beranjak dari kamar, Kasya mendapati adiknya duduk sendirian di ruang makan sedang sibuk mengunyah sambil menatap layar ponselnya. “Mama Papa mana?” Kasya mengambil tempat di seberang Helen. “Papa udah ke kantor, Mama keluar bentar tadi,” Jawab Helen tanpa menoleh pada kakaknya. “Lo engga berangkat ke kantor juga?” Saat ini Helen memang sedang magang di kantor sang Papa setelah berhasil menyelesaikan kuliahnya. Helen lah yang dipersiapkan untuk meneruskan bisnis sang Papa karena Kasya memilih memegang rumah sakit. “Habis ini gue berangkat kok,” Helen meletakkan ponselnya dan lanjut menghabiskan sarapannya. “Mau gue antar?” Helen menggeleng, “Gue berangkat sendiri aja naik motor.” Helen menghabiskan minumannya lalu berpamitan pada Kasya, “Gue duluan kak.” “Hati-hati.” Pesan Kasya menatap adiknya yang sudah berjalan menjauhi ruang makan. “Siap Pak dokter!” Sahut Helen tanpa menoleh pada Kasya. Beberapa menit menghabiskan sarapan, Kasya segera berkemas dan berangkat ke rumah sakit. Setibanya di sana, Kasya langsung menuju ruangannya dan berkeliling mengecek semua pasien yang ia tangani. Kasya masih sering didampingi oleh para dokter senior agar dirinya lebih banyak belajar di dunia kedokteran secara nyata. Meskipun semua warga rumah sakit mengetahui siapa Kasya, namun ia menganggap dirinya tetap merasa butuh banyak bimbingan dari para dokter yang lebih berpengalaman darinya. Setelah mengecek pasien, Kasya akan kembali ke ruangannya karena seringkali ada yang datang untuk berkonsultasi padanya. Kasya duduk di kursi kerjanya, membuka laptop dihadapannya. Baru beberapa menit memeriksa pekerjaan, sebuah ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. “Masuk,” Perintahnya. Pintu terbuka, seorang gadis memunculkan kepalanya dari balik pintu, “Hai Pak dokter!” Sapanya dengan senyuman. Kasya segera menatap gadis tersebut, “Helen? Lo kenapa ke sini bukannya ke kantor?” Tanyanya pada adiknya itu. Helen kembali tersenyum lalu masuk dan menutup pintu kemudian berjalan ke arah Kasya, “Udah kok,” Helen duduk di hadapan Kasya, “Tadi gue habis dari kantor.”  “Lalu?” Kasya kembali menatap layar laptopnya, masih mendengarkan Helen. Helen duduk dihadapan Kasya, di seberang meja kerja Kasya, “Yah pekerjaan gue lagi beres dan Papa minta gue ke sini buat lihat-lihat.”  “Lihat-lihat apaan?”  “Yah bagaimana kondisi rumah sakit, bagaimana para dokter, suster dan perawatnya, bagaimana pasiennya, dan masih banyak lagi, karena rumah sakit dibawah naungan perusahaan Papa jadi gue diminta belajar juga soal ini, gue kan jarang pake banget ke sini kak.”  Kasya kembali menatap Helen, “Jadi maksudnya lo mau gue bawa lo keliling?” Helen mengangguk semangat, “Kakak tumben peka.” Kasya menatap datar adiknya lalu berdiri dari kursinya, “Ayo,” Helen pun mengikuti langkah Kasya meninggalkan ruangan. Berkenalan dengan beberapa tenaga medis, mengunjungi beberapa kamar pasien, Kasya yang menjelaskan dan Helen mengangguk memahami setiap penjelasan dari sang kakak. Tidak sedikit pertanyaan yang diberikan Helen namun Kasya mampu menjawab dengan penjelasan yang dipahami adiknya itu. Setelah selesai berkeliling, keduanya akan kembali ke ruangan Kasya karena setelah ini Helen harus kembali ke kantor namun terlebih dahulu mengambil tasnya yang ditinggal di ruangan kakaknya. “Sya!” Sebuah panggilan membuat kakak adik ini menoleh ke arah bersamaan di mana suara tersebut berasal. Kasya langsung memasang ekspresi datar begitu tau siapa yang memanggilnya. Gadis itu, Tasya, berjalan mendekat dan berdiri beberapa senti dari Kasya dan Helen. “Mau apa lo ke sini?” Tanya Kasya dengan nada sinis. Tasya memasang senyum manisnya, “Mau ketemu calon suami gue lah!” Ucapnya membuat Helen terkejut dan mendelik pada kakaknya. Helen yakin dirinya tidak salah dengar tadi. Helen terlihat syok akan ucapan Tasya barusan, “Maksud—” “Lo duluan sana ke ruangan gue dan langsung balik ke kantor,” Perintah Kasya pada Helen memotong ucapan Helen, “Papa udah nunggu lo.” Helen memanyunkan bibirnya, memasang ekspresi sebal menatap kakaknya, mau tidak mau menurut meski masih penasaran tentang yang tadi ia dengar namun sang kakak sedang dalam mode tidak mau dibantah dan Helen tau, menolak sama saja mencari masalah, “Iya,” Jawab Helen lalu beranjak pergi ke ruangan Kasya. “Itu Helena kan adik lo?” Tanya Tasya setelah Helen berjalan menjauh. “Iya,” Jawab Kasya singkat. Kasya terlihat malas meladeni Tasya, ia ingin segera kembali ke ruangannya saat ini. “Makin cantik ya!” Tasya masih menatap ke arah Helen pergi meski Helen sudah tidak terlihat. “Kenapa lo bisa tiba-tiba ke sini?” Nada bicara Kasya masih terdengar tidak enak membuat Helen kembali menatap ke arahnya. Tasya memasang wajah sebal, “Ketus amat sih sama calon istri sendiri.” “Mendingan lo balik aja deh ke toko lo, kerja sana!” usir Kasya. “Baru juga sampai udah di suruh pergi, duduk dulu kek di ruangan lo atau di kantin gitu, kopi nge-teh dulu misalnya, gue jauh-jauh ke sini buat ketemu lo doang nih.” “Gue ngga peduli dan gue sibuk!” Kasya akan pergi namun lengannya ditahan oleh Tasya membuat Kasya menatapnya. “Kan udah lama ngga ketemu, lo ngga kangen sama gue? Bentar aja dong kita duduk, ngobrol gitu, ya,” Tasya menatap Kasya dengan tatapan memohon. “Gak.” Kasya tidak terpengaruh akan tatapan Tasya padanya. “Ayolah…” Namun Tasya masih belum menyerah.  “Engga!” Kasya tetap bersikeras mengusirnya.  “Pliiiiisss…” Tasya masih memasang wajah memohon, Kasya akan kembali bicara namun deringan ponsel mengalihkannya. Panggilan suara dari salah satu sahabatnya, Angga. Tanpa Kasya jawab, dirinya tahu apa yang akan dikatakan sahabatnya itu mengingat saat ini sudah masuk jam makan siang. Kasya segera beranjak meninggalkan Tasya menuju kantin, tentunya tanpa diminta, Tasya segera mengekori Kasya. “Kok kalian bisa barengan?” Tanya Angga setelah Kasya dan Tasya bergabung. “Iya gue sengaja mampir, nyari Kasya dan ketemu tadi di dalam.” Jawab Tasya. “Kok lo bisa tau Kasya disini?” Tanya Dilon. “Dari Angga.” Jawab Tasya sambil menatap Angga sekilas membuat Angga tersenyum masam, ia seolah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Sesuai dugaan, Kasya langsung ikut menatap Angga namun dengan tatapan dingin, yang ditatap langsung memasang cengirannya, “Terpaksa bro, dia gentayangin gue mulu kemarin buat tau lo sekarang di mana.” “Memangnya lo ngga kerja Sya?” Dilon kembali bertanya pada Tasya membuat Angga bernafas lega. “Kan gue bosnya, jadi jam istirahat gini gue bisa keluar sebentar.” “Lo selama ini ke mana?” Tanya Angga, “Lulus SMA langsung hilang.” “Gue kuliah keluar Indonesia, setelah lulus langsung balik ke sini dan mulai merintis usaha yang sekarang gue jalani, yah lumayan lah hasilnya. Oh iya!” Tasya meletakkan bungkusan plastik berwarna hitam yang sejak tadi dibawanya ke atas meja di depan mereka, “Nih gue bawain oleh-oleh buat kalian, ini buatan gue sendiri lho! Pokoknya kalian harus coba!.” “Wah! Apa nih?” Angga yang lebih dulu membuka bungkusan tersebut. “Oleh-oleh dari toko gue, spesial gue bawain buat kalian.” “Enak nih!” Angga mulai mengambil sepotong kue dari dalam plastik tersebut. Kasya menyimak saja obrolan tiga manusia dihadapannya, dirinya tidak berniat ikut bergabung dalam obrolan, kepalanya sudah cukup pusing karena mimpi buruknya kembali menjadi nyata. Gadis yang paling ia hindari sejak duduk di bangku sekolah, sekarang muncul lagi dan lagi masih mengaku sebagai calon istrinya. "Bukannya orang tua lo punya bisnis? Gue pikir lo memilih untuk meneruskan usaha orang tua lo." tanya Dilon. "Iya gue kurang minat sebenernya, tapi sekarang gue sambil belajar kok buat bantu-bantu, siapa tau nantinya diperlukan di sana." Jawab Tasya. Dilon mengangguk mengerti. “Eh iya, kalian kalau mau, mampir-mampir lagi dong ke toko gue, kalau weekend gue kasih diskon deh!” Ucap Tasya sumringah. “Weekend aja nih?” Tanya Dilon, “Hari biasa ngga dapat juga?” Tasya terkekeh pelan, “Sabar ya, gue kan baru buka usaha ini, masih merintis pelan-pelan, jadi doain aja lancar biar bisa sering kasih diskonan ke kalian.” “Kalau si Kasya bayar juga?” Tanya Angga. Tasya menatap Kasya yang sibuk menatap ke arah lain, “Gratis kok, kalau nanti gue sama dia udah halal.” Kasya merasakan pusing dikepalanya semakin bertambah, sedangkan Angga tertawa dan Dilon hanya geleng-geleng sekilas. Tasya memasang wajah merona karena ucapannya sendiri. *** Malamnya, setelah menyelesaikan semua pekerjaannya hari ini, Kasya pulang ke rumahnya. Hari sudah cukup malam, tubuhnya lelah dan kepalanya pusing karena hari ini Tasya datang ke rumah sakit untuk merecoki harinya. Kasya berjalan masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang keluarga, menyandarkan punggungnya di sofa, memejamkan mata sejenak.   "Arkasya Nalendra.” Kasya membuka mata, menoleh ke samping dan mendapati sang Mama berdiri di dekat sofa yang ia duduki. “Ya Ma?” Tanyanya setelah menegakkan tubuhnya masih menatap Elvina. “Bisa beri Mama penjelasan?” tanya sang Mama dengan wajah serius. Kasya menatap bingung Mamanya, “Untuk?” “Kamu tidak pernah memperkenalkan siapapun sebagai pacarmu tapi kenapa tiba-tiba kamu punya calon istri?” Kasya mendadak berdiri dari sofa, “HAH—” Oh, ini pasti Helen! Batin Kasya, “Itu engga benar Ma!” “Tapi kata adikmu?” “Helena hanya salah paham Ma, itu engga benar. Kasya belum punya pacar apalagi calon istri, jadi Mama jangan pikirkan ucapan Helen. Mama harus percaya pada Kasya.” Elvina mengangguk mengerti, “Ya sudah, kamu mandi dulu sana.” Kasya berjalan mencium pipi Mamanya lalu beranjak ke kamarnya. Tidak lama kemudian, Helen tiba di rumah setelah seharian ini bekerja. Ketika membuka pintu kamarnya, Helen dikejutkan dengan kehadiran sang kakak yang duduk di kasurnya, memasang tatapan dingin padanya. Helen merasakan hal yang tidak enak melihat ekspresi sang kakak. “Kayaknya gue makan malam dulu aja kali ya, gue lupa kalau tadi udah laper.” Helen memundurkan sedikit langkahnya dari pintu dan akan berbalik namun Kasya lebih dulu berhasil menangkap dan menggotongnya masuk ke kamar. Helen meronta berusaha melepaskan diri dari kakaknya, Kasya langsung menjatuhkan adiknya itu di tempat tidur. Tasya mengambil bantal untuk dijadikan tameng, “Ampun kak, jangan apa-apain Helen! Helen masih muda belum nikah kak!” rengek Helen dengan wajah memelas. Kasya mengambil bantal di tangan Helen lalu duduk di sampingnya dan memiting leher Helen, “Lo ngomong apa ke Mama?” Helen menatap bingung Kasya, “Ngomong? Ngomong apaan?” “Jangan pura-pura ngga tau, lo ngomong apa soal gue tadi siang ke Mama?!” Helen terdiam sejenak, “Oh! Kakak yang harusnya kasih penjelasan!” Helen melepaskan diri dari kakaknya lalu menjaga jarak agar tidak kembali dipiting, “Kenapa tiba-tiba ada cewek yang mengaku sebagai calon istri kakak?!” Wajah Helen berubah serius. “Lo kan bisa tanya ke gue bukannya mengadu ke Mama!” “Helen enggak mengadu kok, justru Helen tanya ke Mama apa kakak udah punya calon istri? Dan kenapa Helen enggak pernah tau soal itu?!” Kasya menghela nafasnya, “Dia bukan siapa-siapa, jadi jangan dianggap apa yang dia bilang kemarin.” Helen mengangguk paham, “Oke. Tapi dia cantik juga sih kak, dan kayaknya familiar deh wajahnya, kenapa kakak engga suka sama dia?” Kasya menatap datar Helen, “Lo engga perlu pikirin itu lagi.” Helen memamerkan cengirannya, “Iya, iya maaf.” “Ya sudah,” Kasya berdiri dari kasur Helen, “Lo mandi sana, bentar lagi makan malam,” Lalu beranjak pergi dari kamar Helen. Kasya kembali ke kamarnya untuk membersihkan diri karena Mamanya sudah menunggu di ruang makan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD