58. Perjalanan Menuju Guangzhou

1033 Words
“Xuan Yi, apa kau mau menemaniku?” tanya Shen Jia saat mendapati seorang pemuda tengah duduk di salah satu batu yang berada di bawah Bunga Meihua. Seorang pemuda tampan berpakaian tradisional hanfu merah khas Keluarga Gu itu pun menoleh mendapati gadis cantik tengah membawa tas kain entah apa pun isinya. “Kau mau ke mana? Bukankah hari ini kita tidak memiliki pelajaran?” tanya Xuan Yi balik. Shen Jia menghela napas panjang, lalu menghampiri lelaki itu dengan malas. Ia terlihat melirik ke arah samping pemuda itu yang terlihat segenggam bunga meihua segar. “Aku ingin ke Guangzhou memberikan beberapa kantung dompet,” jawab Shen Jia terus melirik ke arah bunga meihua tersebut. “Sepertinya kau menyukai bunga.” Xuan Yi melirik ke arah bunga meihua yang berada di sampingnya. Diam-diam pemuda itu tersenyum tipis sembari meraih bunga tersebut dan memberikannya pada Shen Jia. “Kau mau?” Sontak hal tersebut membuat Shen Jia berbinar cerita, lalu menerima bunga itu dengan senang hati. Tentu saja ia menerima bunga pemberian Xuan Yi. “Kau tahu? Bunga meihua menyimbolkan kasih sayang ibu sepanjang masa,” ucap Shen Jia tersenyum manis menatap bunga meihua di tangannya. Tanpa sadar Xuan Yi menatap Shen Jia dengan pandangan yang sulit diartikan. Entah kenapa ia merasa bahwa gadis yang ada di sampingnya ini terlihat begitu berbeda. Akan tetapi, ia langsung tersadar dengan tingkahnya sendiri. “Jia’er, apa kau baru saja mengajakku pergi?” tanya Xuan Yi saat menyadari bahwa maksud dari kedatangan gadis itu. “Ah, iya! Aku mengajak kau pergi ke Guangzhou untuk memberikan kantung dompet buatanku,” jawab Shen Jia mengalihkan perhatiannya sejenak. “Baiklah. Ayo, aku temani! Kebetulan sekali hari ini aku memang ingin keluar,” putus Xuan Yi menyetujui ajakan gadis itu tadi. Sontak hal tersebut membuat Shen Jia berbinar ceria. “Benarkah? Kalau begitu, aku meletakkan bunga ini dulu.” Tanpa menunggu balasan dari Xuan Yi, gadis berpakaian mewah sekaligus elegan itu pun berlari masuk ke dalam kamar kediaman membuat seorang pemuda yang memperhatikannya hanya tersenyum geli. Sebenarnya, Shen Jia sama sekali tidak mencerminkan sebagai putri agung yang memiliki banyak sekali sopan santun. Namun, gadis itu malah bertingkah selayaknya gadis lainnya, tidak taat aturan. Akan tetapi, di saat yang sama gadis itu bisa menjadi sesesok bangsawan elegan. Mungkin karena Shen Jia terlalu lama berada di Akademi Tangyi sehingga sisi kebangsawanannya tampak sedikit memudar. Tak lama kemudian, seorang gadis cantik yang sekamar dengan Xuan Yi itu pun keluar. Ia tersenyum lebar dengan kedua tangannya sudah tidak memegang bunga pemberian dari pemuda tersebut. “Ayo, kita pergi!” ajak Shen Jia melenggang pergi lebih dulu mendahului Xuan Yi. Sedangkan pemuda tampan itu menggeleng tidak percaya, lalu mengikuti dalam diam sembari meletakkan kedua tangannya di belakang tubuh layaknya istirahat di tempat. Ia melangkah begitu santai seiring dengan pandangan yang sesekali mengarah pada sekeliling. Mereka berdua sengaja melakukan perjalanan dengan menggunakan kuda. Selain lebih cepat, jelas keduanya tidak perlu bersusah payah menggunakan kedua kaki hanya untuk menempuh perjalanan. Tentu saja Shen Jia sudah melakukan perizinan pada Guru Xuaming agar mereka berdua tidak mengalami masalah ketika keluar nanti. Apalagi Xuan Yi memiliki penjaga yang terus melindunginya dengan sangat baik, Chang Qi. Pemuda pandai bela diri itu memang tidak sempat mengetahui kepergian Xuan Yi. Sebab, ia sedang melakukan beberapa pelatihan secara tertutup bersama murid-murid Akademi Tangyi lainnya. Mengingat mereka semua masih sangat banyak pelatihan yang belum lolos dari penilaian para tetua guru. Sedangkan Chang Qi melakukan hal tersebut hanya untuk memperdalam kemampuan bela dirinya agar tidak bisa dilampaui oleh orang lain. Tentu saja pemuda itu ingin memperkuat diri demi menjaga Xuan Yi. Walau bagaimanapun juga, Chang Qi harus tetap melindungi dan mengabdi pada Xuan Yi dengan penuh. Karena Keluarga Gu pernah menolong dirinya dengan begitu berjasa sehingga tidak mungkin Chang Qi menghianatinya begitu saja. Selama perjalanan, Shen Jia dan Xuan Yi sesekali beristirahat, lalu meminta persediaan air minum dari penginapan satu ke penginapan lainnya. Karena membutuhkan Waktu selama 16 hari lamanya menuju tempat tujuan Shen Jia. Sehingga langit pun mulai gelap membuat Xuan Yi menatap lurus ke atas dengan sedikit menaksir, lalu memperhatikan perjalanan hutan yang masih harus mereka berdua tempuh cukup lama. “Jia’er, kita masih jauh dari pedesaan. Apa kau ingin tetap melanjutkan perjalanan atau beristirahat di sini?” celetuk Xuan Yi menghentikan kudanya. Shen Jia terdiam sejenak menimang perkataan Xuan Yi tadi. “Sepertinya kita terpaksa beristirahat di sini. Karena kuda milikku terlihat benar-benar kelelahan dan sudah tidak bisa melanjutkan perjalanan.” Setelah itu, Xuan Yi pun turun dari tapal kuda, lalu menuntun hewan berkulit hitam pekat ke salah satu pohon besar. Tentu saja ia ingin mengikat tali yang ada di leher hewan itu agar tidak melarikan diri. Kemudian, ia membalikkan tubuhnya melihat Shen Jia tengah berusaha mengikat tali tersebut di salah satu dahan pohon yang lebih besar daripada milik Xuan Yi. Membuat pemuda itu tanpa sadar tersenyum geli, dan menghampirinya. “Berikan padaku tali itu,” pinta Xuan Yi mengulurkan tangannya pada Shen Jia. “Ini benar-benar menyebalkan, Xuan Yi. Kuda milikku tidak bisa diam,” keluh Shen Jia sedikit kesal. “Bukan salah kuda milikmu, Youlan Qing Qu. Tapi, kau mengikatnya jangan di dahan yang terlalu besar. Lagi pula kuda-kuda ini sudah jinak sehingga tidak akan melarikan diri,” balas Xuan Yi tersenyum geli. Sedangkan Shen Jia hanya mengangkat bahunya acuh tak acuh, lalu melenggang pergi ke salah satu pohon rindang yang cukup digunakan untuk beristirahat selama semalam. Beberapa saat berlalu, Xuan Yi pun kembali sembari membawa kayu bakar dan dua ekor ikan yang diikat kuat menggunakan serabut pohon pisang yang ia ambil dari salah satu pohon milik warga. Shen Jia melihat kedatangan Xuan Yi pun tersenyum lebar, lalu membantu pemuda itu membuat api unggun untuk menghangatkan tubuh sekaligus mengusir hewan buas yang bisa membahayakan nyawa mereka berdua. “Kau menangkap ikan ini di mana, Xuan Yi?” tanya Shen Jia sembari menusukkan ikan tersebut ke salah satu dahan pohon kecil. “Tadi aku bertemu salah satu penduduk yang baru saja selesai menangkap ikan, lalu aku membelinya dua ekor dengan satu tael. Karena aku pikir kau akan lapar nanti,” jawab Xuan Yi jujur membuat gadis yang ada di samping pemuda itu tersenyum malu-malu. Mustahil kalau Shen Jia tidak merasa malu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD