11. Xiao Pingjing

1048 Words
Sesampainya di kediaman, Xuan Yi langsung melenggang pergi meninggalkan sang kakek yang terlihat sedikit lega. Entah apa yang sebenarnya sampai membuat lelaki paruh baya itu merasa sangat cemas sekaligus lega di saat bersamaan melihat Xuan Yi ternyata baik-baik saja. Sementara itu, Chang Qi memang tidak mendapat masalah. Hanya saja ia merasa tidak nyaman melalaikan tugasnya dan lebih mementingkan pekerjaan yang sebenarnya bukan dari tanggung jawab. Membuat pemuda tampan berwajah datar itu tampak memperhatika tingkah Xuan Yi seperti biasa. Tentu saja Xuan Yi sudah berlarian ke sana kemari bagaikan lalat yang tak pernah lelah. Bahkan dayang-dayang yang memberikan hormat pun ia abaikan dan memilih untuk mencari sang nenek. “Nenek!!!” teriak Xuan Yi keras sekali dari tembok pembatas kediaman, lalu menatap ke arah sekitar yang sama sekali tidak menunjukkan ada wanita paruh baya di sana. Merasa sia-sia, akhirnya pemuda itu melompat turun dan menghampiri Chang Qi yang bersandar pada pilar kebenaran milik Gu Sheng Jun atas pencapaian yang telah diterimanya menghadapi perang besar lalu. “Chang Qi, di mana Nenekku?” tanya Xuan Yi sedikit kesal tidak menemukan wanita paruh baya yang dicari. “Semua orang mencarimu tadi,” jawab Chang Qi datar. Xuan Yi merasa berkata dengan penjaganya sia-sia pun mendengkus kesal, lalu melenggang pergi kembali membuat Chang Qi mau tak mau harus mengikutinya lagi. Menyusahkan memang, tetapi kalau sekalinya hilang jangan salahkan satu kediaman akan mencari sampai dapat. Sedangkan dari kejauhan, Kakek Gu menatap cucunya tengah mencari istri tercintanya pun tersenyum tipis. Ia memang sengaja menyembunyikan sang istri untuk pergi ke kediaman Keluarga Xiao agar tidak tahu bahwa Xuan Yi sempat hilang. Kemudian, lelaki paruh baya itu langsung mengkode pada dayang yang berada di dekatnya. Tentu saja ia ingin menghentikan aksi menyebalkan dari Xuan Yi sebelum menemukan sang nenek. Karena pemuda itu pasti akan berteriak seperti orang berada di hutan tanpa henti. “Tuan Muda Gu,” panggil dayang yang dititahkan oleh Kakek Gu. Sejenak Xuan Yi menghentikan langkahnya, diikuti Chang Qi yang membalikkan tubuh menatap seorang dayang tengah menunduk penuh hormat. Ia terlihat sedikit kaku membuat dayang tersebut mendadak takut. “Ada apa?” tanya Xuan Yi menatap dayang tersebut kebingungan. “Nyonya Besar Gu sedang berada di kediaman keluarga Xiao,” jawab dayang tersebut sesuai perintah tadi. Sejenak Xuan Yi mengernyit bingung. “Kenapa berada di sana? Apa Nenek ikut mencariku juga?” “Tidak, Tuan Muda. Nyonya besar ke sana hanya untuk memberikan cemilan rasa terima kasih pada Tetua Besar Xiao atas undangannya menjadi guru di Akademi Tangyi,” ujar dayang tersebut menggeleng pelan dengan pandangan yang terus menunduk menatap sepasang sepatu mahal milik cucu dari Gu Sheng Jun. Xuan Yi mengangguk singkat. “Baiklah. Terima kasih.” Kemudian, dua pemuda yang sejak tadi mencari keberadaan nyonya besar dari kediaman ini pun bergegas menuju Keluarga Xiao terletak tidak jauh dari kediamannya, tetapi masih dalam wilayah kerajaan. Tidak seperti Keluarga Gu yang lebih memilih menetap di dekat pasar. Sehingga bisa mengawasi kesejahteraan warga Kekaisaran Mouyu. Tentu saja Xuan Yi yang paling bersemangat pun langsung berlari kencang menuju kediaman Keluarga Xiao membuat Chang Qi dengan malas mengejarnya agar tidak tertinggal. Meskipun ia ahli dalam qi, tetapi ilmu tersebut tidak bisa digunakan dalam waktu panjang. Mengingat dirinya msih tahap belajar. Sesampainya di sebuah pintu bertulisakan ‘Keluarga Xiao’ Xuan Yi yang berhenti tepat di depan pintu sembari menunggu kedatangan Chang Qi. Penjaga setianya yang selalu ada untuk dirinya. Setelah itu, dua pengawal Keluarga Xiao yang berjaga di depan pun langsung membuka pintu mempersilakan keduanya masuk ke dalam. Tak lupa mereka memberi hormat pada tuan muda yang dari Keluarga Gu. Di dalam, Xuan Yi melihat ada seorang pemuda seusianya tengah melangkah bersama tiga orang dayang di belakang sembari membawa keranjang berisikan buah, sedangkan pemuda tersebut membawa kotak yang entah ada apa di dalamnya. “Pingjing!” panggil Xuan Yi melambaikan tangannya sembari tersenyum lebar. Sontak seorang pemuda yang sedang melangkah itu pun menoleh, lalu ia memberikan keranjang tersebut pada dayang untuk menghampiri sahabat karibnya. “Kenapa kau ada di sini?” tanya Xiao Pingjing tersenyum lebar. “Aku mencari Nenek,” jawab Xuan Yi membuat pemuda itu tertawa pelan. “Kau benar! Di sini ada Nyonya Besar Gu, tapi sayang sekali kau tidak bisa ke sana. Kakekku sedang berbicara penting sehingga belum ada yang diperbolehkan masuk ke dalam,” ujar Xiao Pingjing menghela napas panjang. “Apakah pertemuannya sangat penting?” tanya Xuan Yi penasaran. Xiao Pingjing mengernyit bingung. “Tentu saja penting! Kenapa kau sampai melupakan bahwa besok sudah pendaftaran masuk Akademi Tangyi? Ah, kurasa pasti kau tidak mempelajarinya.” “Besok!?” seru Xuan Yi terkejut. Sontak hal tersebut membuat Xiao Pingjing kebingungan. Ia merasa sedikit aneh pada sahabat karibnya yang terlihat menyembunyikan sesuatu. “Apa kau baru saja menyembunyikan sesuatu dariku?” tanya Xiao Pingjing serius. Seketika Xuan Yi menyadari bahwa dirinya hampir saja keceplosan pun meringis pelan, lalu memamerkan deretan giginya sembari mendelik pada Chang Qi. Sayang sekali pemuda berwajah datar itu tidak mengerti apa pun, sehingga ia hanya menatap polos tanpa dosa. “Tidak, aku hanya belum mempelajari apa pun,” jawab Xuan Yi jujur. “Masalah itu, kau bisa mengatakannya padaku. Lagi pula tes besok hanya bela diri, jadi masih ada persiapan waktu untuk ujian tertulis,” ucap Xiao Pingjing tertawa pelan. “Maksudmu ... kita tidak langsung diseleksi?” tanya Xuan Yi penasaran. Xiao Pingjing menggeleng. “Tidak, Xuan Yi. Kau hanya perlu berlatih bela diri, tapi bukan dalam pertarungan, melainkan ketahanan tubuh. Karena besok kita akan berlari cukup jauh.” Sejenak Xuan Yi terdiam mencerna perkataan Xiao Pingjing. Kalau memang benar seperti itu, ia jelas tidak mudah terkalahkan. Sebab, sedari dulu dirinya memang lebih unggul dalam ketahanan fisik daripada siapa pun. Hanya saja sang ayah selalu melarang dirinya untuk berlatih bela diri. “Kalau begitu, aku tidak akan mengganggumu,” pungkas Xuan Yi tertawa pelan memikirkan ujian besok. “Tentu saja kau unggul melebihiku, Xuan Yi. Tapi, aku dengar ujian nanti ada pertarungan seleksi. Kau harus banyak berlatih untuk bisa masuk ke sana,” timpal Xiao Pingjing membuat Xuan Yi kembali terdiam. Namun, pemuda itu jelas penasaran mendengar semua pengetahuan Xiao Pingjing yang melebihi siapa pun. Seakan pemuda itu mendapat informasi begitu akurat hingga apa yang dikatakannya semua benar. “Bagaimana kau tahu?” tanya Xuan Yi membuat Xiao Pingjing tersenyum lebar sembari menaikkan alis kanannya singkat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD