3. Tanpa Nama

1110 Words
Gu Sheng Jun tidak tahu apakah pertemuannya ini akan dapat diterima orang tuanya. Namun, ia juga tahu kalau orang tuanya tidak menyukai anaknya pun itu tidak akan jadi masalah. Sebab, ini memang murni kesalahan dirinya yang tega meninggalkan mereka berdua demi seorang wanita. Raut wajah kedua orang tua Sheng Jun tampak sangat terkejut. Apalagi ibunya yang langsung bangkit dan menghampiri anaknya dengan raut wajah bahagia. Senyuman khas seorang ibu memang tidak akan pernah bisa hilang di dalam pikiran anak-anaknya. “Sheng Jun, apakah ini benar kau?” tanya ibunya dengan nada bergetar. “Iya, Ibu. Ini aku,” jawab Sheng Jun hampir menitikkan air matanya. Sontak keduanya pun langsung berpelukan penuh rindu. Akan tetapi, ibunya langsung menyadari sebuah gendongan yang ada di belakang tubuhnya anaknya. Lantas, ia pun berperilaku sama seperti Wang Jia’er. “Ini anak siapa, Sheng Jun?” tanya Ibu Gu penasaran, membuat Sheng Jun langsung menurukan anak lelakinya dari gendongan. “Ini anakku, Bu,” jawab Sheng Jun membuat keheningan tercipta di sana. Raut wajah mereka tidak ada yang terkejut, juga tidak ada yang datar. Tampak biasa saja, membuat Wang Jia’er mengangkat bahunya tidak tahu. “Gu Sheng Jun,” panggil Ayah Gu pelan, tetapi tidak menghilangkan nada ketegasan di sana, membuat Sheng Jun langsung menatap ayahnya. Sang ibunda pun mengambil bayi laki-laki itu, lalu membiarkan anak sulungnya untuk menghampiri sang ayah. Kemudian, ia terlihat melenggang keluar, membuat Wang Jia’er ikut keluar. Ia ingin memberikan sebuah ruang untuk hubungan ayah dan anak itu untuk berbicara. Sepeninggalnya sang istri tercinta, Ayah Gu terlihat menghela napas pelan. Ia tidak menatap anaknya sama sekali, membuat Sheng Jun merasa sangat takut. Aura dingin mendadak menyelimuti ruangan itu. “Duduk,” titah Ayah Gu membuat Sheng Jun langsung duduk tepat di samping lelaki paruh baya itu. Helaan napas terdengar sangat berat bagi Sheng Jun melihat ayahnya yang sejak tadi terdiam. Ia takut kalau ayahnya ikut tidak menerima anak lelakinya. Sebab, nasib malang anak itu sudah tidak diterima oleh orang tua dari ibunya sendiri. Padahal ia yakin kalau mereka sangat senang, sayangnya suku mereka tidak akan pernah berdamai sehingga keduanya tidak akan pernah bisa bersama dan menyalahi takdir. “Apakan itu anakmu yang dikandung wanita itu?” tanya Ayah Gu pelan. “Iya, Ayah. Kami sudah menikah,” jawab Sheng Jun yang sedikit takut, tetapi ia tidak ingin terlihat lemah. Karena ada nyawa yang harus ia lindungi, kalau bukan dirinya siapa lagi? “Kapan kalian menikah?” tanya Ayah Gu mulai menatap wajah anaknya. “Setahun yang lalu, Ayah. Sampai Renisia melahirkan anakku,” jawab Sheng Jun menunduk menghindari tatapan ayahnya. Ia tidak tahu kalau lelaki itu akan senang atau marah mendengarkan kabar seperti ini. “Lalu, dimana dia sekarang?” tanya Ayah Gu mengernyitkan keningnya bingung. Sejenak Sheng Jun tidak berani menjawab pertanyaan ayahnya. Ia takut kalau ayahnya akan marah mengetahui kalau wanita yang menjadi ibu dari anaknya itu telah meninggalkan dirinya. Tentu saja bukan alasan tidak cinta, melainkan sebuah takdir yang memang tidak seharusnya mereka bersama hanya dengan sebuah ikatan cinta dan pernikahan. Sedangkah Ayah Gu yang melihat anaknya terdiam pun mulai memahami situasi. Tidak akan mungkin kalau Sheng Jun pulang bersama anaknya, tetapi tidak dengan istrinya. Pasti ada sesuatu hal yang terjadi saat mereka bersama. “Apa yang terjadi, Sheng Jun?” tanya Ayah Gu lagi, kali ini raut wajahnya menjadi penasaran. “Renisia kembali ke Alam Neox, Ayah,” jawab Sheng Jun setengah berbisik. Namun, raut keterkejutan tidak menghiasi Ayah Gu. Lelaki paruh baya itu menghela napas pelan sembari mengusap janggutnya yang sudah memutih. Ia tahu kalau lambat laun akan terjadi seperti ini. Mengingat permusuhan mereka masih mengalir kental. Akan tetapi, ia tidak habis pikir kalau permusuhan ini sampai ke anak-cucu. “Siapa nama anakmu?” tanya Ayah Gu membuat Sheng Jun langsung mendongak tidak percaya. “Ayah tidak marah kepadaku? Padahal aku sudah membohongimu masalah Renisia,” ucap Sheng Jun yang mulai berani menatap ayahnya. “Tentu saja aku marah, tapi ini bukan salahmu. Memang tidak seharusnya kau bertemu dengan wanita itu. Karena permusuhan antara Klan Iblis dan Klan Manusia tidak akan pernah bisa mereda,” balas Ayah Gu bijak. Sheng Jun mengerti maksud ayahnya. Ia memang tidak seharusnya bertemu dengan wanita itu. Akan tetapi, semua itu berawal dari ketidaksengajaan dirinya yang bertugas menjadi prajurit dalam peperangan besar dua tahun yang lalu. Namun, di dalam perang itu, ia menemui seorang Dewi cantik yang terluka parah. Parahnya, wanita itu tertinggal dari Klannya sendiri. Kalau saja saat itu ia membiarkannya di padang lapang, mungkin tidak akan terjadi seperti ini. Sebab, yang dikorbankan bukan hanya perasaannya saja, melainkan anaknya pun ikut terseret tidak mempunyai ibu. “Maafkan aku, Ayah. Seharusnya aku menuruti perkataanmu hari itu,” sesal Sheng Jun menundukkan kepalanya lagi. Ia benar-benar merasa bersalah telah menyeret kedua orang tuanya dalam kerepotan. “Sudahlah. Kau tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Karena ini memang bukan murni kesalahamu,” balas Ayah Gu tersenyum tipis, lalu kembali berkata, “Oh ya, siapa nama cucuku?” Sheng Jun yang sampai sekarang belum menamai anaknya itu pun meringis pelan sembari menggaruk kepalanya tidak gatal. Ia sendiri bingung harus menamakan anaknya apa, sebab selama mengandung Renisia tidak pernah menyinggung masalah jenis kelamin. Wanita itu hanya ingin melahirkannya dengan sehat, dan tidak kekurangan suatu apapun. “Aku belum memberinya nama, Ayah,” ucap Sheng Jun setengah berbisik. Ayah Gu yang sedang mengipasi dirinya dengan kipas lipat itu pun langsung terhenti, lalu menatap anaknya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Lelaki paruh baya itu terlihat terkejut sekaligus datar. Entahlah, Sheng Jun tidak bisa menggambarkan ekspresi ayahnya sendiri. Namun, beberapa saat kemudian sebuah kipas lipat itu melayang dan mendarat sempurna di pundak Sheng Jun. Hingga lelaki itu berteriak kesakitan melihat ayahnya yang begitu keras memukulkan benda tersebut di pundak miliknya. “Ayah, sakit! Ayah sudah! Sakit!” pekik Sheng Jun berusaha menghindari dari pukulan maut sang ayah. “Dasar anak bodoh! Sudah tidak pernah pulang, sekarang anak sendiri pun tidak diberi nama. Memalukan Keluarga Gu saja,” protes Ayah Gu tetap melayangkan pukulannya dengan kesal. Teriakan keras itu pun terdengar dari luar ruangan, membuat Wang Jia’er yang terlihat asyik bermain dengan anak lelaki Sheng Jun pun menghentikan kegiatannya, lalu menoleh ke arah wanita paruh baya yang terlihat awet muda itu. “Bibi Gu, Sheng Jun tidak apa-apa, bukan?” tanya Wang Jia’er meringis pelan. Ibu Gu itu pun menggeleng pelan. “Jia’er, tolong jaga anak ini dulu, ya. Bibi ingin ke dalam melihat keadaan di sana.” “Iya, Bibi. Aku akan dengan senang hati menjaga bayi setampan ini,” ucap Wang Jia’er tersenyum senang, lalu menjawil hidung mungil milik bayi laki-laki yang ada di keranjang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD