12 - Nicholas Kim

602 Words
“You must let what happens happen. Everything must be equal in your eyes, good and evil, beautiful and ugly, foolish and wise.” – Michael Ende, The Neverending Story  *** Dia tak pernah terlihat. Selalu tertutup dalam bayangan. Memerintah dibalik sofa empuknya. Menikmati dari balik layar. Menunggu, terus menunggu. Dia sangat sabar menghadapi segala reaksi yang ditimbulkan. Terutama, oleh eksperimennya. Pengamatannya tak terbatas. Dia sendiri tak perlu berpindah tempat. Walaupun terus duduk di sofa, ia melihat segalanya. Ia mengawasi semua. “Kumohon, jangan lakukan padanya, ia masih sangat kecil! Ia hanya anak-anak! Benar aku minta bayaran atas anak itu, tapi jangan lakukan hal buruk padanya!” Seorang wanita muncul dan berteriak dari ruangan serba putih itu. Tangannya mencakar-cakar siapa saja yang menghalangi langkahnya untuk protes pada pria dibalik bayangan. Gangguan kecil muncul, namun dirinya tetap tenang tanpa terusik. Dengan jentikan jari, bawahannya mengerti hal yang harus dilakukan. “Siap, Tuan.” Sosok berbaju hitam langsung membereskan pengganggu kecil tadi. Dalam hitungan detik saja, ruangan sang pria itu kembali ditelan hening. “Bagaimana dengan anak-anakku di luar sana?” tanya pria itu. “Mereka semakin berkembang, Tuan. Jumlahnya sesuai yang Anda perkirakan.” Pria itu menatap ke luar jendela. Ia menyibak gorden dan memandangi langit kemerahan di luar. Pandangannya kosong. Akan tetapi, pikirannya meluap-luap. “Bagus. Haruskah aku menemui mereka?” *** “Excuse me, Kim.” Emily melesat ke tempat duduk Kim begitu bel berbunyi, sebelum Kim keluar menuju kantin. “Ah, ya?” jawab Kim seramah mungkin dan menoleh ke sumber suara di balik punggungnya. “Can you follow me for a sec? I need to tell something,” tanya Emily dengan wajah serius. Kesan yang menakutkan bagi Kim. Dalam hati Kim membatin. [Ada apa ini? Aku takkan terlibat masalah bukan?] Sadar akan raut wajahnya yang kaku, Emily mencoba santai. “Well, that's not pretty serious I thought. Just follow me, okay?” Emily mencoba meyakinkan Kim bahwa dirinya bukan merupakan sesuatu yang mengancam. Kim curiga, “For what kind of talk? I must know it.” Emily bersikeras untuk tetap tersenyum. [Dia sungguh berhati-hati]. “Begini, ada orang yang ingin kenal kamu. There’s someone who wants to know you.” Kim melihat kejujuran dari sorot mata Emily. Pandangan gadis itu berbeda dari teman-temannya di Korea. Sekarang ia yakin bahwa Emily takkan berbuat hal mencurigakan. Terlebih lagi, gadis ini terlihat tak asing, sesuatu dalam dirinya membuatku yakin, pikir Kim. “Okay.” *** “Your name is Emily, right? Then, where is your friend?” tanya Kim setelah sekian menit menunggu di halaman belakang sekolah. Emily mondar-mandir harus bilang apa pada murid itu mengenai instingnya pada sesuatu dalam diri Kim. “Ah, sial.” “Hmm?” gumam Kim penasaran. Emily baru sadar ia mengucapkan pikirannya tadi. “Ah, umm it's nothing.” Kim bertanya sekali lagi, “Where is your friend?” Emily melihat ke kanan dan ke kiri. [Seharusnya Gilbert di sini]. Dan benar, baru saja ia ingin mencari Gilbert, terlihat bocah laki-laki itu tengah bermain basket di lapangan. Padahal teman-temannya sudah berbalik kembali ke kelas karena kelelahan. “Gilbert!!” Emily berlari sambil melambaikan tangan ke arah Gilbert. [Ah, itu temannya], pikir Kim. Dari sudut pandang Kim, Gilbert menoleh ke arahnya setelah Emily membisikkan sesuatu. Sesekali tertawa geli dan Emily memukul bahunya. Mereka pun berjalan ke arah Kim. “Namaku Gilbert,” ucap Gilbert sambil mengulurkan tangan ke arah Kim. Kim memperhatikan kedua mata hijau Gilbert, lalu beralih ke rambut hitam kecoklatan milik Gilbert. [Mata itu, bukan mata orang Asia Tenggara. Apa dia campuran sepertiku? Ngomong-ngomong, Emily juga berwajah kebarat-baratan.] Sejenak Kim ragu, namun ia juga mengulurkan tangan, hendak menjabat tangan. Namun, sesuatu yang aneh terjadi. “Woah! Kenapa ini?!” pekik gilbert histeris. Mendadak tubuh Gilbert mengambang. Emily terkejut. Sama halnya dengan Kim. Kim sendiri gelagapan, tidak tahu apa yang terjadi. Namun, begitu tangan Kim yang tadi diulurkan telah turun ke bawah, Gilbert langsung jatuh tersungkur ke tanah. “Akhh!” Detik berikutnya kedua orang itu menatap tajam ke arah Kim. Dengan wajah polos, Kim bertanya. “Em, what's wrong?” Emily menyeringai. “We find you.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD