Mengenal RayaLisa Arasy

1727 Words
"Ray, Temen kakak kirim salah buat kamu, Katanya kalau udah gede jangan kemana-mana." Suara kak Athalla yang memekik keseluruh rumah, Ia adalah kakak laki-lakiku satu-satunya yang sangat aku sayangi. Dan akupun hanya memicikan mataku malas sebagai jawabannya. Ibuku orang betawi. Sedang ayahku orang Minang, aku sama sekali tak memiliki keturunan orang luar negeri. tetapi saat ibu mengandungku. Ibu suka sekali menonton drama telenovela. Hampir semua telenovela ditontonnya. ditambah tetangga kami yang keturunan Korea asli. Membuat Ibu yang ngidam minta dielus perutnya. Kata ibu kalau sering-sering lihat orang cantik atau tampan akan menular ke anak. Apa itu benar ? Kalau begitu apa kabar dengan GEN bawaan ? Entah, tapi setidaknya seperti itu yang ibuku percaya. Dan sialnya semua terwujud, aku lahir dengan wajah bak bidadari. Kulit putih mulus bagai orang Jepang, rambut sedikit pirang bagai orang Meksiko, hidung mancung, bibir merah, bulu mata lentik, alis mata beraturan, pipi rona kemerahan, dan hanya mataku yang menunjukan aku orang Indonesia karena mataku berwarna hitam pekat yang cerah. Sejak kecil semua orang mengagungkan paras cantikku. Bahkan mereka menyebutku boneka hidup. Banyak sekali teman seusiaku berusaha mendekatiku. Mereka akan marah satu sama lainnya jika tak berhasil memperebutkanku. Padahal aku sendiri merasa sangat aneh. Kalau kita bisa main sama-sama kenapa aku mesti memilih?. "Raya, Ray. Aduh kemana sih itu anak ?" seperti itulah Ibu. Jika aku telat pulang selalu saja dicari, berbeda dengan kakakku, Athalla. Ia bahkan bebas tak pulang sekalipun. "Bu, kok cuma selalu Raya yang dicari ?" Kesal Athalla. "Kamukan cowok, Nah kalau adik kamu itukan cewek cantik pula. Ibu takut kenapa-napa?" "Iiih, ibu lupa. Raya tuh jagoan, sekali pukul pada ngacir. Gak akan ada yang berani sama dia" "Tetep ajah Thalla. Nanti kalau Ibu gak ada kamu harus jaga adik kamu itu, sekuat apapun ia, ia tetap wanita nak. harus ada yang menjaganya." "Iyah Bu, Thalla akan jaga Raya sebisa Thalla". Dan tanpa terasa itu adalah kata-kata terakhir dari ibu, seminggu setelahnya Ibu menghembuskan nafas terakhir. Meninggalakan kami selamanya, Meninggalkan aku yang masih haus kasih sayang ibu, diusiaku yang 7 tahun. aku hanya dirawat oleh ayah dan kakakku satu-satunya Athalla. Membuat aku tumbuh lebih beringas dari gadis seusiaku, sejak kecil aku jago panjat tembok dan suka sekali mainan bola seperti anak laki, Aku juga sangat suka dengan ilmu bela diri. Ayah memang memutuskan untuk tak menikah lagi dan membebaskan aku untuk berkutat dengan kesenanganku, tapi itu tak membuatku lupa aku juga tetap belajar memasak layaknya anak perempuan. aku juga selalu mencoba berbaur bermain bersama anak perempuan tapi selalu saja berakhir dengan membosankan. Bagiku mereka aneh bin ribet. Selalu ajah mempermasalahkan hal yang gak penting. Dari mulai takut baju kotor, takut kena air hujan dll. Aku ingat saat usiaku 9 tahun aku dilibatkan dalam pilihan yang konyol. "Ray.. Raya sekarang main lompat talinya sama aku yah!" aAak teman kecil ku Ayu. Ia sudah cukup lama berteman denganku, mungkin saat pertama aku masuk SD. "Ayu, kamu jangan kuasain Raya dong. akukan juga mau main sama dia " Sahut temanku satunya lagi Zakiyah. Ia murid pindahan baru dan belum memiliki teman, karena itu aku ajak ke sepermainanku. Tapi kalau ujungnya aku diminta memilih aku sungguh tak bisa. Satu sisi aku tak akan meninggalkan teman lamaku dan sisi lain aku tak ingin menyakiti teman baruku. Jika sudah seperti ini aku akan mengalah dan tak akan lagi bermain dengan mereka. Selalu saja hal seperti itu terjadi dalam hidupku. Setidaknya sampai aku masuk SMP dan aku sama sekali tak punya teman selain anak laki-laki, Karena itu aku sedikit memahami keinginan anak laki-laki dan tak ku sangka jika pemahamanku berguna suatu saat nanti. Sama halnya saat aku SMP, masa remaja diawal. Masa puber, semua teman-teman perempuan tiap istirahat sibuk berdandan. Tentu saja aku tak perlu melakukan hal itu karena wajahku tanpa polesanpun sudah 100 kali lipat lebih cantik dari wajah mereka. Lagipula aku tak suka membuang waktuku untuk hal aneh semacam itu, katakanlah aku memang telat pubernya. bukan cuma anak perempuan begitu juga anak laki-laki yang sibuk berdandan. Jika saat SD aku leluasa berteman dengan mereka tapi tidak saat SMP, Dengan konyolnya mereka menulis namaku dan menambahkan lambang hati di buku. Mulai menjodoh-jodohkan aku ke satu sama lainnya. Sejak itu juga aku tak memiliki kawan perempuan, Mereka takut untuk berteman denganku. Dan aku juga terlalu malas menempel ke sembarang orang. Akhirnya akupun menjalankan satu tahun masa SMP dalam kesendirian. saat naik kelas 2 SMP. "Eh lihat tuh yang rambutnya dikuncir cantik banget gak sih ?" Bisik salah satu teman baruku. "Eh.. iyah cantik banget kita tanya yuk pakai make up apa bisa secantik itu " Sahut satunya lagi. 'Duh kejadian lagi nih.. pasti deh ujung-ujungnya aku gagal punya teman lagi. Ahkk... ' Kesalku frustasi dalam hati. "Hai.. boleh duduk disini gak ?" Tanya temanku yang tadi berbisik. "Boleh" aku tak mau terlihat memberi harapan. Aku bahkan tak melihat ia yang duduk didepanku, bukan tak mengerti hal itu tak sopan. Tapi sebentar lagi pasti mereka membanding-bandingkan wajahku dengan orang lain. "Aku Rika dan ini teman aku Rahma, kamu siapa ?" Lanjutnya berkenalan. Dan aku masih berusaha menutupi wajahku. Jika kesekolah boleh menggunakan topeng mungkin lebih baik aku gunakan. "Kamu gak seneng yah kita ganggu ?" Tanya temanku satunya lagi. "Ahk.. siapa namanya Rahma, ia Rahma. "Hehehe.. ya gaklah.. mau duduk, duduk ajah. Gak ada yang larang" Sahutku seasik mungkin berharap kemarahan mereka mencair tapi justru tak nampak seperti itu. Mereka berdua berdiri dan pergi sesekali aku mendengar cibiran mereka. "Iih.. sok cantik banget sih sombong". "Tau deh.. paling cantik karena make up. lihat ajah kalau make up ya dihapus." Yah baiklah, mungkin duniaku memang sebatas itu. Beauty shamming. Aku bertahan dalam kejamnya persaingan masa remaja, dimana banyak pria yang mengaku suka denganku. Katakan ini ketertarikan pertamaku pada lawan jenis, ia Bagas laki-laki pertama yang membuat aku salah tingkah menatapnya. Bagas anak yang pendiam dan tak suka mengganguku seperti kebanyakan anak lainnya. Ia terlihat tampan saat fokus dengan pelajaran, apalagi tak ku sangka jika ia mempunyai suara yang begitu merdu. Sesekali ia bernyanyi saat jam istarahat tiba, membuat aku semakin menggilainya. Aku selalu mencoba untuk dekat sampai pada seorang anak perempuan dari kelas sebelah menemuinya. Mereka berjalan bergandengan tangan. Sesekali ku dengar ledekkan dari teman yang lain. "Cie.. udah jadian nih" Fwiiuutttt... bunyi siualan yang lainnya. 'apa jadian? Jadi Bagas sudah punya pacar.' sesaat kakiku melemas, aku merasa begitu jatuh. Dan aku memutuskan untuk tak lagi tertarik dengan lawan jenis. Perasaan sakit melihat mereka bergandengan tangan selalu membekas di otakku. Pertama masuk SMA awal masuk SMA aku berdandan secupu mungkin, tak ingin terulang kisahku sebelumnya. hanya satu harapanku punya teman yang asik. yang akan memaafkan semua tingkah konyolku, yang tak akan bertanya merk bedakku. jika ada aku akan menghabiskan waktu bersama membicarakan jurus taekwondo terbaru, atau ilmu bela diri yang paling menarik. Ahk.. pasti senang sekali. tapi rencanaku tak berjalan mulus.penyamaranku terbongkar saat acara jurig malam yang diadakan untuk anak baru. seorang kakak kelas memaksaku melepaskan kacamata 10 cm yang sengaja aku pakai. Juga memaksaku melepaskan kawat gigi mainan. "Heh.. lo mau gaya pake kawat gigi segala" seringainya kepadaku. Ia Andrew kakak kelas yang juga ketua PMR. Kata-katanya adalah keramat. semua anak harus menurut dengan perintahnya termasuk aku."Buka gak. Gue tau itu cuma aksesoris" bentaknya tepat diwajahku. dengan kesal aku membuka "penyamaranku" bukan karena aku tak terima dibentak tapi aku takut kejadian selanjutnya. baru saja aku membuka kawat gigi dan kacamata tebalku. Para pria sudah menatap bagai singa kelaparan. tapi ingat ini bukan salahku. jadi sekalian saja, aku membuka rambut palsu yang sialnya jelek banget itu. membuat kulit kepalaku terus-terusan gatal. setelah terbuka terlihatlah rambut indahku. Baru saja aku berniat mengoda kak Andrew dengan mememilin ujung rambutku dan menampilkan senyum sejuta watt. cowok itu sudah pingsan. Matanya membola mulutnya menganga lebar. lihat pembalasanku lebih kejam bukan. sejak itu aku tak lagi bisa berpura-pura apalagi tenang akan selalu ada laki-laki yang menggangu makan siangku. membuat aku mual sendiri dan tak nafsu makan. "Raya kemari" panggil kak Andien. Ia wakil Ketua PMR sejak kejadian itu aku tak lagi bertemu kak Andrew yang katanya habis diomeli oleh kak Andien. Kabar burung bilang mereka lagi PDKT dan sialnya karena aku PDKT mereka bubar membuat darah kak Andien bergelora ."Iyah kak" sahutku tanpa merasa bersalah."Iyah.. iyah lo tahu cuma lo yang belum kasih jawaban alasan lo mau jadi ketua PMR selanjutnya. " marahnya yang entah aku tak mengerti ia marah karena betul aku belum memberikan jawaban atau karena masalah lain. "Tapi kakk.. aku gak ngerti kenapa aku harus punya obsesi jadi ketua ? apalagi semua disini sama diharuskan punya obsesi jadi ketua? Bukan ketua hanya 1 orang. Jika semua mau jadi ketua terus anggotanya siapa ?" Jawabku jujur. bagiku konyol seminggu yang lalu kami diminta memberikan alasan ingin menjadi ketua selanjutnya. padahal bermimpipun aku malas. Aku ikut PMR murni ingin membantu orang. ternyata harus dihadapkan dengan birokrasi kepemimpinan. "Hahahaa.. cantik cantik ternyata lo bego yah. dimana-mana orang mau dikenal. dipandang. terdepan itu bukan obsesi begok." sunggutnya dengan wajah yang memerah bak kesetanan, sungguh aku ingin melakban mulutnya. Jika saja aku tak ingat posisiku yang adik kelas. "Oh.. yah tapi maaf kak. aku tak sama seperti orang-orang yang kakak bilang. aku hanya aku berharap hal-hal kecil terjadi dihidupku, dan bukan jabatan yang menjadikan aku orang BESAR. tetapi keinginan dan tekad itu sendiri.". sahutku membela diri. "jangan sok ngajarin gue lo, lo pikir mentang-mentang lo cantik. lo bisa ngatur gue". Huhhh.. kubuang nafas kasar.. apa segitu buruknya cemburu sampai tak bisa melihat dan menealah kata-kataku. bahkan sejak tadi aku tak pernah membanggakan wajahku. baiklah,, aku mengalah karena tak mau membuat keributan. “Maafkan aku kak, aku akan membuat pengajuan proposal menjadi calon ketua hari ini” belaku mencoba mengurai ketegangan diantara kami. dengan asal aku membuat visi-misiku apabila menjadi ketua selanjutnya organisasi PMR. Aku sangat berharap semua orang yang membaca akan jijik dengan ide yang aku buat dan melupakan niatan mereka membuat aku jadi ketua selanjutnya. ‘ VISI ku : memberikan P3K secara cuma-cuma keseluruh warga sekitar Misiku : Memberikan pelatihan juga kepada anggota lainnya tentang pertolongan pertama. Bukankan sudah terdengar mustahil dan pastinya banyak yang tak akan setuju, jangankan mereka. Aku saja pusing membayangkannya. Tetapi takdir mengatakan hal lain. 80 % memilihku entah ini suatu kesengajaan atau campur tangan tuhan. yang pasti aku sekarang berdiri menjadi pengganti kak Andrew selanjutnya, dan untuk itu aku harus bisa bekerja sama dengan ketua dan wakil sebelumnya. Mati aku ! pekikku sendiri saat melihat namaku satu-satunya yang menjadi pemenang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD