Ghost 5

1014 Words
Sudah satu jam Kai menunggui Dayu yang sedang berkutat dengan tugas kuliahnya. Beberapa jam setelah perdebatan mereka, Dayu bersikeras akan membantu Kai jika dia sudah menyelesaikan tugas. Dengan patuh Kai menuruti kemauan Dayu, dan diam tanpa bergerak sedikit pun dari tempatnya. Entah apa yang dia pandangi dan entah apa pula yang ada di pikirannya, tidak ada yang tahu. "Huft, akhirnya ... beres juga nih!" seru Dayu lega. Dayu menggeliat, meregangkan otot-ototnya yang kaku. Sesekali diliriknya sosok yang berada tak jauh darinya, merasa takjub karena posisi Kai yang tak berubah sedikit pun dari yang dilihatnya sejam yang lalu. Begitu pun wajah Kai yang tak luput dari pengamatan Dayu. Wajah pucat itu terlihat penuh pengharapan, juga luka yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. "Ikut aku!" Ajak Dayu pada sosok itu saat pandangan mereka bertemu. Malam beranjak semakin sepi karena orang-orang sudah pergi tidur, walau waktu belum beranjak menuju hari yang baru. Dayu keluar menuju balkon kamarnya yang diterangi cahaya lampu temaram. Semilir angin malam menyambutnya, dengan hembusan ringan. Terasa menyegarkan setelah menghabiskan waktu lama di kamar tanpa AC tanpa perubahan posisi. "Ayo bicara." Ucap Dayu. Kai menatap Dayu dengan air muka bahagia. Setidaknya dia harus memasang wajah senang agar Dayu nyaman berbicara dengannya. Bukannya Kai tidak tahu apa yang dirasakan Dayu saat berhadapan dengannya, tapi dia menunggu waktu yang tepat untuk membuktikan bahwa dia bukanlah sosok iseng yang hanya ingin mengganggunya. Seperti kebanyakan makhluk sejenisnya. Dayu diam, menunggu Kai berbicara. "Aku bingung harus mulai dari mana ... " ucap Kai, menatap Dayu dengan raut kebingungan. Dayu menatapnya heran, kemudian terkekeh sendiri. "Bukannya dari kemarin kamu begitu ingin bercerita tentang masalahmu?" seloroh Dayu. "Ya. Tapi karena kamu selalu mengulur waktu, sekarang aku jadi lupa harus mulai bercerita dari mana." Jelas Kai, mengambil tempat duduk di samping Dayu. Perlahan Dayu beringsut menjauh, hingga bahunya menempel pada pagar balkon. Kai yang menyadari hal itu menggeserkan dirinya kembali memberi jarak yang cukup untuk Dayu. "Jadi, kamu ingat apa yang terjadi pada saat kamu meninggal?" tanya Dayu, membuka obrolan. Berharap pancingannya memberikan Kai jalan untuk bercerita apa yang ingin diceritakannya. Kai menganggukkan kepalanya. "Apa yang terjadi waktu itu?" tanya Dayu, ingin tahu. Kai tak menjawab pertanyaan Dayu. Dialihkannya pandangan pada kegelapan malam yang tak tersinari cahaya lampu. Sebenarnya, Kai belum sepenuhnya paham apa yang terjadi padanya malam itu. Dia tidak ingin berspekulasi hingga menimbulkan kecurigaan. Atau bisa jadi dia tidak ingin ketakutannya yang berhubungan dengan gadis yang dicintainya menjadi kenyataan. Dayu tak ingin memaksa Kai untuk bercerita, karena dia yakin jika tidak sekarang, mungkin lain kali Kai pasti akan bercerita padanya. "Lalu sekarang apa yang bisa kulakukan untukmu?" lanjut Dayu saat Kai tak kunjung berbicara. "Tolong bawa aku menemui seseorang." Ucap Kai tegas namun penuh pengharapan. Dayu menatap Kai, mencari apa pun yang tersirat di wajah lawan bicaranya. "Aku ngga bisa." Jawaban yang cepat dan jujur. "Kenapa?" heran Kai. Dayu bisa melihatnya, bukan hal sulit bagi Dayu untuk membawanya kemana pun, begitulah tanggapan Kai mengenai Dayu. "Aku tahu alamat rumahnya, jadi kamu tidak perlu susah-susah mencarinya." Tekan Kai. Dayu menggelengkan kepalanya, melihat Kai dengan wajah serius. "Kalian sudah berbeda dunia. Urusan apapun yang masih tersisa di antara kalian, tidak akan bisa diselesaikan hanya karena kamu ingin menyelesaikannya. Kecuali dia yang masih hidup yang melakukannya." Beritahu Dayu. Dia terkekeh dalam hati mendengar ucapannya yang sudah seperti konsultan profesional. "Untuk itu aku akan memintanya agar melakukan yang seharusnya dia lakukan." Balas Kai, tegas. "Kamu ngga bisa berbicara dengan orang hidup, kecuali dia memiliki kemampuan untuk berbicara dengan orang mati." Jelas Dayu dengan nada sarkas. "Itulah sebabnya aku meminta bantuan kamu!" Balas Kai, dengan emosi tertahan. Untunglah Dayu tidak terpancing untuk membalas amarah Kai. "Aku sebenarnya bukan tipe orang yang selalu ingin tahu urusan orang lain. Tapi wajar kan kalau aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian? Setidaknya aku bisa tahu apa yang harus kulakukan untuk membantu, dan agar aku merasa nyaman melakukannya." Beber Dayu. Dayu menatap Kai dengan penuh rasa ingin tahu. Sekilas dilihatnya wajah Kai yang berubah menjadi sendu. "Aku harus mengambil barang milik ibuku yang disimpan Kelline." Lirih Kai, hampir saja Dayu tak dapat mendengar ucapannya jika dia tidak memasang pendengarannya dengan baik. "Kelline? Siapa dia, pacar kamu?" tebak Dayu. Kai melihat pada Dayu, dan menganggukkan kepalanya. "Barang apa?" "Cincin." "Dan bagaimana cincin itu bisa berada di tangan pacar kamu? Tunggu, apa cincin itu semacam cincin tunangan atau ... hanya cincin biasa?" "Cincin itu warisan keluarga yang turun temurun diberikan pada menantu wanita di keluargaku. Beberapa bulan sebelum kejadian yang merenggut nyawaku, aku memberikan cincin itu pada Kelline tanpa sepengetahuan ibuku. Kupikir tidak ada salahnya, toh tidak lama lagi Kelline akan menjadi milikku. Namun ternyata Kelline telah mengkhianati kepercayaanku, dan di saat aku menyadari hal itu lalu berusaha mengambil kembali cincinnya, Kelline selalu mengelak dan tidak mau mengembalikannya." "Apa alasannya?" Kai mengedikkan bahunya. "Dia bilang cincin itu bukan milik ibuku entahlah .... waktu itu aku tidak terlalu menghiraukan ucapannya." "Tunggu, terlepas dari siapa pemilik cincin itu, lalu kenapa kamu ingin mengambilnya kembali?" "Masalahnya dari awal dia tidak pernah mencintaiku." Dayu termangu mendengar ucapan Kai. Lagi-lagi toxic relationship, seperti hubungannya dulu dengan Andreas. "Tahu darimana?" tanya Dayu lugas. "Aku bisa merasakannya." Jawab Kai singkat. Dulu dia terlalu buta untuk menyadari bahwa Kelline hanya memanfaatkan dirinya. Rasa cinta yang besar pada Kelline membuatnya mengabaikan hal-hal yang dari awal sudah mencurigakan. "Bagaimana dengan kamu?" tanya Dayu. "Hah?" "Apa kamu masih mencintai dia?" Kai tak langsung menjawabnya, dibiarkannya jeda cukup lama, sebelum dia berkata, " Dulu aku sangat mencintainya melebihi rasa cintaku pada diri sendiri." Dayu tertunduk, ucapan Kai sangat mengena di hatinya. Apa yang Kai rasakan persis seperti yang dirasakannya dulu pada Andreas. Hubungan tidak sehat akibat cinta sebelah pihak. Dan Dayu merasa lega sudah terlepas dari cinta yang menyesatkan itu. Melihat Kai seolah melihat dirinya yang dulu, selalu berusaha memberi yang terbaik pada pasangan dan berharap mereka bahagia dengan pemberian kita. Namun saat mereka menuntut lebih, dan tidak ada yang bisa diberikan selain cinta yang tulus, mereka meninggalkan kita dan mencari cinta yang baru selagi masih terikat dengan kita. Berharap bisa kembali pada kita jika pencarian mereka tidak berjalan baik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD