23 - Keluarga Dean.

1551 Words
Sekarang, Devina sudah jauh lebih tenang. Devina sudah tidak lagi menangis sesegukan. Saat melihat Devina tidak lagi menangis sesegukan, Dean merasa jauh lebih tenang. Devina menatap keluar mobil ketika sadar jika mobil baru saja berhenti, itu artinya mereka sudah sampai di tempat yang Dean tuju. "Om, ini rumah siapa?" tanyanya sambil menatap sebuah rumah yang ada di hadapannya. Rumah tersebut tidak sebesar mansion kedua orang tuanya, tapi terlihat sekali sangat nyaman. Suasananya sangat asri, dan Devina suka itu. "Nanti kamu juga akan tahu. Sekarang, ayo kita turun." Dean terlebih dahulu keluar dari mobil, sementara Devina tidak langsung keluar dari mobil. Saat ini Devina sedang merapikan penampilannya yang teramat sangat berantakan. Setelah yakin jika penampilannya tidak lagi berantakan, barulah Devina keluar dari dalam mobil. Devina lantas menghampiri Dean yang sejak tadi sudah menunggunya di dekat mobil. "Ayo." Dean melangkah terlebih dahulu, dan Devina memutuskan untuk berdiri di belakang Dean. Dean baru saja akan membuka pintu rumah, tapi pintu di hadapannya sudah terlebih dahulu terbuka. Sofialah yang membuka pintu, dan Sofia adalah orang tua Dean. "Dean," ucap Sofia sambil tersenyum lebar. Sofia tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya ketika melihat kedatangan sang putra. "Mom," balas Dean yang saat ini tersenyum sama lebarnya dengan Sofia. Bukan hanya Sofia yang tampak bahagia, karena Dean juga merasakan hal yang sama dengan Sofia. Dean bahagia karena akhirnya ia bisa pulang ke rumah, dan malam ini akan menginap di rumah orang tuanya. Dean bergeser supaya Sofia bisa melihat Devina yang sejak tadi berdiri di belakangnya. "Hai, Sayang," sapa ramah Sofia pada Devina. "Hai, Tante." Devina membalas sapaan Sofia dengan gugup. "Ini Devina, Mom. Dia anaknya Tuan Brian." Dean sudah terlebih dahulu mengenalkan siapa wanita yang ia bawa, sebelum Sofia mengajukan pertanyaan tentang siapa sebenarnya Devina. "Oh, ini toh yang namanya Devina, putri Tuan Brian," ucap Sofia sambil tersenyum lebar. "Ayo masuk, Sayang." Sofia mendekati Devina, lalu menuntun Devina memasuki rumah. Dean berjalan tepat di belakang Sofia dan Devina yang saat ini mulai asyik mengobrol. Dean tahu, kalau Sofia pasti sadar dengan kondisi Devina yang saat ini bisa dikatakan sedang tidak baik-baik saja, karena itulah, Sofia mencoba untuk menghibur Devina. Dean juga sadar jika pada awalnya Devina terlihat sekali sangat tegang sekaligus juga gugup, tapi semakin lama, Devina terlihat semakin santai, dan tidak lagi gugup. Sofia, Dean, dan Devina baru saja memasuki ruang keluarga ketika ketiganya mendengar suara teriakan dari Emily, adik Dean. "Kak Dean!" Teriakan tersebut mengejutkan Dean, dan bukan hanya Dean yang terkejut, tapi Devina juga ikut terkejut, tidak dengan Sofia yang memang sudah menduga kejadian tersebut. Sofia tahu, Emily pasti akan berteriak begitu tahu jika Deanlah yang datang. Dean dan Devina menoleh pada Emily yang saat ini sedang berlari menuruni setiap anak tangga dengan langkah yang sangat tergesa-gesa. "Emily, jangan berlari! Jalan bisa saja." Saat melihat Emily berlari, Sofia seketika merasa khawatir, takut jika putrinya tersebut akan terjatuh. Namun sayangnya, Emily mengabaikan larangan yang Sofia berikan. Emily terus berlari, mendekati Dean. Emily memeluk Dean. Kuatnya dorongan yang Emily berikan hampir saja membuat Dean jatuh terjungkal, tapi untungnya, Dean memiliki pertahanan yang bagus, jadi Dean bisa menahannya. Dean mendengus, dan Emily tertawa. Sementara Sofia hanya bisa menggeleng, dan Devina yang hanya bisa diam, terlalu terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat. "Lepasin!" Dean mencoba untuk melepaskan kedua tangan Emily yang saat ini memeluk erat tubuhnya. Emily menggeleng, menolak untuk melepaskan Dean dari pelukannya. Emily malah semakin mengeratkan pelukannya. Emily sudah lama tidak bertemu dengan Dean, karena setiap Dean datang berkunjung ke rumah, posisi Emily sedang berada di luar rumah atau di luar kota karena masalah pekerjaan. "Devina, ayo duduk." Sofia menuntun Devina untuk duduk di sofa. Saat mendengar kalimat tersebut, Emily seketika sadar kalau Dean tidak datang sendiri, tapi bersama dengan orang lain yang bernama Devina. Sejak tadi, Emily hanya fokus pada Dean, jadi tidak melihat Devina yang padahal berdiri tepat di samping kanan Dean. Emily melepas pelukannya dari Dean, lalu berbalik menghadap Devina. Emily menatap lekat Devina yang sudah duduk di sofa bersama dengan Sofia. Tatapan intens yang Emily berikan membuat Devina tidak nyaman. Devina menundukkan wajahnya. Dean tahu kalau Devina merasa tidak nyaman. Dean menyentil kuat kening Emily. Emily meringis, dan langsung memegang keningnya yang saat ini kesakitan. Emily menatap tajam Dean. "Sakit, Kak!" teriaknya sambil terus mengusap keningnya. "Jangan menatapnya terlalu intens, Emily! Kamu membuat Devina merasa tidak nyaman!" Peringat tegas Dean. Dean menatap tajam Emily, dan tatapan tajam Dean membuat Emily ketakutan. "Maaf, Kak." Emily meringis, seketika merasa bersalah karena sudah membuat Devina merasa tidak nyaman, padahal ini adalah kali pertama mereka bertemu, tapi ia sudah membuat kesan yang tidak baik. "Jangan meminta maaf sama Kakak, tapi sama Devina." Dean menunjuk Devina menggunakan dagunya. "Ok." Emily menyahut cepat. Emily lalu duduk di samping kanan Devina, jadi posisi Devina saat ini adalah, duduk di antara Sofia dan Emily. "Bagaimana kalau kita kenalan dulu?" Bukannya meminta maaf, Emily malah mengajak Devina berkenalan. Dean mendengus, sementara Sofia malah menggeleng, lain halnya dengan Devina yang malah mengangguk, menyetujui ucapan Emily. "Kenalin, nama aku Emily." Emily mengulurkan tangan kanannya. Devina membalas uluran tangan Emily. "Nama aku, Devina." "Jadi, kamu siapanya Kak Dean? Apa kamu kekasihnya?" tanya Emily penuh semangat. Dean yang baru saja meminum air sontak tersedak. Pertanyaan yang baru saja Emily ucapkan bukan hanya mengejutkan Dean, karena Devina juga sama terkejutnya dengan Dean, hanya saja, Devina sedang tidak minum, jadi Devina tidak tersedak. Sofia hanya terkekeh, lagi-lagi sama sekali tidak terkejut begitu mendengar pertanyaan dari Emily. "Devina anaknya Tuan Brian, Emily." Sofia akhirnya memberi tahu Emily siapa Devina. Sekarang giliran Emily yang terkejut. Emily tidak menyangka jika Devina adalah anak dari majikan sang Kakak. "Maaf, aku tidak tahu," ucap lirih Emily sambil menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. "Tidak apa-apa," balas kikuk Devina. "Sayang, Tante mau ke dapur dulu ya." Sofia pamit pada Devina. "Iya, Tante. Silakan." Sofia bergegas pergi menuju dapur untuk membuat minum bagi Dean dan Devina. Para pelayan sudah beristirahat, dan Sofia tidak mau menganggu waktu istirahat mereka hanya untuk meminta mereka membuat minuman. Setelah rasa sakit di tenggorokannya reda, Dean bergegas meraih ponselnya yang terus berdering. Dean ingin sekali memarahi Emily, tapi ternyata malah ada orang yang menghubunginya. "Emily, tolong kamu antara Devina ke kamar tamu yang ada di samping kamar Kakak." Dean mau Devina tetap berada di dekatnya, jadi Dean menempatkan Devina di kamar yang berhadapan langsung dengan kamarnya. "Ok, Kak." Emily menyahut penuh semangat. Dean pergi meninggalkan Devina bersama dengan Emily. "Ayo, aku antar ke kamar kamu." Emily berdiri, begitu juga dengan Devina. Keduanya lalu pergi menuju kamar tamu yang ada di dekat kamar Dean. Setelah melihat Emily dan Devina pergi menjauh, barulah Dean mengangkat panggilan Brian. "Halo, Tuan." Dean terlebih dahulu menyapa Brian ketika panggilan mereka sudah terhubung. "Bagaimana kondisi Devina, Dean?" Brian tahu jika saat ini, Devina sedang tidak baik-baik saja. Bagaimana mungkin Devina baik-baik saja setelah tahu semua keburukan Benedick. Dean lalu menjelaskan semuanya, secara mendetail, mulai dari ketika ia membawa Devina pergi ke apartemen Benedick, sampai akhirnya membawa Devina pergi membuntuti Benedick ke klub malam. "Devina menolak untuk pulang ke mansion, jadi saya membawanya ke rumah orang tua saya, Tuan." Dean memejamkan matanya, bersiap menerima amukan dari Brian. "Ya sudah, tidak apa-apa." Ucapan yang Brian berikan di luar dugaan Dean. Awalnya Dean berpikir kalau Brian akan memarahinya karena sudah berani membawa Devina pulang ke rumahnya, tapi ternyata apa yang ia takutkan sama sekali tidak terjadi. "Apa Ibu dan adik kamu tidak keberatan dengan kehadiran Devina?" Sebenarnya malah Brian yang merasa tidak enak pada keluarga Dean. Brian takut jika kedatangan Devina malah membuat Sofia dan Emily tak nyaman. "Ibu dan adik saya sama sekali tidak merasa keberatan, Tuan. Mereka berdua menyambut hangat kedatangan Devina." Jawaban Dean seketika membuat perasaan Brian lega, benar-benar lega. "Terima kasih banyak, Dean." "Sama-sama, Tuan." Dean kembali memasuki rumah setelah panggilan teleponnya dengan Brian berakhir. Dean bertemu dengan Sofia dan Emily yang baru saja keluar dari kamar Devina. Dean mengurungkan niatnya untuk melihat Devina, lalu membawa Sofia dan Emily kembali ke ruang keluarga. "Kak, dia benar-benar anaknya Tuan Brian?" Sampai saat ini, Emily masih tidak menyangka jika Devina adalah anak dari Brian. "Iya, memangnya kenapa?" "Dia sangat cantik, Kak." "Tentu saja dia cantik, dia kan seorang wanita." "Ih, maksud Emily bukan itu, Kak!" Emily merenggut, kesal karena saat ini Dean sedang berpura-pura bodoh, tak paham dengan ucapannya. Dean terkekeh, merasa puas karena sudah berhasil membuat sang adik kesal. Tangan kanan Dean terulur, mengusap lembut kepala Emily. "Kakak tahu apa yang kamu maksud, Emily." Ucapan Dean semakin membuat Emily kesal. "Dean, apa Devina baik-baik saja?" Sofia tidak akan bertanya, Devina kenapa? Karena menurut Sofia, ia tidak perlu tahu apa yang sudah terjadi pada Devina. Yang perlu Sofia tahu adalah, apa saat ini Devina baik-baik saja dan tidak akan melakukan hal yang buruk? "Devina baik-baik saja, Mom." Dean tahu apa yang Sofia khawatirkan. "Sepertinya dia baru saja mengalami hal yang buruk, benarkan?" Emily menatap lekat Dean, meminta pendapat Dean tentang ucapannya. "Iya, dia baru saja mengalami kejadian buruk. Jadi jangan mengganggunya atau membuatnya kesal ya." "Ok. Aku tidak akan membuatnya kesal, karena besok, aku akan menghiburnya." Obrolan antara Dean dengan Sofia dan Emily tidak berlangsung lama, hanya sekitar 10 menit. Dean pergi ke kamarnya untuk istirahat, begitu juga dengan Sofia dan Emily. Devina menolak untuk makan malam, jadi Dean juga enggan untuk makan malam. Dean tahu, setelah apa yang terjadi, pasti nafsu makan Devina hilang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD