16 - Nasehat Dean.

2000 Words
Hari ini, Devian dan Devina akan kembali berkuliah. Jika pagi-pagi sebelumnya Devina hanya sarapan sendiri, sebenarnya tidak benar-benar sendiri karena ada pelayan yang menemani, pagi ini, Devina yakin kalau Devian akan sarapan bersama dengannya. Devina menoleh saat mendengar suara langkah kaki mendekat. Tebakan Devina benar, Devianlah yang datang. "Selamat pagi, Kak." Devina menyapa Devian yang baru saja memasuki ruang makan. "Selamat pagi, Devina," balas Devian sambil mengusap penuh kasih sayang kepala sang adik. Devian duduk di samping Devina. Devina memang datang terlebih dahulu, tapi Devianlah yang terlebih dahulu menghabiskan sarapannya. "Kakak berangkat duluan ya." "Ok, hati-hati ya, Kak." Devian dan Devina memang berkuliah di tempat yang sama, tapi keduanya jarang sekali berangkat bersama. Dulu Devian dan Devina selalu berangkat bersama, tapi keduanya sering bertengkar. Devian ingin segera pergi kuliah, sementara Devina jauh lebih santai ketimbang Devian. Itulah alasan kenapa Brian memisahkan keduanya, lalu memberi keduanya mobil supaya bisa pergi masing-masing. Tak lama kemudian, Devina juga menyelesaikan sarapannya. Saat Devina keluar dari ruang makan, Devina bertemu dengan Dean. Dean melihat Devina, tapi Dean tidak mengatakan apapun. Dean berlalu begitu saja dari hadapan Devina. Devina bergegas menyusul Dean yang saat ini berjalan keluar. "Mulai hari ini, aku enggak mau di antar sama Om!" Devina berteriak supaya ucapannya bisa didengar oleh Dean. Dean menghentikan langkahnya, lalu berbalik menghadap Devina sambil melepas kaca mata hitam yang sejak tadi bertengger di hidung mancungnya. Devina ikut menghentikan langkahnya, memilih diam di tempat ketika Dean mendekatinya. "Coba ulangi?" pinta Dean yang saat ini berdiri di hadapan Devina. "Mulai hari ini, aku enggak mau berangkat sama Om." Untuk beberapa hari ke depan, Devina bisa berangkat tanpa Dean, tapi nanti setelah kedua orang tuanya kembali, Devina akan kembali bersama Dean. "Memangnya siapa yang mau mengantar kamu ke kuliah?" Dean menyeringai. Pertanyaan Dean membingungkan Devina. Jika pagi ini Dean tidak akan pergi mengantarnya, lalu ke mana Dean akan pergi? Devina memperhatikan penampilan Dean, saat itulah Devina sadar jika Dean tampil jauh lebih santai dari biasanya. Saat ini Dean mengenakan kaos hitam polos yang dipadukan dengan jaket kulit berwarna senada, begitu juga dengan celana panjang yang menutupi kakinya. Dean memakai pakaian serba hitam, membuat Devina berpikir jika Dean akan pergi menghadiri pemakaman. "Sejak kemarin, Han dan Arion yang akan mengantar kamu ke mana pun kamu pergi, Devina." Dean kembali memakai kaca mata hitamnya, lalu pergi meninggalkan Devina tanpa memberi Devina kesempatan untuk membalas kata-katanya. Dean menghampiri Han dan Arion yang sejak tadi berdiri di dekat mobil milik Devina. Setelah berbincang dengan keduanya, barulah Dean memasuki mobil. Setelah melihat Dean memasuki mobil, barulah Devina memasuki mobilnya. Devina ingin sekali bertanya pada kedua pengawalnya tentang Dean, tapi Devina tidak berani melakukannya. Devina takut jika Han dan Arion memberi tahu Dean, jika dirinya sempat menanyakan tentang Dean. *** Setelah belajar selama berjam-jam lamanya, akhirnya Devina pulang. Hari ini Devina tidak bertemu dengan Benedick, dan Devina sangat mensyukurinya. Devina hanya bertemu dengan Carlos dan juga Krystal. Devina juga bersyukur karena keduanya tidak membahas tentang permasalahannya dengan Benedick. Devina sudah berada di dalam mobil yang Arion kemudikan, sementara Han duduk di samping Arion. "Om." "Iya." Han dan Arion menyahut kompak panggilan dari Devina. Devina tidak menyebut nama Arion atau Han, itulah alasan kenapa keduanya menjawab kompak panggilan dari Devina. Devina terkekeh ketika mendengar kedua pengawalnya menyahut kompak panggilannya. "Ada apa, Devina?" Han akhirnya bertanya. "Sebelum pulang ke mansion, aku mau jalan-jalan dulu. Apa boleh?" Kejadian akhir-akhir ini membuat mood Devina memburuk, jadi Devina butuh jalan-jalan untuk membuat moodnya kembali membaik, dan pikirannya kembali fresh. "Boleh, tapi harus ada izin dari Dean." Raut wajah Devina berubah masam begitu mendengar nama Dean disebut oleh Arion. Dean lagi, Dean lagi. "Apa tidak bisa jika kita pergi tanpa memberi tahu, Om Dean?" "Sayangnya tidak bisa, Devina. Mobil ini di lengkapi alat pelacak yang terhubung langsung ke ponsel milik Dean, itu artinya Dean bisa tahu di mana posisi kita nantinya. Jika kita pergi tanpa meminta izin Dean, pasti Dean akan memarahi kita berdua," jawab Han sambil menunjuk dirinya dan Arion. Arion dan Han tidak mau dimarahin oleh Dean. Terlebih jika nanti terjadi sesuatu yang buruk pada Devina, maka mereka pasti akan mendapatkan hukuman yang kejam dari Dean. "Ya sudah, tapi tolong Om yang menghubungi Om Dean." Devina malas berbicara dengan Dean, jadi Devina meminta Han yang menghubungi pria menyebalkan itu. "Ok." Han bergegas menghubungi Dean. "Ada apa?" "Devina mau jalan-jalan, apa boleh?" Dean memberi tahu Han jika Devina harus meminta izin darinya secara langsung. "Apa katanya? Apa boleh?" tanya Devina begitu melihat Han baru saja selesai berbicara dengan Dean. "Devina, kamu harus meminta izin secara langsung pada Dean." "Apa?" Teriak Devina shock. Teriakan Devina mengejutkan Han dan Arion. "Iya, itulah yang Dean katakan. Kamu harus meminta izinnya sendiri." "Dasar pria menyebalkan," ucap geram Devina. Devina tidak melakukan apapun, hanya diam sambil menatap ke luar jendela. Han dan Arion memperhatikan Devina dari kaca spion, ingin tahu, apa yang selanjutnya akan Devina lakukan? Apa Devina akan menghubungi Dean, atau tidak? Jika Devina tidak menghubungi Dean, itu artinya Devina mengurungkan niatnya untuk pergi jalan-jalan. Arion dan Han sama-sama tersenyum tipis ketika melihat Devina akhirnya meraih ponselnya, pastinya untuk menghubungi Dean. Panggilan Devina dan Dean sudah tersambung, tapi keduanya sama-sama diam. Devina tidak menyapa Dean, atau mengatakan apa keinginannya, lalu Dean sama sekali tidak berniat untuk menyapa Devina. Devina tidak kunjung bersuara, karena itulah Dean mengakhiri panggilan tersebut tanpa mengatakan apapun. Devina tercengang, terkejut dengan apa yang Dean lakukan. Devina tak menyangka jika Dean akan melakukan hal seperti itu padanya. Devina menatap kesal layar ponselnya, tak lupa untuk menggerutu, merutuki sikap menyebalkan Dean. Devina ingin pergi berbelanja, jadi, mau tak mau, Devina kembali menghubungi Dean. Dean mengangkat panggilan Devina, mematahkan pemikiran Devina yang tadinya sempat mengira kalau Dean tidak akan mengangkat panggilannya. "Halo." Devina akhirnya memberanikan diri menyapa Dean terlebih dahulu. "Ada apa, Devina?" Nada bicara Dean jauh lebih lembut dari sebelumnya, membuat perasaan Devina senang. "Aku mau jalan-jalan." Devina akhirnya mengatakan keinginannya. "Bo–" "Ok, terima kasih." Devina menyela ucapan Dean yang belum selesai. Devina tidak perlu mendengar kelanjutannya, karena Devina sudah tahu apa yang akan Dean katakan padanya. "Katanya boleh." Devina memberi tahu Arion dan Han apa jawaban Dean. Jawaban Devina membuat Han dan Arion ragu, tapi tak ayal kedua pria tersebut mengangguk. Devina lantas memberi tahu keduanya tempat mana yang ingin ia kunjungi. Begitu sampai di tempat tujuannya, hal pertama kali yang Devina lakukan adalah makan. Devina memakan banyak sekali makanan, mulai dari makanan ringan sampai makanan berat. Setelah puas mengisi perutnya, barulah Devina pergi berbelanja. Devina membeli banyak sekali barang, mulai dari tas, sepatu, heals, sampai pakaian, kecuali pakaian dalam. Sekarang kedua tangan Han dan Arion bahkan sudah penuh dengan berang belanjaan Devina. Saat ini Devina berada di toko pakaian, begitu juga kedua pengawalnya. Bedanya, jika Devina sedang memilih pakaian, maka Han dan Arion sedang duduk di kursi tunggu sambil terus memperhatikan gerak-gerik Devina. "Han, bukankah ini sangat melelahkan?" keluh Arion dengan nada pelan. Arion tidak mau keluhannya didengar oleh Devina, bisa gawat urusannya jika sampai Devina mendengar ucapannya. Devina mungkin akan mengadukannya langsung pada Brian. "Ini sangat melelahkan, Arion." Han merasakan hal yang sama dengan Arion. Saat ini kedua pria tersebut merasakan kedua kaki mereka sangat pegal, bukan hanya kaki yang terasa pegal, tapi kedua tangan mereka juga merasakan hal yang sama. Arion akan menanggapi ucapan Han, tapi ketika melihat Devina mendekat, Arion memilih diam. "Apa sudah selesai, Devina?" Dalam hati Arion berdoa, semoga saja Devina mengangguk, karena memang itulah jawaban yang sejak 1 jam lalu ia inginkan. "Belum, masih banyak tempat yang akan kita kunjungi." Devina menjawab pertanyaan Arion sambil tersenyum ceria, berbeda dengan kedua pengawalnya yang saat ini tampak pucat pasi. Jawaban Devina terlalu mengejutkan keduanya. "Ayo, kita pergi ke tempat lain." Devina berlalu pergi dari hadapan Arion dan Han. "Han, kenapa dia terlihat sekali sangat bersemangat? Apa dia tidak merasa lelah? Apa kakinya tidak terasa pegal seperti kedua kaki kita?" Arion terus menatap Devina yang saat terlihat sekali sangat bahagia. "Ar, lo bertanya sama orang yang salah. Seharusnya lo bertanya sama Devina, jangan sama gue," keluh Han ketus. "Jadi, gue harus bertanya langsung sama Devina?" Arion menunjuk Devina yang saat ini sedang memilih, toko mana yang selanjutnya akan didatangi. "Jangan bego!" Han sontak menoyor kepala Arion. Devina menoleh, menghela nafas panjang ketika melihat Han dan Arion yang saat ini malah bertengkar. Devina memanggil keduanya, membuat pertengkaran antara kedua pria tersebut berakhir. Han dan Arion menghampiri Devina, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan mereka, menemani sang majikan berbelanja. 3 jam adalah waktu yang Devina habiskan untuk berbelanja. Devina mungkin tidak akan pulang jika Dean tidak memintanya pulang. Saat tahu kalau Han, Arion, dan Devina belum pulang, Dean menghubungi Devina, terkejut ketika tahu kalau Devina masih berbelanja. Saat itu juga, Dean meminta Devina pulang. Begitu mendengar mobil milik Devina memasuki halaman mansion, Dean yang sejak tadi memang sudah menunggu kepulang ketiganya bergegas menghampiri mereka semua, tak lupa untuk memanggil pelayan. "Barang belanjaannya biar dibawa sama pelayan, sebaiknya kalian berdua istrirahat." Dean tahu, Han dan Arion pasti sangat lelah. Han dan Arion tak bisa menyembunyikan rasa senangnya atas perhatian yang baru saja Dean berikan. Keduanya pun pergi menuju kamar masing-masing untuk beristirahat. Dean lalu memberi instruksi pada para pelayan untuk membawakan semua barang belanjaan Devina. "Devina, kita harus bicara." Dean memberi isyarat supaya Devina mengikuti langkahnya. Devina menurut. Devina mengikuti langkah Dean. Sekarang keduanya akhirnya sampai di tempat yang cukup sepi. "Ada apa?" Devina ingin tahu apa yang ingin Dean bicarakan dengannya. "Berapa jam waktu yang kamu habiskan untuk berbelanja?" "Lebih dari 3 jam, mendekati 4 jam." "Bukankah itu terlalu lama?" "Benarkah?" Devina membalas pertanyaan Dean dengan pertanyaan. Dean mengangguk. "Itu terlalu lama, Devina. Kamu memang sudah terbiasa berbelanja, tapi tidak dengan Han dan Arion. Saat ini keduanya pasti sangat kelelahan." "Tapi mereka berdua tidak mengeluh," balas lirih Devina. "Apa menurut kamu mereka berdua akan mengeluh di hadapan kamu?" Devina menggeleng. "Iya, mereka tidak akan berani melakukan itu, Devina." Devina seketika merasa bersalah. "Maaf." Dean melangkah maju mendekati Devina, lalu mengusap lembut kepala Devina. "Jadikan ini sebagai pelajaran, Devina. Lain kali jangan mengulanginya lagi, ok." Sentuhan Dean di kepalanya terlalu mengejutkan Devina, jadi Devina tidak sempat membalas ucapan Dean yang kini sudah pergi meninggalkannya. Devina berbalik menghadap Dean sambil memegang kepalanya yang tadi dipegang oleh Dean. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Om Dean berubah menjadi lemah lembut?" Devina jadi ingin tahu ke mana tadi Dean pergi, dan apa saja yang sudah Deab lakukan sampai berubah seperti sekarang ini? "Tapi bukankah ini bagus? Karena Om Dean sangat menyeramkan jika bersikap dingin," lanjutnya sambil tersenyum lebar. Setelah memastikan jika Dean menjauh, barulah Devina keluar, dan pergi menuju lift. Saat sampai di lantai 2, dan lift terbuka, Devina melihat Devian yang sepertinya memang menunggu kedatangannya. Devina menghampiri Devian. "Kakak menunggu, Devina?" "Iya, Kakak menunggu kamu. Sejak tadi kamu tidak bisa dihubungi, kenapa?" "Baterai ponsel Devina habis, Kak." "Ini Mommy mau bicara sama kamu." Devian menyerahkan ponselnya pada Devina. "Hai, Mom." "Sayang, apa kamu baik-baik aja?" "Devina baik-baik aja, Mom." "Mommy lega mendengarnya." Brianna sempat panik ketika Devina tidak bisa dihubungi, jadi tadi Brianna menghubungi Devian untuk menanyakan Devina. Devian memberi tahu Brianna jika Devina baik-baik saja. "Bagaimana kabar Mommy dan Daddy? Apa kalian berdua baik-baik aja?" "Daddy dan Mommy baik-baik saja, Sayang." "Mommy di mana? Kenapa sangat ramai?" Devina mendengar banyak sekali suara, suara dari orang-orang yang sedang mengobrol. "Mommy di rumah Om Anton." "Oh, Mommy di rumah Om Anton." "Iya, Sayang." Pembicaraan antara Brianna dan Devina tidak berlangsung lama. Devina kembali menyerahkan ponselnya pada Devian, setelah itu pergi menuju kamarnya untuk istirahat. Setelah merapikan semua barang belanjaannya, Devina pergi mandi. Devina baru saja keluar dari kamar mandi ketika mendengar notifikasi pesan masuk. Devina mengurungkan niatnya untuk pergi ke walk in closet, dan memilih untuk membaca pesan yang ternyata dari Dean. "Ada apa ya?" gumam Devina sesaat setelah membaca pesan dari Dean. Nanti setelah makan malam, Dean mengajak Devina bertemu. Katanya, ada hal penting yang mau Dean sampaikan. Devina membalas pesan Dean, mengajak Dean bertemu sekarang juga, tapi Dean menolak ajakan Devina. Devina kesal, tapi tak tak bisa melakukan apapun selain menunggu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD