13 - Pertanyaan mengejutkan.

1307 Words
Dengan langkah gontai, Devina pergi menuju kamarnya, dan begitu memasuki kamar, Devina menangis sejadi-jadinya. Sekarang Devina menyesal, menyesal karena sudah pergi meninggalkan mansion bersama dengan Benedick. Jika saja tadi ia menolak untuk pergi, pasti Devian, dan Dean tidak akan marah padanya. Pasti dirinya tidak akan merepotkan semua orang, dan membuat mereka semua khawatir. Devina terus menangis, sampai akhirnya tertidur pulas setelah puas menangis selama berjam-jam lamanya. Jika Devina sudah tidur, maka lain halnya dengan Dean yang masih terjaga. Dean mengantuk, tapi saat mencoba tertidur, Dean tidak kunjung tertidur, matanya menolak untuk terpejam. Alasan Dean tidak bisa tidur karena Dean terus memikirian Devina. Dean benar-benar tak habis pikir, bisa-bisanya Devina pergi meninggalkan mansion hanya untuk menemui Benedick. Padahal keduanya masih bisa bertemu di kampus. Dean jadi penasaran, apa yang sebenarnya terjadi? Ke mana keduanya pergi? Apa saja yang Devina dan Benedick lakukan saat keduanya bersama selama 1 jam? "Dari pada gue penasaran, lebih baik gue tanya langsung sama orangnya," gumam Dean sambil mengusap kasar rambutnya. 1 jam kemudian, barulah Dean bisa tertidur. *** Pagi ini Devina bangun dalam keadaan yang bisa di katakan tidak baik-baik saja. Penampilan Devina sangat kacau. Devina terlihat sekali sangat berantakan. Efek dari tangisan semalam membuat Devina terlihat seperti zombie. Kantung mata Devina membengkak, matanya memerah, dan suaranya berubah menjadi sangat serak, dan saat itu juga Devina merasa tenggorokannya sakit. Devina bukan hanya merasa sakit di bagian tenggorokan, tapi Devina juga merasa sakit di kepala, dan mata. Kepalanya terasa sangat pusing, sedangkan matanya terasa sangat perih. Devina bangun karena suara ponselnya yang terus berdering. Jika saja ponselnya tidak berdering, maka Devina tidak akan bangun. Dengan perasaan malas, Devina bergeser mendekati nakas, lalu meraba nakas menggunakan tangan kanannya. Saat berhasil meraih ponselnya, mata Devina terbuka untuk melihat siapa orang yang menghubunginya. Devina langsung merubah posisinya menjadi duduk begitu tahu kalau Briannalah yang menghubunginya. Devina tidak mau Brianna tahu jika saat ini kondisinya sedang tidak baik-baik saja, jadi Devina berdeham guna meredakan tenggorokannya yang terasa sekali sangat serak. Setelah merasa jauh lebih baik, Devina pun mengangkat panggilan dari Brianna. "Mom." "Sayang, kamu baru bangun?" Suara Devina masih sangat serak, jadi Brianna berpikir jika sang putri baru saja bangun tidur. "Iya, Devina terbangun karena mendengar suara ponsel Devina yang terus berdering." "Maaf karena Mommy mengganggu tidur kamu, Sayang." Brianna seketika merasa bersalah karena sudah membangunkan Devina. "Jangan meminta maaf, Mom. Devina justru senang karena Mommy menghubungi Devina, jadi Devina tidak akan bangun kesiangan." Jika Brianna tidak menghubunginya, pasti saat ini dirinya masih asik tertidur, dan mungkin akan telat pergi ke kampus. Biasanya Dean akan membangunkan Devina, tapi pagi ini Dean tidak membangunkan Devina, dan Devina tahu apa alasannya. Dean marah padanya, jadi tidak mungkin jika pria itu akan membangunkannya. "Sayang, kamu baik-baik saja, kan?" Entah mengapa, Brianna merasa jika suara serak Devina bukan karena efek Devina baru bangun, tapi karena Devina sudah menangis. "Devina baik-baik saja, Mom." Devina tidak mungkin mengatakan jika dirinya tidak baik-baik saja, karena nanti Brianna akan bertanya apa alasannya? Dan Devina tidak mungkin mengarang cerita, Devina tidak mungkin berbohong, karena Brianna pasti juga akan bertanya pada Dean, saat itulah Dean akan memberi tahu Brianna apa yang sebenarnya terjadi? Devina yakin, kedua orang tuanya, terutama sang Daddy pasti akan sangat marah padanya. "Kamu yakin, Devina?" "Devina yakin, Mom." Perbincangan antara Brianna dan Devina tidak berlangsung lama karena Devina harus segera bersiap untuk pergi kuliah. 1 jam adalah waktu yang Devina butuhkan untuk bersiap, cukup lama karena tadi Devina memutuskan untuk berendam terlebih dahulu. Setelah berendam, Devina merasa jauh lebih baik. Saat akan memasuki ruang makan, Devina bertemu dengan Devian yang baru saja keluar dari ruang makan. "Hai, Kak. Kakak sudah sarapan?" Devina memberanikan diri untuk terlebih dahulu menyapa Devian. Devina sudah mencoba untuk tetap terlihat santai, tapi begitu menyapa Devian, Devina terlihat sekali sangat gugup. Sayangnya Devian tidak mendengar sapaan Devina karena saat ini Devian sedang memakai headseat. Devian melewati Devina begitu saja, seolah tidak melihat kehadiran Devina. Devian masih marah pada Devina, itulah alasan kenapa pagi ini Devian mengabaikan Devina. Devina tahu jika Devian sengaja melakukan hal tersebut guna menghindarinya. "Kak Devian masih marah," gumam Devina sambil tersenyum kecut. Setelah puas melihat Devian, Devina kembali melangkah memasuki ruang makan. Tak lama kemudian, Dean datang, dan kedatangan Dean mengejutkan Devina. Begitu Dean memasuki ruang makan, Devina sontak menunduk, tidak berani menatap Dean yang pagi ini terlihat sekali sangat menyeramkan. Dean duduk tepat di hadapan Devina. Dean menatap intens Devina, dan meskipun saat ini Devina sedang menunduk, Devina bisa merasakan tatapan tajam Dean padanya. "Kenapa dia sangat menyeramkan?" Devina bergumam, dan gumaman tersebut hanya bisa di dengar oleh Devina sendiri. "Apa saja yang semalam sudah Anda dan Benedick lakukan?" Devina terkejut begitu mendengar suara Dean, itu karena awalnya Devina berpikir jika Dean tidak akan mau berbicara padanya. "Kenapa dia selalu berbicara dengan formal?" Keluh Devina dalam hati. Sebenarnya Devina tidak suka berbicara formal dengan Dean, tapi mau bagaimana lagi, Dean selalu berbicara formal padanya. "Kita berdua pergi jalan-jalan." Devina berhasil menjawab pertanyaan Dean meskipun saat ini Devina sedang sangat gugup. Tatapan tajam Dean membuat Devina sangat takut, belum lagi nada bicara Dean yang tegas. "Hanya jalan-jalan?" Entah kenapa, Dean tidak percaya dengan jawaban Devina, terlebih Devina sudah sering berbohong. "Sebenarnya bukan hanya jalan-jalan, tapi kita juga mampir di beberapa tempat untuk membeli makanan, seperti es-cream, burger, dan beberapa makanan cepat saji lainnya." Devina jujur, meskipun tidak sepenuhnya. Semalam Benedick meminjam uang pada Devina dalam jumlah yang cukup besar, dan Devina memberikannya tanpa rasa curiga sedikit pun. Devina tidak akan memberi tahu Dean jika Benedick meminjam uangnya, karena Devina takut Dean akan melapor pada kedua orang tuanya. "Kalian berdua hanya melakukan itu?" Dean menatap mata Devina yang saat ini juga sedang menatapnya. "Iya, hanya itu. Kenapa? Om tidak percaya sama aku?" Devina kesal karena Dean seolah ragu dengan jawabannya. "Menurut Anda, apa alasan saya tidak percaya pada semua ucapan Anda?" tanya ketus Dean. Kejadian tadi malam sangat membuat Dean kecewa, karena itulah Dean lebih sering menggunakan kata Anda pada Devina, dan itu membuat Devina kesal. Devina menjawab pertanyaan Dean dengan gelengan kepala. "Saya tidak percaya pada Anda karena Anda sudah sering berbohong, Nona Devina." Dean sudah tidak bisa percaya lagi pada Devina, dan itu karena kesalahan Devina sendiri. Seandainya saja Devina tidak berbohong, pasti saat ini dirinya masih menaruh kepercayaan tinggi pada Devina. "Maaf," ucap lirih Devina sambil menunduk. "Kalian berdua tidak melakukan hubungan seks?" Setelah mengajukan pertanyaan tersebut, jantung Dean seketika berdebar dengan sangat cepat. Dalam hati Dean terus berdoa, semoga saja Devina menjawab jujur pertanyaannya. Pertanyaan Dean benar-benar membuat Devina shock sampai akhirnya Devina tersedak pie yang baru saja memasuki tenggorokannya. Dean khawatir begitu melihat Devina tersedak. Dean ingin membantu Devina meredakan rasa sakit di tenggorokannya, tapi Dean tidak mau melakukan itu semua karena Dean tidak mau terlihat melunak di hadapan Devina. Dean harus tetap terlihat tegas. "Tentu saja tidak!" Tanpa sadar Devina berteriak sesaat setelah rasa sakit di tenggorokannya mereda. Dean mengamati raut wajah Devina secara seksama, dan kali ini Dean yakin jika Devina menjawab jujur pertanyaannya. "Baguslah kalau begitu." Dean berlalu pergi meninggalkan ruang makan, meninggalkan Devina yang sekarang sangat kesal pada Dean. "Bisa-bisanya dia bertanya seperti itu," keluh Devina penuh emosi. Pertanyaan Dean merusak mood Devina, membuat Devina jadi tidak lagi bernafsu untuk menikmati sarapan paginya. Devina memutuskan untuk pergi kuliah, dan kali ini, Devina tidak diantar oleh Dean, tapi diantar oleh Han juga Arion. Devina ingin sekali bertanya ke mana perginya Dean? Kenapa Dean tidak mengantarnya? Tapi semua pertanyaan tersebut hanya bisa Devina simpan untuk dirinya sendiri, karena pada kenyataannya, Devina terlalu takut untuk bertanya pada Han dan Arion. Setelah memastikan jika Devina pergi, barulah Dean pergi meninggalkan mansion. Hari ini Dean memang tidak mengantar Devina dan tidak akan mengawal Devina, karena ada hal penting yang harus Dean lakukan. Urusan Devina, Dean percayakan pada Han dan Arion. Setelah apa yang terjadi tadi malam, Dean yakin kalau Devina tidak akan berulah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD