Tiga hari berlalu, setelah berjuang cukup keras, bekerja sangat berat, dan melakukan puluhan kali eksperimen. Akhirnya Cancri berhasil, ia bisa mencapai kesuksesan dan menyembuhkan ibunya. Pria itu mencium pipi sang ibu yang tertidur beberapa kali, ia merasa sangat senang dan bahagia. Tak ada yang lebih membahagiakan daripada saat ini, ia tak bisa berhenti tersenyum bahkan selalu berada di samping sang ibu. Cancri menatap wajah ibunya yang sudah tidak sepucat beberapa bulan lalu. Ia merasa bersyukur bisa lahir dari rahim wanita itu, merasa sangat bangga karena bisa mewarisi kejeniusan ibunya, lalu merasa Tuhan sangat adil karena ibunya selamat dan bisa bertahan. .
Cancri juga sudah memulihkan kondisi Bell, wanita itu dirawat oleh dokter khusus yang mengabdikan hidupnya kepada Cancri. Tentu saja Bell berada di penjara Golden Snake, wanita itu kini terkurung di tingkat paling dasar ruang bawah tanah dengan penjagaan ketat ular-ular yang hidup bersama Cancri selama ini. Bell di sana juga masih terbujur di pembaringannya, namun kondisinya sudah lebih baik dari yang kemarin.
Di saat dirinya sedang membersihkan tangan sang ibu dengan air hangat, seseorang membuka pintu ruangan khusus itu. Cancri menatap, ia merasa heran bagaimana orang itu bisa berada di sarangnya bahkan masuk ke laboratorium yang memiliki pemindai khusus pada tingkat pengaman di setiap lapisan keamanan lift.
"Cancri, lama tidak bertemu." Pria dengan surai putih menghampiri Cancri, ia bisa mengerti jika kepala keluarga Snake merasa heran dengan kedatangannya.
"Salazar, bagaimana kau bisa masuk?" Cancri bukannya tak senang. Ia hanya merasa heran dan tak menyangka. Pria itu berdiri, ia menghentikan aktivitasnya untuk sesaat.
"Bagaimana keadaan Aunty?" tanya Salazar, tak berniat untuk menjawab pertanyaan Cancri. Ia menatap tubuh Chaeri yang masih terlihat lemah dengan puluhan alat dan selang yang membantunya tetap bertahan.
"Mommy sudah lebih baik," jawab Cancri. Ia kembali duduk dan membersihkan tangan ibunya, pria itu tersenyum, merasa senang saat ada orang lain yang bisa mengkhawatirkan ibunya. Salazar selalu menjadi orang pertama yang datang di saat dia terpuruk, bahkan pria itu orang pertama dari keluarga Roulette yang menemuinya serta bertanya tentang keadaan ibunya. Rasanya begitu sakit, keluarga yang ia anggap sebagai keluarga bahkan membenci ibu kandungnya. Selama ini ia juga dimanfaatkan oleh keluarga itu, bahkan ayahnya sendiri yang membuat dirinya terjebak dalam sangkar emas milik Felica.
"Cancri, kau merasa bersedih? Jika tak ada mereka, masih ada aku, sahabatmu." Salazar bisa melihat semua yang Cancri rasakan. Beruntungnya dia karena Cancri tak menghalanginya dengan peralatan canggih yang Cancri gunakan untuk menutupi informasi apapun dari siapapun selama ini.
"Terima kasih sudah bertanya tentang keadaan Mommy," sahut Cancri. Ia kini menyisir rambut panjang Chaeri, "duduklah, kau pasti merasa lelah karena perjalanan kemari cukup jauh dan juga sulit." Lanjut pria itu.
"Bisakah kita bicara di luar?" tanya Salazar.
Cancri tak langsung menjawab, ia mengecup kening ibunya dan merapikan selimut yang digunakan ibunya. Pria itu menatap Salazar, "Baiklah, sepertinya ada sesuatu yang sangat penting." Cancri berdiri, ia melangkah ke arah pintu dan keluar dengan Salazar yang berada di belakangnya. Cancri melihat Rebecca yang sedang duduk, mungkin menunggunya.
"Bagaimana? Apa Mommy berhasil mendapatkan penawarnya?" tanya Rebecca. Ia merasa lebih baik setelah bertemu Vulcan, ia juga tak merasakan mual saat harus berada di dekat ular-ular bahkan di dekat Cancri.
"Kakak, aku menitipkan Mommy padamu, ada sesuatu yang harus aku bicarakan dengan Salazar." Cancri menghampiri kakaknya, ia mengelus perut datar Rebecca, "Kiddo, kau harus bekerja sama dengan Mommy-mu untuk menjaga Grandma. Dia pasti sangat senang saat tahu kau hadir di keluarga ini," ujar Cancri.
Pria itu tersenyum dan terkekeh saat Rebecca terlihat kaget. Ia segera menarik Rebecca kedalam pelukannya dan mencium kening Rebecca lembut, "Aku akan segera mengubah nama keluargamu, Kakak. Tunggulah saat itu tiba, aku akan memberikan hak untukmu berdiri dengan tegak di keluarga Snake."
Salazar hanya bisa menahan tawanya, sikap Cancri tak berubah. Pria itu tetap saja menyayangi keluarganya, "Aku akan menendang b****g pria sialan itu jika meninggalkanmu dengan wanita lain, Kakak Rebecca." Salazar jelas saja tahu siapa yang menghamili Rebecca, ia terkekeh saat Rebecca membelalakkan mata dan menatapnya tajam. Masih bisa ia ingat saat Rebecca yang baru saja kembali dari perjalanannya menghalangi bawahan Cancri dan membawanya masuk ke wilayah Snake.
"Aku menyesal membantumu, Salazar!" Tegas Rebecca, "hei … hei … bukankah kalian punya urusan penting, cepat pergi atau ibu hamil ini akan memukul kalian." Rebecca menahan tawanya, ia tak serius untuk memukul dua bocah gila itu. Ia bisa mengingat dengan jelas jika Salazar adalah teman pertama adiknya, wanita itu berlalu pergi ia ingin segera menemui ibu tercintanya.
Salazar dan Cancri saling pandang, mereka kemudian beranjak pergi dari tempat itu.
…
Langit pagi itu terlihat begitu cerah, taman bunga lavender membentang luas dan begitu indah. Harumnya rempah hutan di terbangkan oleh angin barat, bercampur dengan harumnya bunga lavender yang masih basah oleh tetesan embun. Di bawah pohon maple, dua orang pria sedang duduk dan bersandar pada batang pohon itu. Mereka menatap ke arah timur, beberapa botol wine ada di sana dengan dua gelas berkaki panjang yang terisi setengah.
"Kau tak mungkin datang jika itu bukan masalah penting," suara Cancri memecah sunyi. Pria itu melirik sahabat baiknya, menunggu jawaban Salazar.
"Eve … wanita itu kembali hidup." Salazar meneguk cairan di gelasnya sedikit, ia bisa merasakan anggur yang sudah disimpan puluhan tahun.
"Oh, aku tak menyangka tebakanku benar." Cancri meraih bunga liar yang tumbuh di sekitar. Ia menatap bunga berwarna putih itu, "aku sudah curiga saat terakhir kali meminta Lauye menjemput Mommy Felica di sana." Lanjut Cancri sambil tersenyum.
Salazar mencoba untuk tak menyela, ia mengikuti gerakan Cancri yang memetik bunga liar. Kali ini ia benar-benar memerlukan bantuan Cancri untuk bergerak.
"Lalu apa yang terjadi?" tanya Cancri lagi.
"Ayah Arth nyaris mati," jawab Salazar. Ia menarik napas, "Eve hampir membunuh suaminya sendiri."
Cancri terkekeh, ia sudah tahu masalah antara Eve dan Ryu. Ia bahkan tahu jika Nero, Vicente dan Xavier terlibat dalam permainan yang Ryu susun selama ini. Cancri mendesah lelah, bukan hanya tiga pria itu yang terlibat, bahkan Spade dan Deto juga menjadi dalang di balik semuanya.
"Kau tahu sesuatu?" tanya Salazar.
"Ya, aku tahu semuanya. Bahkan aku tahu siapa itu Eve, wanita yang memikat Ryu D'Acretia saat ia berkunjung ke mansion Roulette puluhan tahun silam."
Salazar mengerutkan keningnya, Cancri begitu banyak tahu tetapi pria itu hanya diam selama ini.
"Aku memegang kartu joker mereka." Cancri membaringkan tubuhnya di atas rerumputan, ia memejamkan matanya sedikit dan tersenyum angkuh.
"Kau memang memiliki banyak rahasia, aku bahkan tak bisa membaca tentang itu." Salazar melakukan hal yang sama. Berbaring memandang langit, lalu menjadikan tangannya sebagai bantal.
"Salazar, apa yang kau inginkan?" tanya Cancri.
"Bisakah kau menjadi hakim? Bisakah kau menyelamatkan Eve yang berada di tangan Daddy Nero?" tanya Salazar. Sejak Eve muncul semua orang sibuk karena kedatangannya, bahkan ibunya turun tangan langsung dan mengabaikan kesehatannya yang belum lama pulih. Namun sesuatu kembali menyakiti ibunya, Nero, Vicente, bahkan ayah kandungnya terlihat begitu peduli dan berlomba untuk bicara kepada Eve. Salazar menarik napas panjang, "Arth meminta Daddy-mu untuk menghidupkan Eve. Dia juga yang meminta ibunya untuk membunuh ayahnya sendiri." Lanjut Salazar.
"Salazar, White bukan Daddy-ku! Aku bisa mengerti perasaan Arth." Cancri memang tahu alasan Arth melakukan hal tersebut, seandainya dia bisa seperti Arth, White pasti sudah tamat beberapa bulan lalu. Benar, dia tak tahu siapa ayahnya sendiri. Yang dia tahu, White Snake bukanlah White Snake.
"Jadi, bisakah kau membantuku?" tanya Salazar.
"Apa yang akan aku dapatkan?" tanya Cancri.
"Rencana Mommy bersama Salvador. Apa kau tertarik?" Salazar memulai tawarannya dengan Cancri.
Cancri tersenyum kecut.
"Aku hanya tahu mereka bertemu di pelabuhan beberapa bulan lalu. Apa yang mereka rencanakan, sebenarnya itu bukan urusanku," sahut Cancri. Ia tak terlalu ingin campur urusan Felica sekarang, ibunya sedang dalam masalah dan dia menyibukkan diri dengan masalah wanita yang menyebabkan keluarganya berantakan. Sanggupkah dia? Membantu orang yang membuat ibunya tak mendapat cinta seorang suami.
"Lalu apa lagi yang kau inginkan?" tanya Salazar.
"Jika aku mati, bisakah kau menjaga semua keluargaku?" tanya Cancri.
Salazar membatu, ia tak menyahut.
"Bisakah kau menggantikan aku untuk melindungi Mommy-ku? Aku merasa umurku tak lagi panjang." Cancri terus tersenyum. Ia memang lebih mencintai ibunya daripada Lizzy, rasa cintanya pada sang ibu tak bisa dibandingkan dengan apapun apalagi di ganti.
"Cancri," ujar Salazar pelan.
"Aku hanya ingin kau membuktikannya, aku tak perlu kau untuk berjanji kepadaku." Cancri memiringkan tubuhnya, menghadap Salazar.
"Baiklah, jadi kita sepakat?" tanya Salazar. Selain kesepakatan mereka, Salazar tetap akan memberitahukan rencana Felica kepada Cancri. Ia hanya ingin Cancri bersiap, rencana ini akan membawa Cancri dan seluruh anggota keluarga Snake.
Cancri mengangguk, ia lebih suka menatap mata humanoid milik Salazar. Pria itu tersenyum.
"Tidurlah, aku tahu kau begitu lelah." Cancri kemudian memejamkan matanya, ia ingin berlayar ke alam mimpi sebelum melakukan semua tugasnya. Pria itu juga diam-diam memberi perintah kepada elit golden untuk menyelamatkan Eve lalu membawanya ke wilayah Snake.
Salazar juga melakukan hal yang sama, kedua pria bersurai putih itu tertidur dibawah pohon maple. Angin berembus pelan, menerbangkan dedaunan yang ada di atas tanah dan menanggalkan tangkai daun maple dari ranting pohon. Keduanya terlelap, mereka melepaskan rasa lelah mereka dan menenangkan diri sesaat.