BAB 1

1211 Words
   Beberapa tahun ini dilalui dengan penuh perjuangan, hidup dan mati seperti telapak tangan yang mudah terbalik dan juga bagai angin yang datang secara tiba-tiba. Setelah berpamitan kepada kepala keluarga Roulette beberapa minggu yang lalu, Cancri merasa hidupnya jauh lebih tenang. Tidak … jika semua orang berpikir dia melepaskan Golden Snake dari Roulette maka itu kesalahan yang besar. Cancri tetap menjadikan Golden Snake sebagai tubuh Roulette, dia akan muncul pada waktu yang tepat dan akan menghilang setelah urusan itu selesai.      Sekarang hanya ada beberapa tujuan yang diinginkan. Hidup damai, terhindar dari masalah, dan yang lebih penting dari semua hal itu adalah menjaga ibu kandungnya. Cancri memang pernah berpikir untuk membenci ibunya, tetapi dia juga mencintai ibunya lebih dari apapun.    "Daddy … Tania dan Mommy memanggil Daddy untuk sarapan bersama." Seorang gadis kecil berlari masuk ke perpustakaan milik Cancri, ia menghampiri ayahnya dan tersenyum saat pria itu membungkuk lalu menggendongnya.     "Daddy tidak akan makan jika Rania masih memilih makanan." Cancri mengerucutkan bibirnya, Rania memang selalu memilih makanan dan lebih parahnya sangat membenci sayuran.    "Daddy, Rania benci sayuran. Bisakah Daddy jangan memaksa?" tanya gadis kecil itu.    "Kau sama saja seperti Mommy-mu." Cancri mencubit pipi anaknya, "bagaimana jika Daddy yang menyuapimu?" tanya pria itu sambil melangkah keluar ruangan.    Rania menggeleng, "Daddy, Rania merindukan Grandma Felica." Anak-anak Cancri memang lumayan dekat dengan Felica, kedua putrinya juga sering menghabiskan waktu bersama Felica ketika Chaeri pergi untuk beberapa tugas penelitian. Namun, itu tidak seharusnya terjadi. Cancri selama ini benar-benar masuk ke dalam perangkap ayahnya untuk menyayangi dan melindungi Felica. Karena ayahnya pula, Cancri hampir lupa jika dirinya masih memiliki seorang ibu kandung. Pria itu tersenyum getir, dirinya sudah tak mengetahui perasaannya kepada Felica dan itu mengerikan baginya.    "Rania, kita harus bersabar. Sekarang bukan waktu yang tepat, kita tak bisa keluar dari wilayah Golden Snake. Ini semua demi kebaikan bersama, dunia di luar sana sangatlah kejam." Cancri menatap putrinya, "maaf, Daddy tak bisa memenuhi permintaanmu untuk bertemu dengan Grandma Felica."    Rania mengangguk, ia tak bisa mengerti hati ayahnya. Tetapi, gadis kecil itu tak ingin membuat sang ayah marah. Ia memeluk ayahnya, "Daddy, jangan paksa Rania untuk memakan sayuran."    Cancri menepuk punggung putrinya pelan, "Tidak! Rania harus menurut dan Daddy akan mempertemukan Rania dengan Grandma Chaeri."    "Bukankah Grandma sedang sakit?" tanya Rania.    "Hari ini kita bisa mengunjunginya lagi." Cancri melangkah ke arah tangga. Lorong di tingkat kedua mansionnya cukup panjang, ia harus berjalan beberapa menit untuk menemukan tangga utama dan turun ke sana.    Beberapa pelayan yang sedang membersihkan mansion membungkuk, mereka mengumbar senyum hangat dan mengangkat kepala ketika Cancri dan Rania sudah menjauh pergi. Sejak perceraiannya dengan White, Chaeri menjadi lebih sensitif. Wanita itu lebih mudah kembali pada titik terendah dari kondisinya, bayangan kematian terus menghantuinya setiap detik.     Meja makan terlihat lebih sepi dari hari-hari sebelumnya. Near kini sedang berada di Korea Selatan. Lauye mempunyai perjalan bisnis ke berbagai negara. Rameses yang harus menjalani pelatihan bersama Tuan Yama di Jepang. Sedangkan Luzia sudah bersama suami-suaminya pergi. Cancri tak pernah menyesal memilih jalan ini untuk keluarganya, dia merasa hidup seperti orang normal dan sangat bahagia.    "Suamiku, kau selalu menghabiskan waktu untuk membaca. Membuatku khawatir," ujar Lizzy sambil menyuapi Tania. Wanita itu menatap suaminya, dia terlihat agak kesal saat Cancri tersenyum dan tidak menjawab pertanyaannya. Bagaimana tidak? Pria yang ia cintai hanya memendam masalah seorang diri, tidak bersedia berbagi dengannya. Lizzy tersenyum kecil saat Rania melambaikan tangan.    "Mommy, jangan berikan sayuran di makanan Rania." Rania menatap ibunya yang baru saja ingin menimbakan sayur ke piring, ia menggeleng tanda menolak dengan begitu keras.    "Berikan dia sayur, jangan berikan daging." Cancri menatap Rania. Sedangkan Lizzy terkekeh melihat suaminya yang mulai menjadi ayah super perhatian.    "DADDY …" rengek Rania keras.     "Kakak … jangan membantah. Sayur itu makanan yang sangat sehat, Kakak akan kelebihan lemak jika terus memakan daging," ujar Tania sambil mengunyah wortel kesukaannya.    "Tapi-," baru saja Rania ingin menjawab. Ucapan itu terhenti, seseorang masuk ke dalam ruangan dengan wajah kusam dan rambut berantakan. Wanita itu kemudian duduk di kursi tepat di sebelah Cancri, ia mengangkat tangan kanannya lalu seorang pelayan datang menghampiri.    "Nona Rebecca, makanan apa yang Nona inginkan?" tanya pelayan itu dengan sopan.    "Bawakan aku roti tawar dan segelas susu." Rebecca memejamkan mata, ia mengembuskan napas lalu duduk tegak dan menatap keluarganya.    "Kakak, ada apa ini?" tanya Lizzy yang masih menyuapi Tania makan.    "Adik Ipar, ini hanya masalah kegagalan dalam eksperimen." Rebecca tersenyum kecil, ia menuangkan air mineral ke dalam gelas.     "Sepertinya gagal lagi," ujar Cancri sambil meraih piring berisi makanan untuk Rania. Ia melirik ke arah Rebecca, "kali ini apa yang membuatmu gagal?" tanya Cancri dengan serius.    Rebecca menyandarkan kepalanya di atas meja makan, "Cancri, aku hanya terburu-buru. Jujur saja, obat yang bisa aku berikan kepada Mommy hanya memulihkan sedikit tenaganya. Itu juga hanya berguna dalam beberapa jam, aku merasa khawatir jika dia terus mendapat suntikan beberapa kali sehari." Rebecca kembali duduk dengan tegak, ia meminum airnya dan meneguknya dalam satu kali tarikan napas.    "Lalu, apa lagi masalahmu?" tanya Cancri.    "Aku membuat beberapa obat, tetapi aku tak bisa menjamin obat itu akan berhasil. Aku tak berani menggunakannya untuk Mommy," ucapan Rebecca membuat semua orang kembali berpikir. Jika saja ada orang lain yang mempunyai masalah sama dengan Chaeri, maka akan sangat mudah melakukan penelitian.     "Kau memerlukan bantuanku?" tanya Cancri pada akhirnya.    "Kau ingin aku menjadikanmu kelinci percobaan?" Rebecca menggeserkan gelasnya, apa yang ia inginkan sudah diantar oleh pelayan dan siap di nikmati.    Lizzy mengabaikan keduanya, ia kembali menyuapi Tania makan dan menatap Rania yang belum menyentuh makanannya. Wanita itu memberi peringatan kepada putrinya melalui pandangan mata.    Cancri mengelus kepala Rania, ia menatap gadis kecilnya lalu menyuapi Rania. Walau sempat menolak, namun Rania tetap menurut. Gadis itu tak ingin ayahnya marah untuk sekarang, ia juga tahu pembicaraan Rebecca dan Cancri begitu penting dan tak bisa diganggu karena dia tak suka memakan sayuran.    "Aku akan memberikan seseorang untuk menjadi kelincimu." Cancri yang baru saja memberi Rania minum mulai bicara. Ia melihat ke arah Lizzy yang tersenyum kecil dan membersihkan sisa makanan di mulut Tania.    "Bicaralah, aku akan membawa anak-anak bermain di luar." Lizzy menunggu Rania turun dari pangkuan Cancri, ia juga sudah terbiasa saat para bawahan suaminya segera berbaris, bersiap mengawalnya untuk pergi di halaman mansion. Selalu seperti ini, Cancri tidak akan pernah melepaskan satu orang pun dan membuat penjagaan ketat pada semua anggota keluarga.    Sepeninggalan Lizzy dan kedua putrinya, Rebecca menyelesaikan sarapannya dengan tenang. Ia meminum habis s**u dan menatap adiknya kembali, "Siapa yang begitu bagus untuk dijadikan kelinci?" tanya Rebecca sambil membersihkan bibirnya dengan tissue.    "b***k milik Lauye dan Near." Cancri tersenyum lembut, "dia mainan yang bagus, Kakak." Lanjut pria itu sambil menyeringai.    Rebecca mengangguk, ia pernah mendengar jika kedua saudaranya memiliki mainan rahasia saat musim tern. Siapa orang itu dia juga tak tahu, yang jelas ia akan menggunakan kelinci yang Cancri berikan dengan baik, jarang-jarang adiknya memberi kemudahan pada usahanya. Rebecca dan Cancri kembali berbincang, mereka berencana untuk melakukan eksperimen bersama dan menyembuhkan ibu mereka dengan cepat.    "Setelah Mommy pulih, apa rencana yang kau miliki?" tanya Rebecca.    "Aku akan mengirim Mommy ke mansion lain," jawab Cancri sambil menatap langit-langit ruangan, "aku tak ingin dia mendengar tentang Roulette apalagi tentang White." Lanjut Cancri dengan pandangan benci.    "Cancri, bagaimanapun White adalah Daddy kandungmu." Rebecca mengulurkan tangannya, ia membelai rambut panjang Cancri.    "Kakak, aku akan membenci mereka yang menyakiti Mommy."    "Termasuk Mommy Felica?" tanya Rebecca yang kini berhenti mengelus rambut Cancri.    Cancri diam, pria itu tak ingin menjawab pertanyaan Rebecca. Hatinya terasa kacau saat mengingat bagaimana semua hal buruk ini bermula, "Aku harus menyelidiki beberapa hal. Mungkin, jawaban itu bisa aku dapatkan saat semuanya terungkap."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD