Bab-30

1081 Words
Jesslyn membuka pintu rumah dengan tangan gemetar. Begitu masuk, ia menutup pintu rapat-rapat, lalu bersandar pada dinding. Dadanya naik turun, matanya memerah menahan tangis. Ia meletakkan tasnya di kursi, lalu berjalan pelan menuju kamar. Setiap langkah terasa berat, seolah lantai rumah ikut menahan perasaannya. Begitu sampai di kamar, Jesslyn langsung menjatuhkan diri ke ranjang. Wajahnya ia sembunyikan di bantal, air matanya akhirnya pecah tanpa bisa ditahan. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, tubuhnya bergetar. Namun di sela tangisnya, ada satu hal yang membuat hatinya sedikit tenang: Christian tidak sendirian, karena ia sudah meminta Noah untuk menjemput dan menemani pria itu. Di dalam rumah yang sepi, suara tangis Jesslyn bercampur dengan cahaya siang yang masuk lewat jendela. Dari luar, hari terlihat cerah—tapi di dalam hatinya, badai masih belum reda dan hal tu mampu merusak mood Jesslyn untuk kembali ke kantor. Bangun tidur dengan kepala yang berdenyut nyeri, Jesslyn pun mengambil ponselnya dan mendapati panggilan dan juga pesan masuk dari Christian yang cukup banyak. Dari text yang dia terima pria itu seolah marah dengan ya yang meninggalkan Christian di rumah sakit seorang diri. Meskipun ada Noah tapi pria itu ingin Jesslyn bukan yang lainnya, apa wanita itu tidak tahu yang diinginkan Christian? Meskipun tahu jelas Jesslyn tidak akan mengatakan hal itu pada Christian. Dengan langkah lemah, ia menuju dapur. Tangan yang bergetar mulai meraih panci, wajan, dan peralatan memasak. Kompor dinyalakan, suara api kecil terdengar, menjadi satu-satunya bunyi yang mengisi ruang sunyi itu. Ia mulai memotong sayuran dengan gerakan cepat, terkadang terlalu keras, seolah pisaunya menjadi tempat ia melampiaskan rasa sakit yang tak terucap. Air matanya sesekali menetes, bercampur dengan uap panas dari panci yang mendidih. Kenapa sesakit ini? padahal baru satu hari Jesslyn mencoba untuk membuka hatinya kembali untuk Christian. Aroma tumisan perlahan memenuhi ruangan. Tapi bagi Jesslyn, wangi itu tak memberi rasa nyaman—justru menjadi latar dari kekosongan yang ia rasakan. Setiap sendok yang diaduk di wajan terasa seperti usaha untuk menata hatinya yang kacau. Di tengah aktivitasnya, Jesslyn berhenti sejenak. Ia berdiri mematung, memegang spatula, tatapannya kosong menembus jendela dapur. Uap panas menyelimuti wajahnya, sementara air mata kembali jatuh tanpa ia sadari. Namun setelah itu, ia kembali mengaduk masakan. Tidak peduli rasanya enak atau hambar, yang penting tangannya terus bergerak. Karena hanya dengan begitu, ia bisa menahan dirinya untuk tidak runtuh sepenuhnya. Sebuah mobil berhenti di depan rumah. Noah keluar lebih dulu, lalu membantu Christian yang masih tampak lemah berjalan ke depan pintu. Padahal cuma tangannya tapi pria itu pandai sekali akting menderita di hadapan Jesslyn. dan lagi karena ditinggal di rumah sakit, pria itu malah tidak mau pulang ke apartemen dan memilih pulang ke rumah Jesslyn. Begitu pintu dibuka, aroma masakan langsung menyambut mereka. Christian terhenti sejenak, kepalanya menoleh, seolah mencari sumber bau yang begitu familiar. Kepalanya berputar baru kali ini di melihat Jesslyn memasak, sedangkan sejaK dulu wanita itu bahkan tidak bisa memasak. jangankan memasak memegang pisau saja dia tidak bisa Matanya berkaca-kaca. Ada sesuatu di dalam dirinya yang bergetar—sebuah rasa rindu yang tak bisa disembunyikan. Padahal baru juga beberapa ja, belum ada satu hari tapi Christian sudah rindu. Noah memperhatikan kakaknya, lalu tersenyum tipis. Dia tidak mau ikut-ikutan, tapi wajah itu, ekspresinya mampu membuat Noah menahan tawa. Jesslyn masih sibuk di depan kompor. Wajahnya sedikit basah oleh uap, rambutnya berantakan, matanya sembab meski berusaha disembunyikan. Spatula di tangannya bergerak cepat, seolah masakan itu satu-satunya cara agar ia tidak hancur. Di belakangnya, langkah pelan terdengar. Jesslyn kaget, tubuhnya menegang. Saat menoleh, matanya langsung bertemu dengan Christian yang berdiri di ambang pintu. Noah berdiri sedikit di belakang, sengaja tidak ikut masuk. “Jess … .” panggil Christian lirih. Jesslyn mengerutkan keningnya. “Lo ngapain kesini, bukannya pulang malah main ke rumah gue.” Jesslyn masih meneruskan acara masaknya, sehingga Christian mendekat dan memeluk tubuh wanita itu dari arah belakang. Minimal baju seksi yang dipakai wanita itu tidak tercetak jelas di mata Noah. Pria b******k itu suka sekali dengan wanita cantik dan seksi. “Kenapa lo ninggalin gue di rumah sakit?” wanita itu mendesah dan hendak melepas pelukan itu, tapi yang ada Christian malah menggigit bahu wanita itu hingga membentuk bekas gigitannya. Jesslyn menggeliat, dia menyingkirkan dagu Christian yang ada di bahunya. “Gue nggak bisa lama-lama, karena ada urusan. Lagian gue udah telepon Noah buat jemput lo di rumah sakit.” “Lo kira gue nggak tahu kenapa? Lo lihat gue sama Hanna, kan? Tapi sumpah, Jess… gue nggak pernah mau dia ada di situ. Gue cuma butuh lo.” Dan nyatanya Hanna ada disana, entah Christian yang menelepon atau mungkin wanita itu terlalu peka dengan keberadaan Cristian, makanya dia ada di rumah sakit nyusul Christian. Tidak mau memikirkan banyak hal, apalagi dia juga takut nangis lagi Jesslyn lebih menyibukkan diri dengan kompornya. Wanita itu seolah tidak mempedulikan Christian yang tidak melepas pelukannya. Masakan hampir matang tapi dengan lancangnya Christian malah mematikan kompornya sehingga membuat mata Jesslyn mendelik dengan sempurna. Wanita itu menoleh, sambil menyiku perut Christian dan membuatnya mengaduh sakit. “Lo tau gue lagi masak!!” Cetus Jesslyn. Bukannya marah Christian hanya tersenyum kecil sambil membalik tubuh Jesslyn dengan cepat. Wanita itu mengumpat dengan sempurna, atas sikap Christian barusan. Tapi detik berikutnya, kedua bibir mereka saling menyatu satu sama lain. Entah siapa yang memulai duluan tapi Jesslyn maupun Christian saling menikmati satu sama lain. Tidak ada yang mau menyudahi ciuman itu, jika suara benda jatuh dibelakang mereka menimbulkan bunyi cukup nyaring. Jesslyn melepas tautan bibir mereka menatap ke arah belakang. Matanya mendelik dengan sempurna ketika Noah dengan wajah songongnya menatap ke arah mereka. Dan Jesslyn baru sadar jika pria itu tidak pulang melainkan berdiri mania diambang pintu. “Noah Lo ngapain disini anjir!!” Pekik Jesslyn mendorong tubuh Christian untuk pergi dari hadapannya. Noah melangkah mendekat, dia tersenyum kecil sambil merapikan rambut dan juga jaketnya. “Pas gue masuk ke rumah ini, gue mencium aroma makanan. Itu sebabnya gue masuk kesini, gue pikir bisa makan sesuatu yang bikin perut gue kenyang. Baru inget waktu gue di telepon gue belum sarapan sama sekali. Taunya nyampek sini malah dapat yang lebih dari sarapan. Bener kata Elina Lo berdua kalau mau m***m nggak tau tempat banget!!” Jesslyn tidak terima, mendekati Noah dan menginjak kakinya. “Jaga ucapan Lo ya. Abang Lo noh yang nyosor duluan bukan gue.” “Dia memang nyosor duluan. Tapi masalahnya kenapa Lo terima? Kan Lo bisa nolak!!” Dan sialnya Jesslyn tidak bisa melakukan hal itu. Dia tidak bisa menolak apapun yang Christian lakukan pada dirinya. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD