BAB 87

1930 Words
BAB 87            Pagi harinya seperti biasa. Kiana dan Krein berangkan ke Academic bersama-sama sambil mengobrol di setiap langkah yang mereka ambil. Ada banyak hal yang mereka bicarakan. Mulai dari mata pelajaran hingga latihan mereka yang terbilang mulai sulit.            “Tenang. Aku yakin suatu saat nanti kau pasti bisa,” ucap Krein memberi semangat pada Kiana. Kiana hanya memanyunkan bibirnya mendengar perkataan Krein. Ia sudah mencoba berbagai macam latihan dan uasaha namun tetap saja gagal dan tak membuahkan hasil.            Selang beberapa menit kemudian, keduanya pun tiba di kelas mereka. Krein dan Kiana berjalan menuju kursi mereka. Icarus yang baru datang langsung menghampir Kiana.            “Kemarin ... kau ingin membicarakan apa?” tanya lelaki itu. Sejenak Kiana menatap Krein yang juga melirik ke arahnya. Ia merasa tidak enak mengobrol dengan Icarus di depan Krein yang sangat membenci lelaki itu.            “Emmm. Kita bicara di luar saja,” kata Kiana dan langsung menarik tangan Icarus mengikutinya. Krein yang sedari tadi melirik ke arah sahabatnya ikut penasaran dan diam-diam mengikuti mereka.            Setibanya di depan kelas, Kiana segera melepas tangannya. “Ada apa?” tanya Icarus sekali lagi.            Kiana tersenyum sekilas.”Aku membutuhkan bantuanmu.”            “Bantuan apa?” kedua alis Icarus mengerut bingung.            “Bantu aku meningkatkan kekutan sihirku. Di antar teman-teman sekelas kita kau yang paling habat dan memiliki nilai praktik yang baik. Aku mohon, kali ini saja," mohon Kiana dengan wajah memelas sambil kedua tangannya saling mendenkap di hadapan Icarus.            “Untuk apa kau memohon padanya. Aku yakin dia mana mau membantumu ...” ucap Krein yang sedari tadi menguping pembicaraan keduanya.            Icarus yang melihat kedatangan Krein menjadi kaget. Entah sejak kapan Krein ada di dekat mereka. “Aku mohon ...bantu aku yahhh,” ujar Kiana memohon tak perduli perkataan Krein.            “Kiana ... sudah aku bilang dia mana mau membantumu ...” kali ini Krein menarik tangan Kiana untuk menjauh dari Icarus lelaki yang tak ia sukai.            Baru beberapa langkah. Sebuah tangan menghentikan tangan keduanya. “Siapa bilang aku tidak mau. Aku mau kok membantumu ...” ujar Icarus.            Mendengar perkataan Icarus sontak membuat Kiana menjadi kegirangan. “Benarkah?” tanya Kiana sekali lagi dan dijawab dengan anggukan kepala membuat Kiana semakin senang.            Krein hanya mendengarus pelan pada Icarus sebelum menarik tangan Kiana untuk masuk ke dalam ke kalas.            “Kita mulai latihan sihir besok yah!” pekik Kiana cepat sebelum ia masuk ke dalam kelasnya.           Tak lama kemudian jam pelajaran pun dimulai dan sejak Icarus menyetujui permohonannya beberapa menit yang lalu. Kiana tak henti-hentinya tersenyum sendiri. Ia terlalu senang hingga ia mulai tak memperhatikan pelajaran. Bahkan sesekali ia ditegur oleh guru maupun Krein sahabatnya sendiri. ***             Hari yang paling Kiana tunggu pun tiba. Semalam ia tak bisa tidur karena terus memikirkan kira-kira latihan seperti apa yang akan Icarus berikan padanya. Ia sudah sangat antusias dan tak sabaran. Saat ia membuka pintu kamarnya. Ia tak menemukan Krein.             Padahal biasanya saat jam segini Krein sudah ada di depan memanggi, berterik dan memakinya karena kelamaan bersiap-siap. Dan hari ini gantian dia yang terlalu cepat dan Krein telambat.             “Kerin! Apa kau masih belum siapa? Ayo cepat keluar! Aku sudah tak sabar untuk berangkan ke Academic!” teriak wanita itu dengan suara yang begitu besar.             “Iya! Tunggu sebentar!” balas Krein dari dalam kamar asramanya dengan nada yang tak kala besarnya dari suara Kiana.             “Krein! Kalau kau tak keluar sekarang aku tinggal loh!” pekik Kiana sekali lagi dan dalam hitungan detik pintu yang semula tertutup rapat itupun terbuka lebar. Memperlihatkan Krein yang keluar dengan wajah menyun dan bibirnya tak henti-hentinya mengerutu dengan sikap sahabatnya yang menyebalkan hari ini.             “Sabar, Kiana. Icarus tak akan ke mana. Lagian kan dia sudah janji.”             “Aku tahu. Ayo cepat kita berangkat,” ucap Kiana dan menarik tangan Krein agar mengikutinya. ***             Selama jam pelajaran, Kiana hanya menatap lurus ke depan dengan salah satu tangannya menopang dagu. Kebetulan hari ini adalah mata pelajaran yang sangan membosangkan hingga terciptalah suara desahan kasar dari Kiana tiap menit saat jam pelajaran berlangsung.             Tak lama kemudia seorang lelaki paruh baya berjalan masuk ke kelas mereka dan diikuti oleh seorang lelaki muda yang berseragam sama dengannya. “Wahh. Sepertinya dia anak baru,” bisik salah satu siswa yang tak jauh dari tempat Kiana.             “Dia lumayan tampan ...” bisikan dan decak kagum terus memenuhi kelas Kiana.              “Perkenalkan namaku Rekard, salam kenal semuanya ...” ujar siswa baru tersebut yang bernama Rekard. Bahkan saat lelaki tampan yang diyakini sebagai siswa baru tersebut memperkenalkan nama membuat seisi ruangan sektika menjadi ribut.                Sekilas Kiana menatap lelaki tersebut untuk melihat lelaki yang membuat teman-temannya ribut. “Dia enggak tampan amat. Biasa aja,” batin Kiana lalu kembali pada dunianya sendiri. Yaitu menghayal sambil menopang dagu. Yang ada dalam pikirannya saat ini hanyalah sebuah pertanyaan Kapan kelasnya akan berakhir. Ia ingin segera memulai latihannya dengan Icarus. ****             Tak terasa jam pelajaran pun berakhir. Dengan semangat yang mengebu-ngebu Kiana membereskan barang-barangnya dan besiap-siap menghampiri Icarus yang juga sedang merapikan buku. “Ica-“             Perkataan Kiana seketika terpotong saat lelaki tampan yang menjadi pelaku keributan teman-temannya tadi menghampirnya. “Ada apa?” tanya Kiana ketus.             “Perkenalkan namaku Rekard,” ujar Rekard memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya. Krein yang bersebelahan dengan bangku Kiana tersenyum-senyum sendiri melihat Rekard dan Kiana.             “Cieee Cieee ... sepertinya ada yang naksir sama kamu Kiana,” ujar Krein yang membuat Kiana mendengus kesal lalu beralih menatap Rekard yang masih menunggu jawabannya. Di sisi lain Icarus juga menatap Kiana dan Rekard sekilas lalu kembali merapikan mejanya.             “Ohhh. Aku Kiana salam kenal juga ...” jawab Kiana singkat lalu meninggalkan Rekard tanpa menjabat tangan lelaki itu dan menghampiri Icarus.             “Heii. Bagaimana jadi enggak latihan hari ini?” tanya Kiana.             “Iya. Kita beli makanan dulu baru latihan.”             “Okey!” pekik Kiana cepat lalu beralih mengandeng tangan Krein. “Yuk! Krein kita ke kantin.” Keduanya pun berjalan menuju pintu keluar sedangkan Icarus berjalan di belakan mereka. Namun, ketiganya pun berhenti saat tiba-tiba saja Rekard memegang tangan Kiana.             “Ada apa sih!” pekik Kiana kesal dengan prilaku Rekard yang begitu menyebalkan.             “Kalian ingin membeli makanan yah? Aku ikut yah? Soalnya aku tak tahu jalan menuju kantin.”             “Emm. Baiklah ...”             Selama perjalanan menuju kantin Icarus dan Kiana terus mengobrol dan melupakan Krien dan Recard. Krein hanya menatap kesal pada Kiana yang melupakannya karena Icaurs. Sedangkan Recard sedari tadi mendengus pelan melihat keakrapan Icarus dan Kiana.             Bahkan saat di kantin. Kiana dan Icarus berdiri berdampingan saat akan memesan cemilan yang ingin mereka beli. Merasa kesal dengan keakrapan keduanya Rekard pun menyolong masuk ke tengah-tengah mereka sehingga terciptalah decak kesal dari Kiana.             “Kamu apa-apaan sih! Ganggu aja!” pekik Kiana pada Rekard.             “Maaf ... maaf ... aku sudah kebelet lapar heheheh ...”Icarus tetap pada wajah santainya. Dengan pelan menggeser tubuhnya agar Rekard bisa masuk ke tengah-tengah mereka.             “Aku pesan roti rasa coklat lima dan munuman rasa coklat juga lima, Bi,” ucap Rekard pada sang pelayan kantin.             “Selian aku juga ingin beli ini ... itu dan itu juga ...” tambah Recard sambil menunjuk makan yang ia inginkan.             “Kurus-kurus seperti itu ternyata makanmu banyak juga ...” ucap Kiana diselingin dengan nada mengejek. Mendengar ejekan Kiana membuat Rekard hanya tersenyum dan membayar makanannya.             “Bi, aku pesan roti coklatnya dua dan_ apaan sih!” pekataan Kiana berubar menjadi pekikan protes saat tiba-tiab saja Rekard menarik tangannya dan meninggalkan Icarus sendiri. Padahal ia baru saja ingin memesan makanan.             “Ini ... kau tidak usah beli ... aku sengaja beli banyak karena ini aku berikan untukmu ...” Rekard pun memberikan cemilan yang telah ia beli tadi dan pamit pergi setelah Kiana menerima pemberiannya.  Kiana hanya bisa menatap bingung punggung Rekard yang mulai menjauh.             “Cieee ... cieee sepetinya anak baru itu benar-benar suka padamu ...” Ejek Krein sambil tersenyum-senyum melihat interaksi antara sahabatnya dan anak baru di kelasnya.             “Apaan sih! Mungkin dia ingin beterima kasih karena telah mengantarnya ke kantin ...” ucap Kiana pelan.             “Ahhh. Sepertinya Icarus sudah selesai ... yukk! Kita ke lapangan!” pekik Kiana senang dan menarik tangan Krein. Namun, sahabatnya tetap diam tak begerak membuat Kiana bingung.             “Ada apa? kau tak ingin melihatku latihan?”             “Bukan begitu hanya saja ...” sejenak Krein menatap Icarus lalu beralih menatap Kiana.             “Sepertinya aku tidak bisa ... aku ...” Krein bingun harus mengatakan apa. Ia ingin melihat sahabatanya latihan. Hanya saja, hubungannya dengan Icarus masih belum baik. Ia takut menganggu latihan Kiana.             “Ikutlah bersama kami ...” ucap Icarus tiba-tiba.             “Ha?”             “Yak! Kenapa masih bengong. Ayo kita ke lapangan. Lagian Icarus juga mengajakmu ...” dengan terpaksa Krein mengikuti arah tarikan Kiana menuju lapangan. ***             Di lapangan Academic, Kiana dan Icarus latihan bersama sedangkan Krein hanya duduk diam di bawah pohon sambil menatap mereka. Sesekali Krein manatap sekelilingnya. Entah mengapa sejak tadi ia merasakan ada seseorang yang tengah mengawasinya. Tapi saat ia mencari ke segala arah ia tak menemukan siapa pun.             “Apa hanya perasaanku saja,” batin Krein sambil mengusap tengkuknya pelan.             Hampir dua jam Kiana latihan bersama dengan Icarus. “Mereka terlalu serius latihan. Apa mereka tidak lapar ...” ucap Krein pada dirinya sendiri.             “Kiana! Apa kau tidak ingin istirahat sejenak? Sejak tadi kau terus latihan! Kau perlu istirahat!” pekik Krein dengan suara keras.             “Iya! Tunggu sebentar!” jawab Kiana dengan suara yang lebih besar lagi. Krein kembali mendengus pelan saat Kiana masih tak mendengarkannya dan masih betah latihan. Sunggu ia mulai bosan ditinggal sendiri. Mana lagi perasaanya tidak enak. Sejak tadi ia merasakan ada seseorang yang mengawasinya.             Krein menepuk-nepuk wajahnya agar tetap tenang. “Tenanglah ... mungkin ini hanyalah imajinasi dan perasaanku saja ...”             “Ada apa Krein?” tanya Kiana yang baru saja tiba dan duduk di sampingnya. “Dari tadi kau menepuk wajahmu? Apa ada nyamuk?” tanya Kiana sekali lagi.             “Ahhh. Tidak kok. Hanya saja ... sejak tadi aku merasa ada seseorang yang mengawasi kita,” ucap Krein pelan. Kiana mengerutkan keningnya bingung lalu menatap kesegala arah.             “Aku tak melihat siapa-siapa. Mungkin itu hanya perasaanmu saja,” ucap Kiana menenangkan sahabatnya.             Lalu tatapan Kiana beralih pada Icarus yang juga duduk di sampingnya. “Nih! Aku punya banyak minuman dan roti. Kau bisa memakannya ...” sambil menyodorkan makanan yang diberikan oleh Rekard tadi.             “Terima kasih ...” Icarus pun mengambil makanan yang disodorkan oleh Kiana. Melihat kedekatan Kiana dan Icarus membuat Krein mendengus pelan.             “Ngomong-ngomong sejak tadi pagi aku tak melihat Daniel? Apa dia sedang sakit?” tanya Kiana. Salah satu sahabatnya entah mengapa hari ini ia tak melihtanya.             “Ahh. Aku dengar dia lagi ada urusan di luar kota. Kau tahu sendirikan diakan sudah menjadi petualang.”             “Ohh. Iya! Benar juga. Aku lupa.” Sambil menepuk jidatnya sendiri karena melupakan sesuatu. Mereka pun mengobrol bersama sambil makan cemilan yang telah mereka beli hingga Kiana mulai sadar akan sesuatu.             “Ada apa, Kiana? Apa munun dan roti itu tidak enak?” tanya Krein bingun menatap Kiana yang terdiam sambil menatap roti di tangannya dengan wajah serius.             “Hei. Itu tidak mungkin. Bukankah makanan yang Rekard beli itu adalah cemilan kesukaanmu? Kau tidak mungkin tak menyukainya,” lanjut Krein.             Tak perduli dengan ucapan Krein, Kiana langsung memeriksa satu persati cemilan pemberian Rekard. “Ini ...”             “Ada apa dengan cemilannya?”             “Semua cemilan ini adalah kesukaanku.”             “Lalu? Bukankah itu bagus?” ucap Krein masih tak mengerti situasi.             “Tapi dari mana Rekard tahu cemilan kesukaanku?” TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD