Tidak lebih dari satu jam, mobil sport hitam yang dipakai Rey pun sudah masuk ke gerbang perumahan elite di pinggiran kota.
Lova sejak tadi menikmati perjalanannya dengan sangat baik. Selama ini, ia tidak pernah pergi jauh. Ia hanya naik bis umum untuk sampai ke Kampus kecuali ada teman searah atau sengaja datang untuk menjemputnya.
"Sebentar lagi sampai. Ingat ya, kalau ditanya kedua orang tuaku, kita usdah lama kenal dan dekat. Tapi ... Kita baru jadian," titah Rey pada Lova.
"Barunya itu, lebih tepatnya kapan?" tanya Lova polos.
"Eum ... Ya satu bulan ini," jawab Rey sekenanya. "Makanya baru bisa aku bawa ke rumah. Kita merayakan annivesary satu bulan," imbuh Rey dengan cepat.
Lova mengangguk -anggukkan kepalanya.
Ia paham dengan maksud Rey barusan.
Mobil Rey sudah berhenti di depan pagar besi yang tidak begitu tinggi. Lova melirik ke arah kanan. Ia menatap rumah mewah yang ada di samping. Tipe rumah cluster yang elegan dengan bangunan klasik.
"Sudah sampai. Ini rumah kedua orang tuaku," jelas Rey sambil melepas sabuk pengamannya dan mematikan mesin mobil.
Lova sendiri ikut melepas sabuk pengaman dan merapikan rambutnay yang sedikit berantakan karena terlalu lama bersandar di jok mobil. Ia menyelepangkan tas kain kekinian gaya anak muda sekarang. Tas kain itu cukup banyak isinya. Selain buku kuliah dan binder untuk mencatat serta beberapa foto kopi modul mata kuliah.
Lova membuka pintu mobil dan turun dari mobil sport yang sangat nyaman itu. Sekilas, Lova tak sengaja menatap Rey yang baru saja keluar dari mobil tanpa berkedip. Dalam hatinya sempat kagum dengan Rey, dosen muda yang menurutnya tampan dan sangat keren. Jauh berbeda dengan Cakra yang biasa saja tapi tetap saja brengs3k, tidak puas dengan satu wanita.
"Ayo Lova ..." panggil Rey pada Lova yang masih berdiri di seberangnya sambil melamun.
"Ehhh ... Iya, Pak," jawab Lova singkat. Wajahnya langsung menunduk dan memerah. Ia malu karena Rey pasti sadar kalau tadi sedang diamati.
Lova memutar langkahnya menuju Rey. Rey bersiap menggandeng tanagn Lova dan berbisik, "Jangan panggil Pak."
Lova membola saat tangannya di genggam oleh Rey dan menjawab, "Terus mangilnya apa?"
"Mas atau ... Sayang? Biar kelihatan lebih profesional dikit," jelas Rey begitu yakin.
"Haish ... " jawab Lova spontan. Tangannya pun berkeringat dingin.
"Kenapa? Kamu gugup ya? Tangan kamu dingin banget?" tanya Rey lagi.
Lova mengangguk, "Saya takut, Pak."
"Takut? Kenapa?" tanya Rey mentaap Lova lekat.
"Anu Pak ... Soalnya kita berbohong ..." jawab Lova jujur.
"Hmmm ... Kalau gitu, kamu harus mengafirmasi diri bahwa kita memang pacaran dan saya pacar kamu yang sesungguhnya. Bisa kan?" pinta Rey pada Lova.
Lova menarik napas dalam dan menghembuskan napas itu perlahan. Ia berusaha mengafirmasi pikirannya sesuai dengan ucapan Rey tadi. Lova masih memejamkan kedua matanya dan berpikir kalau Rey ini adalah kekasihnya, pengganti Cakra yang tukang selingkuh.
Lova pun mmebuka kedua matanya dan langsung menatap Rey yang ada di depannya.
"Sudah?" tanya Rey lembut.
Lova mengangguk kecil, "Hu um ... Sudah."
"Good girl. Jadi panggilan kamu buat saya, apa?" tanya Rey memastikan sebelum mereka masuk ke rumah.
"Eumm ... Soal itu ... Gimana kalau Lova panggil sayang?" tanya Lova ragu.
"Panggilan yang bagus dan saya suka ... Lebih mengena ..." jelas Rey tersenyum manis.
Lova hanay ikut tersenyum kecil dan keduanya berjalan masuk ke dalam teras rumah. Tangan Lova masih digenggam Rey dengan erat.
Rey sudah mengatakan semuanya sampai apa saja yang boleh ia lakukan pada Lova dan begitu juga Lova pada Rey. Lova banyak mengajukan syarat, seperti hanya boleh memegang tangan Lova. Kalau mencium hanya sebatas kening dan pipi saja. Paling merangkul bahu atau pinggang itu pun tidak boleh mencari kesempatan.
Rey menekan bel di depan pintu dan tak lama pintu itu terbuka. Seorang wanita paruh baya membuka pintu lalu tersenyum lebar saat melihat Rey menggenggam tangan Lova.
"Haiii calon mantu ..." ucap Sela denagn suara keras langsung memeluk Lova.
Lova terkejut dan mendiamkan wanita itu memeluk dirinya. Ia hanya melirik ke arah Rey yang menggerakkan bibirnya dan mengatakan kalau itu mamanya.
Lova langsung membalas pelukan itu secara spontan.
"Tante Sela ya ..." ucap Lova saat mengendurkan pelukannya di tubuh wanita paruh baya itu.
"Betul sekali. Kamu langsung mengenali calon mertua kamu. Siapa namanya?" tanya Sela denagn senyum yang terus menghiasi wajah manisnya.
"Lovana Putri, biasa dipanggil Lova ..." jawab Lova dengan senyum yang tak kalah lebar. Ia merasa dihargai disini.
"Ohh Lova. Nama yang cantik, seperti orangnya. Sekarang kita masuk lalu ngobrol di dalam. Mama mertuamu ini akan menyiapkan sesuatu yang spesial untuk calon menantu kesayangan," jelas Sela sambil melepas genggaman tangan Rey pada Lova dan berganti ia yang menggengam tangan Lova dan membawa calon menantunya itu masuk ke dalam.
Rey hanya menggelengkan kepalanya pelan dan ikut masuk ke dalam sambil menutup pintu rumahnya.
Tempat favorit keluarganya adalah ruang tengah atau di teras samping. Tempat yang paling adem dan nyaman sekali.
Sela membawa Lova ke ruang tengah dan mereka duduk di sofa panjang. Asisten rumah tangga langsung membawakan minuman untuk Lova dan Rey serta beberapa cemilan di toples kaca.
Lova mengedarkan pandanagnnya saat masuk ke ruangan yang lebih privasi ini. Begitu hangat danyaman sekali.
"Kamu minum dulu. Tante mau panggil Om David, papanya Rey. Kamu cicipin itu kue buatan Tante," titah Sela pada Lova.
"Iya Tante. Makasih ya ..." jawab Lova begitu sopan.
Sela menganggik senang sekali. Ternyata ucapan Rey tempo hari memnag benar adanya tentang kriteria wanita yang akan ia pilih sebagai istri. Cantik, manis, senyumnya indah, kecil, imut, seperti bidadari yang turun dari langit.