Senyuman Lova begitu lebar. Ia suka mendengarkan curhatan orang. Apalagi ini curhatan dari dosennya sendiri tentang kisah cintanya yang terputus.
Rey masih memegang erat bundaran setir dan fokus menyetir dengan laju lambat. Hujan deras yang mengguyur jalanan membuat jarak pandang tidak bisa melihat ke arah yang jauh sekali.
Rey mulai bercerita tentang dirinya. Entah kenapa, baru mengenal Lova, tapi rasanya seperti sudah kenal lama sekali. Gadis mungil itu cukup membuat Rey nyaman.
"Kekasihku dulu selingkuh dengan sahabatku sendiri. Alasannya cukup membuat aku kaget," ucap Rey begitu lirih.
"Kaget? Memang alasan putusnya apa?" tanya Lova semakin penasaran.
Rey menoleh ke arah Lova dan tersenyum tipis, "Aku dibilang kurang peka, kurang romantis dan terlalu sibuk dengan buku."
"Hah! Hanya karena itu?" tanya Lova memastikan.
Rey mengangguk kecil. Memang hanya karena hal itu saja.
"Itu sih benar -benar aneh. Padahal, Pak Rey kan ganteng maksimal, menurutku, Pak Rey juga baik, sopan, perhatian juga. Kalau lebih mementingkan buku, karena Pak Rey punya cita -cita dan tujuan hidup," jelas Lova seperti ikut tak terima.
"Nah .. Iya kan?" jawab Rey cepat.
"Terus, Pak Rey tahunya mereka selingkuh gimana?" tanya Lova lagi. Apa jangan -jangan nasibnya sama seperti Lova, pacarnya selingkuh dan malah bercinta dengan orang lain.
Rey sempat terdiam. Ia terlihat gusar.
"Kalau bapak gak mau cerita gak apa -apa," ucap Lova kemudian.
Tarikan napas Rey terdengar sangat berat sekali. Lalu suara Rey terdengar jelas sekali.
"Suatu hari aku ingin pergi ke apartemennya. Aku memiliki kunci duplikat kamar itu dan aku melihat dia sedang ..." Rasanya berat menceritakan sesuatu yang menyesakkan dad4nya. Dan rasa kecewa itu masih berasa sampai saat ini.
"Bercinta dengan sahabat Pak Rey?" tanya Lova hati -hati.
Rey melirik sekilas ke arah Lova dan tersenyum tipis. Sangat miris sekali senyumannya yang memperlihatkan luka batin begitu dalam.
Tanpa harus menjawab, Lova bisa menebak pasti. Ternyata nasib mereka berdua mirip sekali.
"Kalau kamu?" tanya Rey ragu.
"Sama," jawab Lova singkat.
Bedanya, luka Lova baru saja disayat dan masih sanagt basah sekali. Sedangkan luka Rey seolah kembali menganga karena sudah agak lama kejadiannya. Tapi , sama -sama menyakitkan kalau ingat kejadian itu.
Keduanya hening. Tidak ada yang bicara. Keudanya sama -sama merasakan luka yang sanagt menyakitkan.
Mobil Rey belok ke arah gapura yang bertuliskan perumahan pesona asri.
"Rumahnya yang mana?" tanya Rey.
"Masuk gang kedua dan rumahnya paling ujung," jelas Lova.
Tak lama, mobil itu sudah masuk gang yang dimaksud Lova dan berhenti di ujung gang tepat di depan rumah Lova. Rumah yang tidak begitu besar tapi tingkat.
"Ini rumahnya?" tanya Rey memastikan.
"Iya. Kamarku diatas," ucap Lova menunjuk kamar yang ada balkonnya.
Rey menganggukk kecil dan melepas sabuk pengaman. Ia harus ikut mengantarkan Lova masuk ke dalam sekaligus berkenalan dengan kedua orang tua Lova.
"Pak Rey mau kemana?" tanya Lova bingung. Kenapa Rey sudah membuak pintu mobil.
"Ikut turun," jawabnay santai.
"Gak usah, Pak," jawab Lova tegas.
"Kenapa?" tanya Rey lagi.
"Pokoknya gak usah. Papa ku galak banget," ucap Lova berbohong.
"Oh gitu. Tapi, aku mau kenal Papa dan Mama kamu," jelas Rey tak mau kalah.
"Lain kali aja ya, Pak. Lagi pula, kita kan cuma pacaran pura -pura saja," jelas Lova langsung keluar dari mobil Rey.
Lova jalan memutar dan mendekati pintu mobil Rey.
"Terima kasih sudah diantar. Saya masuk duluan ya, Pak," ucap Lova langsung masuk ke dalam dan menghilang begitu saja setelah pintu depan tertutup.
Tapi, kenyataannya tidak seperti itu. Jantung Lova sebenarnya sedang berdegup keras. Ia menutup pintu depan dan menyandarkan punggungnya di pintu. Lalu berjaln ke arah jendela, membuka sedikit tirainya untuk melihat Rey dan mobilnya masih ada disana atau tidak.
"Kamu lagi ngapain, Va?"
Deg!
Deg!
Deg!