BAB 7 Guru Baru

1166 Words
Sesuai persyaratan masuk ke Lorien Academic of Magic Nao berlatih keras untuk belajar beberapa teknik pedang. Sedangkan Ken melatih kekuatan sihirnya. Sang ibu mengeluarkan banyak uang untuk menyewa seorang guru untuk Nao untuk melatihnya beberapa teknik untuk bisa lolos di tes masuk di Lorien Academic tiga bulan yang akan datang. Tak hanya guru, sang ibu juga membeli pedang yang sangat mahal untuk Nao berlatih hingga membuat Ken semakin cemburu dan kesal pada Nao. Kini Ken dan Nao berada di halaman rumah mereka. Ken bersiap-siap untuk berlatih. Sedangkan Nao masih setia menunggu guru barunya. Hari ini adalah hari pertama Nao berlatih, ia tak tahu bagaimana rupa gurunya. Nao sedang asyik melihat Ken berlatih sihir dan sesekali tersenyum dan terkagum-kagum melihat kekuatan Ken yang sangat hebat. “Wah. Ken sangat hebat ...” gumamnya pelan. Sekilas Ken melirik Nao dan memperhatikan sekitarnya lalu tersenyum menyeringai. “Tak ada orang,” batinnya. Setelah itu, Ken pun mengucapkan sebuah mantra sihir air lalu mengubahnya memjadi panah es dan ujungnya runcing lalu tanpa Nao sadari panah es itu meleset ke arahnya. Nao meringis pelan saat pana es itu mengenai wajahnya. Wajahnya tergores dan sedikit mengeluarkan darah. Nao memegangi wajahnya dan mengepalkan tangannya saat melihat ada darah di tangannya. “Ken! Apa yang kau lakukan!” pekik Nao marah sambil berjalan ke arah Ken. Sedangkan yang di tanya hanya tersenyum tak menanggapi. Ken tak perduli dan hanya membalikkan tubuhnya membelakangi Nao. Merasa kesal dengan sikap Ken. Nao segera memegang tangan Ken dan memaksa Ken menantapnya. “Apa yang kau lakukan? Kenapa kau dengan sengaja melukaiku?” tanya Nao. “Sengaja? Dengar yah. Aku tidak sengaja melukai mu,” Kata Ken kesal dan menepis kasar tangan Nao lalu berjalan pergi. Darah Nao seakan mendidih melihat tingkah laku Ken yang sangat suka menjahilinya. Masih dengan menatap Ken marah. Nao segera menunduk dan mengambil batu kecil dan melempari Ken. Kali ini Ken yang meringis pelan. Anak lelaki itu pun berbalik menatap Nao. “Apa yang kau lakukan!” bentaknya. “Aku tidak sengaja,” kata Nao yang membalas perkataan Ken tadi. Nao segera berbalik arah ingin meninggalkan Ken. Tapi, Ken tak terima dengang apa yang di lakukan Nao dan segera menjambar rambut Nao dengan kasar hingga terdengar erangan kesakitan Nao. Tak terima dengan apa yang dilakukan Ken. Nao membalas balik. Tangan kanan Nao terulur dan menjambak rambut Ken membuat anak lelaki itu juga kembali memekik kesakitan. Keduanya pun terlibat perkelahian sengit. Hingga, akhirnya sang ibu yang sedang asyik memasak makanan di dapur mendengar teriakan keduanya. Segera wanita paruh baya itu pun keluar untuk mengecek apa yang terjadi pada kedua anaknya. Setibanya di halaman rumah. Kedua mata wanita itu pun membulat sempurnah melihat kedua anaknya yang kini terlibat perkelahian sengit. “Apa yang kalian lakukan!” bentak sang ibu. Mendengar suara keras ibunya. Kedua anak lelaki itu pun segera menghentikan perkelahian dan menundukkan kepala saat melihat ibunya yang kini menatapnya marah. “Kenapa kalian berkelahi? Siapa yang mulai?” tanya sang ibu. Dengan spontan keduanya saling menunjuk. “Dia yang mulai, Ma,” kata Ken. “Tidak. Bukan aku. Tapi, dia yang mulai duluan,” gumam Nao tak terima. “Tidak kau yang mulai.” “Bukan aku tapi kau yang mulai duluan.” “Bukan. Kau yang mulai.” Setelah itu keduanya kembali ribut dan adu mulut saling menyalahkankan. Melihat kedua anaknya yang kembali berantam. Wanita paruh baya itu mengepalkan kedua tangannya. “Hentikannnnn!” terikan keras itu menghentikan keduanya dan kembali menatap sang ibu. Wanita paruh baya itu hanya bisa menghela napas menghadapi kedua anaknya yang sejak dulu tak pernah berbaikan. “Kalian aku hukum.” “Tapi, Ma ...” pekik keduanya memelas. Tapi sang ibu tak perduli. “Cabut semua rumput yang ada di halaman ini tanpa terkecuali dan ingat jangan gunakan kekuatan kalian.” “Baik, Ma ...” lirih keduanya lesu. Sang ibu tersenyum lalu kembali masuk ke rumah. Ken dan Nao kembali bertatapan sengit seakan ada aliran listrik pada kedua mata mereka. Keduanya ingin berantam lagi. Tapi, mengingat ibunya yang marah akhirnya keduanya pun mengurunkan niatnya untuk berkelahi. Keduanya pun saling membuang muka dan mulai mencabut rumput. Ken dan Nao membagi tempat yang akan mereka bersihkan dan keduanya saling membelakangi. Walau begitu, sesekali keduanya tetap saling menjahili satu sama lain. Hingga tak terasa, hari mulai gelap. Guru yang sedari tadi Nao tunggu tak kunjung datang. Keduanya saling berbaring di halaman rumah setelah seharian mencabut rumput hingga bersih. Tanpa keduanya sadari. Sang ibu dan ayah angkat mereka memperhatikan Ken dan Nao dari balik jendela. Suami istri itu tersenyum melihat kedua anaknya yang kini berumur sepuluh tahun. “Semoga keduanya bisa akur dan saling menjaga,” gumam sang ibu pelan. Sang suami tersenyum dan memeluk istrinya. “Aku yakin tak lama lagi mereka akan akur,” gumam lelaki paruh baya itu. Dan baru saja suami istri itu tersenyum menatap Ken dan Nao. Lagi-lagi kedua anaknya itu berantam dan adu mulut di halaman rumah. Membuat darah sang ibu kembali mendidih saking kesalnya. Wanita paruh baya itu pun segera keluar. “Kalian berdua cepat masuk rumah dan pergi mandi!” pekiknya galak. “Baik, Ma ...” lirih keduanya lalu masuk ke dalam rumah. *** Esok harinya, guru yang akan mengajari Nao ilmu pedang pun akhirnya datang. Seorang lelaki yang berbadan besar dan gagah kini bediri di depan pintu rumah Nao. “Maafkan keterlambatan saya. Kemarin saya punya urusan penting jadi tidak bisa datang kemarin.” “Iya, tidak apa-apa, Tuan Reonald. Silahkan masuk ...” lelaki yang akan menjadi guru Nao pun masuk ke rumah mereka. Nao yang sedari tadi ada di dalam kamar pun mengintip melalu pintunya untuk melihat lelaki yang akan menjadi gurunya. “Sepertinya lelaki itu yang akan menjadi guruku? Dia terlihat galak,” batin Nao. Menyadari tatapan Nao di balik pintu sang ibu tersenyum lalu segera memanggil anaknya. “Nao kemarilah. Gurumu sudah datang.” Dengan langkah pelan Nao mendekat dan beridiri di samping ibunya. “Perkenalkan lelaki ini bernama Reonald. Dialah yang akan menjadi gurumu selama tiga bulan.” “Salam kenal, Gu ... Guru ...” ujar Nao gugup. Tatapan lelaki yang ada di hadapannya seakan ingin membunuhnya. Wajah guru barunya terlihat galak dan pemarah. “Siapa namamu, Nak?” “Na ... Nao.” “Nao?” tanya lelaki itu memastikan dan dengan cepat Nao mengangguk. “Nama yang bagus.” “Bagaimana kalau mulai hari ini kita latihan. Apa kau sudah siap untuk memulai pembelajaran?” “Siap guru!” pekik Nao bersemangat. “Aku pulang!” pekik seorang anak lelaki yang baru saja pulang dari main bersama dengan teman-temanya. Sekilas anak lelaki bernama Ken itu menatap Nao dan seorang lelaki yang tak jauh dari Nao. “Sepertinya lelaki itu adalah guru baru Nao,” batinnya. Lalu tanpa mengucapkan apa-apa Ken masuk ke dalam kamarnya dengan wajah dingin. Sang ibu hanya menghela napas dengan tingkah Ken yang tak punya sopan santun sama sekali. Nao dan guru barunya pun keluar menuju halaman rumah. Kini Nao pun memulai latihannya bersama dengan sang guru yang bernama Reonald.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD