Bab 2. Pembangkang

1106 Words
Suasana di ruang pertemuan semakin tegang, Amora segera berdiri dan mencoba menarik paksa lengan Ashley. Tapi, gadis itu tidak bergerak dan tetap duduk di ruangan itu. “Apa yang kamu mau?“ tanya Amora geram, dengan suara di tekan. “Tenang mami, tenang tuan muda yang tampan. Saya bukan menolak, saya tidak setuju dengan isi perjanjiannya. Bagaimana, kalau kita berbicara empat mata,” ajak Ashley. Amora geram, tangannya mengepal seakan ingin menghabisi Ashley. Berusaha mengatur napas, lalu berbicara kepada pria di hadapannya. “Maaf tuan, jangan di dengarkan anak saya. Dia hanya berbicara sembarangan,” ujar Amora. “Saya setuju, dengan permintaannya. Lagian yang jadi istri saya dia, bukan Anda,” jawab pria tampan itu. Dengan memanggil beberapa orang pengawalnya, dia membuat ruangan itu menjadi privasi hanya dia dan Ashley. Amora semakin kesal, dia ingin tahu apa saja yang diajukan Ashley. Wanita itu seakan mengumpat dan mengutuk anaknya. “Dasar tidak tahu diuntung, seharusnya aku habisi saat kamu masih kecil,” umpat nya sepanjang perjalanan, meninggalkan ruangan. Kini Ashley tinggal berdua dengan pemuda tampan nan kaya, bahkan yang semula Ashley terlihat sangat berani. Mulai lemah dan ada perasaan takut. “Katakan, bagian mana yang kamu tidak setuju?“ tanyanya. “Sebelum saya mengatakan, saat ini saya bingung harus memanggil tuan muda atau,” ucapannya terhenti. “Panggil saya, Shino,” ujarnya. Menghela nafas panjang, Ashley akhirnya mulai menyampaikan yang dia inginkan. Semua yang di dalam perjanjian itu, tidak ada yang dirubah. Dia hanya menambahkan beberapa poin, yang bisa menyelamatkan hidupnya ke depan. “Tapi, semua poin yang saya tambahkan itu hanya akan ada di perjanjian terpisah, yang nantinya tuan Shino dan saya yang menandatangani.” Shino menganggukkan kepalanya, dia menyetujui apa yang diinginkan Ashley. Hanya persyaratan yang di tambahkan Shino, membuat hidup Ashley benar-benar tidak bisa apa-apa. Dia hanya akan menjadi seperti barang koleksi, para penguasa. “Bagaimana, sepakat?” Shino mengulurkan tangan. Ashley membalas menjabat tangan itu, tidak lama kemudian para pengawal dan Amora kembali ke ruangan itu. “Silahkan nikmati hidangannya, jangan sungkan. Tidak ada yang berubah dari perjanjiannya, saya sudah menjelaskan dan memberi pengertian kepada Ashley,” jelas Shino, sesuai permintaan gadis cantik itu. “Oh, terimakasih banyak tuan. Seperti yang saya katakan, dia hanya sembarangan dalam berucap,” celoteh Amora. Seperti tidak tahu malu, Amora menandatangani perjanjian itu. Bahkan meminta uang muka, di luar dari uang perjanjian sebagai seserahan. “Oh ya, kami tadi datang menggunakan angkutan online. Apakah tuan Shino tidak malu, calon istrinya tidak memiliki kendaraan yang pantas,” celotehnya. “Tenang, sudah saya siapkan. Pulangnya bisa menggunakan kendaraan itu, bahkan sopir pribadi dan semua fasilitasnya, akan standby di rumah Anda mulai hari ini. Semua ini atas permintaan, Ashley,” ujar Shino. Ashley terkejut, perasaan dia tidak ada meminta hal itu. Bahkan dia menatap tajam ke arah Shino, pria itu hanya membalas dengan senyuman penuh isyarat. Sebelum pulang Shino memegang tangan Ashley, lalu membiarkan Amora lebih dahulu meninggalkan mereka. “Maaf, bisa lepaskan tangan saya,” pinta Ashley. “Tidak bisa, mulai dari di tanda tangani surat itu, kamu sudah milik saya seutuhnya. Bahkan saya mau malam ini, kamu ikut bersama saya,” ujar Shino, Ashley menelan saliva, dan terpaku. “Ta-tapi, kita belum menikah. Aku akan memberontak jika, kamu,” ucapannya dihentikan dengan sebuah jari, yang menempel tepat di bibirnya. “Duh! Ashley lama banget, memang dia lagi apa di sana?“ gumam Amora, di dalam mobil pemberian Shino. “Nyonya, perintah tuan muda untuk mengantarkan Anda pulang sendiri. Tuan muda ingin bersama, nona Ashley,” ujar sopir tersebut. “Oh, kalau begitu baiklah. Sepertinya dia tidak sabar dengan kecantikan, Ashley,” ujar Amora. Ashley masih tercengang, seakan aura Shino membuatnya menjadi patung. Jantungnya berdegup kencang, oksigen di ruangan itu seakan mulai berkurang. “Tenang, aku hanya ingin kamu bersamaku. Tidak akan terjadi hal aneh sampai waktu pernikahan, lagian aku tidak mau menikah denganmu segera. Aku hanya ingin mengenalmu, lebih dekat,” ujar Shino. Saat ini perasaan canggung yang Ashley rasakan, dia bagaikan barang yang diperlakukan sesuka hati pemilik nya. "Baiklah, apa yang ingin kamu lakukan. Aku akan menurut, lagian aku hanya sebuah barang yang dijual ibu tiriku,” ujar Ashley. Shino mendekat, melingkarkan lengannya ke pinggang Ashley. Ashley yang gugup mulai berkeringat, perasaan canggung dan takut yang sekarang mulai penuh di benaknya. "Santai, aku hanya ingin merapikan rambutmu,” bisik Shino perlahan, di telinga Ashley. “Oh Tuhan, aku pikir dia mau mengambil bibir ranum milikku,” batin Ashley. “Kita akan pergi, ke suatu tempat,” ucap Shino, sembari menggandeng tangan wanitanya. “Tapi, kamu tidak malu? Aku ini bukan wanita baik-baik, mungkin keluargamu akan malu denganku.” Ashley menunduk, dia juga sadar diri takut mempermalukan Shino. “Ashley, sekarang tugas kamu hanya percaya diri. Tetap kuat dan tidak takut menghadapi siapa saja. Saya memilih kamu, berarti saya yakin kamu bisa mendampingi saya,” jelas Shino sambil menatap wajah Ashley, tatapan dalam penuh perintah. Ia hanya dapat menelan saliva, sambil terdiam sejenak. “Benar juga tuan tampan ini, kenapa dia gak mencari yang jelas saja. Kenapa harus aku, apalagi dia sudah melihat mami seperti itu,' batinnya. Dengan elegan Ashley menggenggam erat tangan Shino, saat ini dia memang sudah seperti barang yang dimiliki Shino. Saat melewati lobi, mereka berpapasan dengan beberapa pria dengan postur yang rupawan. Pandangan mata mereka yang tajam, seakan menelanjangi tubuh Ashley melihat dari atas hingga bawah tanpa berkedip. “Buang pandanganmu, berani sekali menatap milikku. Tidak perlu ku jelaskan, apa yang akan kamu dapatkan,” ancam Shino. “Jangan terlalu tegang, aku hanya ingin menyapanya. Lagian, berapa sih sejam? Aku juga ingin bersenang-senang,” ujar salah satunya. Tiba-tiba bogem mentah melayang di wajah pria itu, “Jaga sikapmu Biyan, sekali lagi kamu mencoba menggodanya.” Shino menghentikan ucapannya, dengan wajah geram. “Kenapa? ada yang spesial dengan dia. Begitu saja seleramu, aku pikir seorang Shino punya selera tinggi,” ejek Biyan, dengan wajah sinis dan tawa bengis. Akhirnya Shino melayangkan pukulannya lagi, tepat menghantam dagu Biyan. Perlawanan dilakukan Biyan, hingga mereka babak belur. Ashley yang semula hanya melihat, dengan naluri anak remaja yang masih dia miliki. Dia ikut menghantam Biyan, tepat di bagian s**********n pria itu. “Itu bonus yang pantas kamu terima, lain kali sebelum memulai kenali dulu lawanmu,” ujar Ashley. Biyan menatap bengis, sambil menahan rasa sakit, dia rasa dua buah miliknya seperti akan pecah. Bahkan, Biyan tidak mampu berkata-kata. Hanya mampu menunjuk dan merunduk kesakitan. “Ayo Ashley, abaikan dia,” ajak Shino yang babak belur. Ashley yang masih geram, akhirnya mengikuti perintah Shino. Melihat kondisi Shino yang babak belur, membuatnya iba. Saat akan memasuki mobil tubuh itu akhirnya ambruk, tidak berdaya. Ashley yang cemas, hanya bisa menatap tanpa suara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD