Kyouko Mashiro

1120 Words
"Hah ... hah ...." Gadis itu terbangun dengan nafas memburu.  Lagi, mimpi yang sama yang ia alami selama beberapa hari terakhir. Wajahnya penuh dengan peluh, tubuhnya terasa dingin dengan keringat yang mampu membasahi baju tidurnya. Ia menutup wajahnya dengan tangan dan menunduk membuat setetes keringat meluncur dari ujung rambutnya. Ini tidak lebih buruk dari mimpinya sejak satu minggu yang lalu. Jika kemarin ia sampai berteriak saat bangun tidur, kini hanya bulir keringat yang menjadi bukti mimpi buruknya.  Ia menoleh ke samping dan meraih ponselnya di atas nakas dan melihat jam yang ternyata sudah pukul enam pagi. Ia segera turun dari tempat tidur kemudian berjalan gontai menuju kamar mandi. Menggosok gigi dengan pasta gigi rasa strawberry mint kesukaannya, kemudian mencuci muka dengan facial foam beraroma jeruk lemon yang menyegarkan. "Apa ini?" gumamnya saat melihat sesuatu yang berbeda di dahinya setelah membasuh wajahnya hingga bersih. Ia menggosoknya mencoba menghilangkan tanda aneh itu namun sia-sia, tanda itu tak bisa hilang. Merasa lelah karena tak juga dapat menghilangkan tanda aneh itu ia mengabaikannya dan segera mandi.  Butuh waktu 30 menit untuk membersihkan diri, kini ia kembali ke depan wastafel dan bercermin. Masih sama, tanda di dahinya belum menghilang. Ia segera keluar dari kamar mandi dan duduk di kursi di depan nakas dengan cermin besar yang memantulkan bayangannya dengan sempurna. Memakai sisir untuk menahan helaian anak rambut yang menutupi wajahnya ia mulai memakai make up untuk menutupi tanda di dahinya itu. Namun percuma, tanda itu masih terlihat. Lagi, ia menambah concealer pada tanda itu dan berhasil. Tanda itu tak lagi terlihat, namun itu bukan akhir dari masalahnya. Ia tidak suka memakai make up tebal dan akan sangat aneh jika ia hanya memakai make up di dahinya saja. "Hah ... terpaksa ...." Ia membuka laci dan mencari sesuatu. Dan ketemu! Ia mengambil gunting dan mulai merapikan rambut depannya. Dengan sangat hati-hati memotong helaian mahkota halusnya dengan rapi.  Hampir setengah jam berkutat di depan cermin akhirnya pekerjaannya selesai. Menyisir dan merapikan rambutnya, kini tanda itu tak lagi terlihat karena tertutupi poni memagar. Ia segera mengganti pakaiannya dan bergegas turun untuk sarapan dan berangkat kuliah. Kyouko Mashiro, namanya, putri tunggal dari keluarga Mashiro yang berusia tepat 21 tahun nanti malam. Ia merupakan gadis yang ceria, punya banyak teman juga hidup di lingkungan penuh kasih sayang. Hidupnya nyaris sempurna begitu juga wajahnya. Ia cantik, memiliki tubuh proporsional juga otak cerdas yang encer. Semua orang menyayanginya karena dibalik itu semua, ia juga memiliki sifat baik hati. "Selamat pagi, Bu," sapanya saat ia memasuki ruang makan dan mendapati ibunya tengah menyiapkan sarapan. "Selamat pagi Sayang," sahut sang ibu yang segera menyambut Kyouko dengan ciuman hangat di pipi kanan di kirinya. "Ayah di mana?" tanya Kyouko seraya menarik kursi kemudian duduk dan menghadap sepiring nasi goreng yang telah tersaji untuknya. "Ayahmu sudah berangkat, Sayang," jawab ibunya itu dan meletakkan segelas s**u di depannya, di samping sepiring nasi goreng untuknya sarapan. "Wow! Model rambut baru Sayang?" seru Naoko, ibu dari Kyouko kala menatap takjub penampilan barunya. Sebelumnya ia tidak benar-benar memperhatikan. Biasanya Kyouko akan mengikat rambut sebahunya tinggi dan menyisakan helaian rambut yang tak mampu terikat sempurna. Ditampilkannya dahi lebarnya dengan percaya diri, namun sepertinya tidak lagi setelah ini. "Hehehe, iya, Bu, bagaimana menurut ibu?" Kyouko menangkup wajahnya sendiri dengan dua tangan dan menatap ibunya dengan tersenyum manis menampilkan deretan gigi putihnya yang berjajar rapi. "Oh tentu saja, Sayang, kau terlihat lebih muda dengan penampilan barumu," jawab Naoko yang kemudian mengecup keningnya yang tertutupi poni. "Terima kasih, ibuku yang cantik." Kyouko mengedipkan sebelah mata, kemudian mulai menikmati sarapannya. Sama seperti anak muda lainnya, sesekali Kyouko akan memainkan ponselnya saat tengah menikmati sarapan. "Oh ya, Sayang, setelah kuliah kau tidak boleh kemana-mana," tutur sang ibu sembari membersihkan panci kotor bekas untuk memasak sebelumnya. Ia berdiri membelakangi Kyouko yang duduk di kursi makan. "Apa? Kenapa?" tanya Kyouko dengan alis mengernyit. Naoko setengah menoleh. "Ibu ada kejutan untukmu," jawabnya diiringi senyum senang hingga matanya menyipit. Kyouko tahu, pasti ibunya ingin memberinya kejutan di hari ulang tahunnya yang ke 21 nanti malam. Ia menggeleng pasrah memahami sifat ibunya yang tak bisa menjaga rahasia disertai helaan nafas lelah. Meskipun begitu ia senang, ibunya selalu memberinya cinta yang besar.  Melirik jam tangannya, Kyouko mengabaikan sarapannya yang masih separuh dan menenggak susunya hingga tandas. "Aku selesai," ucapnya disertai bunyi dentingan sendok yang beradu dengan piring dan mengakhiri sarapan paginya. "Aku berangkat, Bu." Menghampiri ibunya yang tengah mencuci piring dan mencium kedua pipi ibunya sebelum berangkat. "Hati-hati, Sayang," ujar Naoko setelah mengecup pucuk kepalanya. Ia melihat putrinya berangkat dan melihat ke arah meja yang terus seperti ini setiap paginya. "Hah ... selalu saja tak menghabiskan makananmu," gumamnya dan mengambil piring bekas Kyouko sarapan kemudian mencucinya. Naoko membersihkan piring bekas Kyouko dengan senyum tipis. Rasanya baru kemarin ia memiliki putrinya itu, tapi siapa kira, nanti malam adalah ulang tahunya yang ke 21. Tiba-tiba gerakan tangannya terhenti dan memegangi dadanya yang terasa berdenyut ngilu. Pandangannya tak terbaca selama beberapa saat kemudian ia menggeleng lemah. "Tidak mungkin, itu tidak akan terjadi," gumamnya. Entah apa yang ia maksud, namun seperti tersirat harapan penuh dari sorot mata juga raut wajahnya. *** "Hei kemana perginya jidat lebarmu?" Seseorang menyapa Kyouko saat ia  baru turun dari mobil. Saat ini ia telah sampai kampus dimana tempatnya menimba ilmu. Hanya butuh waktu sekitar setengah jam perjalanan dan ia telah sampai dengan selamat. Kyouko hanya melirik sekilas wanita yang menyapanya dengan ejekan. Bukan ia tak mengerti, wanita yang kini berdiri di hadapannya dengan bersedekap d**a adalah musuh bebuyutannya. "Hahaha ... kau seperti anak SMP, hahaha ...." Wanita itu tertawa dengan menunjuk poni Kyouko yang memagar. "Bilang saja kau iri, Sayu," ucap Kyouko dengan seringai mengejek terpatri di bibir. Permusuhan mereka tak ubahnya seperti permusuhan anak-anak. Bukan permusuhan yang menegangkan layaknya di film-film.  "Apa katamu?!" Wanita yang ia panggil Sayu menggeram marah mendengar dan melihat seringai mengejek yang Kyouko lempar untuknya. "Tentu saja, penampilan baruku membuatku semakin cute  dan kau iri padaku," ujar Kyouko penuh percaya diri. Ia bersandar pada mobilnya, mengangkat satu kaki untuk memijak bodi mobil di belakangnya kemudian membuka kaca mata hitamnya lalu memasukkannya ke dalam tas kemudian merapikan poni barunya yang memagar. "Sialan kau! Kau justru seperti Dora tahu! Seharusnya kau bercermin!" pekik Sayu yang kesal dengan sikap sok Kyouko di matanya. Sebenarnya Kyouko sedikit kurang percaya diri dengan penampilan barunya ini, tapi mau bagaimana lagi, ia tak mau jadi bahan guyonan saat orang-orang melihat tanda di dahinya. "Benarkah? Awas saja kau meniru gaya rambut baruku!" ucapnya yang kemudian melenggang pergi meninggalkan Sayu yang menghentakkan kakinya kesal. "Ohayou, Kyouko." "Ohayou." "Ohayou." Semua orang menyapa Kyouko saat ia melewati lorong. Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa Kyouko merupakan gadis supel, ramah, cerdas, dan memiliki banyak teman. Bahkan banyak dari teman perempuannya mengidolakannya. Ia hanya membalas sapaan teman-temannya dengan senyuman. "Kyouko!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD